“Kau mau apa?” Tanya Naomi sambil menikmati cokies terakhir dalam genggaman tangannya. Sejak kembali duduk di kursinya Axel tidak berbicara, pria itu hanya bersedekap memperhatikan Naomi dalam diam dan penuh penilaian. Sikap aneh pria itu membuat Naomi merasa tidak nyaman. “Habiskan dulu makananmu, aku tidak bicara dengan orang yang sedang makan. Terlihat seperti kambing.” Naomi tercengang mendengar jawaban menyebalkan Axel yang terkesan sedang mengajak Naomi ribut. Jika saja kedua tangan Naomi baik-baik saja, dia pasti akan menggebrak meja dan menjambak rambut Axel hingga pria itu berteriak menangis. Naomi menghabiskan cokies cokelatnya dengan cepat dan mengakhirinya dengan minum segelas air. “Sekarang aku sudah selesai makan, katakan sekarang,” titah Naomi terdengar tidak bersahabat. “Kau bukan tunawisma?” tanya Axel tanpa basa-basi. Naomi menggeleng dengan kerutan di keningnya. “Aku sudah mengatakannya kepadamu, aku bukan gelandangan.” “Di mana kau tinggal?” “Kenapa kau ber
“Axel, katakan saja padaku. Kau mengenal dia di mana?” tanya Hans sekali lagi. Kening Axel mengerut sama, ketidak sabaran Hans yang ingin tahu membuat Axel penasaran, apa temannya itu mengenal Naomi? “Kenapa diam saja? Cepat katakan kepadaku” desak Hans tidak sabaran. “Dua hari yang lalu aku tidak sengaja menabraknya, karena kondisinya buruk dan lemah, aku membawa dia ke rumah,” jawab Axel, dengan tatapan tajamnya. Hans menganga tidak percaya, jawaban Axel terdengar seperti karangan. Bagaimana bisa Naomi tertabrak dn menumpang di rumah orang? Hans menutup mulutnya seketika untuk berhenti bersikap berlebihan. “Kenapa denganmu? Kau mengenal Naomi?” tanya Axel. Hans menekan tengkuknya dengan kuat, pria itu sempat terdiam cukup lama dan berpikir keras harus memulai dari mana untuk bercerita. “Aku mengenal dia, dia anak majikan Jaden, teman satu kampusku dulu. Aku dan Naomi saling kenal sejak dia masih duduk di bangku sekolah menengah,” cerita Hans. “Lanjutkan.” “Untuk apa?” “Aku
Naomi bergerak gelisah dalam kesendiriannya, beberapa kali Naomi mengetuk-ngetuk ujung balpoinnya di atas meja. Di hadapannya ada secarik kertas kosong yang belum dia isi apa-apa. Sejak tinggal di rumah Axel, Naomi tidak berhenti memikirkan ayahnya yang mungkin saat ini sangat kecewa atas keputusannya yang pergi. Naomi ingin mengirimkan surat kepada Magnus agar dia tidak khawatir dengan kondisi Naomi yang saat ini baik-baik saja. Naomi harus segera membuat pesan itu agar ayahnya bisa berpikiran dengan tenang, Naomi tidak bisa menghubungi Magnus secara langsung karena dia takut Magnus akan melacak keberadaannya dan memaksa Naomi pulang. Naomi akan pulang jika sudah waktunya tiba, dia ingin lebih lama tinggal di North Emit dan belajar mandiri. Naomi sangat ingin banyak belajar seperti gadis-gadis lainnya agar dia bisa kuat dan tidak membuat Magnus khawatir apalagi menjdi bebannya. Naomi ingin membuktikan diri bahwa dia bisa mandiri, bisa menjalani kehidupan dengan bahagia meski har
Saat Axel datang, Naomi tidak ada di taman, namun gadis itu berada di bukit di dekat rumah. Dari kejauhan Axel melihat Naomi tengah duduk di bawah pohon ek merah, tangan mungilnya menggenggam sepotong cokies cokelat yang dia dapatkan tadi pagi. Axel segera pergi naik ke bukit, pandangan pria itu tidak terlepas dari sosok Naomi yang mengenakan gaun putih selutut dengan rambut terurai. Sosoknya yang mungil berwajah cantik dan rambut indahnya yang bergerak berkilauan membuat Naomi terlihat seperti seorang peri hutan. Semakin dekat Axel melangkah, pria itu dapat melihat bola mata Naomi yang berwarna safir itu terlihat bercahaya karena tersapu sinar matahari yang akan segera terbenam. Naomi menelan cokies cokelat terakhirnya tanpa mengalihkan perhatiannya dari pemandangan yang ada di hadapannya. Dari bukit Naomi dapat melihat keberadaan dermaga dan lautan yang berada cukup jauh, namun karena keberadaan rumah Axel berada di ketinggian, seluruh kota North Emit dapat di lihat begitu jelas
Dengan kesulitan Naomi meraih tangan Axel dan berusaha berdiri. “Gendong aku,” pinta Naomi terdengar lebih berani. Axel menganga tidak percaya, begitu beraninya Naomi menyuruhnya Axel dengan tatapan mata polos tak berdosanya. “Kau benar-benar berani,” ucap Axel dengan penuh tekanan. Tanpa sangkalan apapun, Naomi langsung membuka tangannya lebar-lebar seperti anak kecil yang meminta di gendong. Di bandingkan dengan malu dan berpikir, Naomi bersikap lebih berani di hadapan Axel karena dia tahu, percuma bersikap baik pada Axel karena pria itu akan tetap berbicara tidak mengenakan. Tangan Axel terkepal kuat, pria itu menggeram kesal tampak tidak senang karena di perlakukan seenaknya. Dengan terpaksa Axel membungkuk dan menggendong Naomi. Naomi memeluk erat leher Axel dan menjatuhkan kepalanya di bahu pria itu, ada senyuman yang terlukis di bibir mungil Naomi ketika dia memperhatikan wajah Axel lebih dekat. Axel terlihat lebih tampan saat di lihat lebih dekat, meski kini pria itu memas
Di malam itu, tepatnya saat kepergian Naomi, gadis itu berada dalam pengawasan. Kepergian Naomi yang keluar dari rumah dan memutuskan kabur menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi orang misterius itu, orang itu cukup takut jika rencana pernikahan politik yang terjadi pada Naomi dan Axel gagal. Di malam itu juga, saat Naomi kabur dan naik kereta pertamanya, Naomi sempat berencana pergi ke Emilia Island, bukan North Emit. Namun, ketika di dalam kereta Naomi di hampiri seorang gadis, gadis itu mengajak Naomi berbicara panjang lebarm lalu membicarakan kehebatan kota North Emit dan menggirin pikiran Naomi untuk pergi ke sana. Naomi yang baru pertama kali kabur dan pegi keluar sendirian akhirnya memilih kota yang di rekomendasikan teman berbicaranya yang baru di temui. Kedatangan Naomi di North Emit semakin mudah di pantau, rencana selanjutnya akhirnya Jamal turun tangan sendiri dengan merampok koper Naomi. Rencana yang sesungguhnya bukanlah mempertemukan Naomi dengan Axel di jalan,
“Jika untuk keperluan Anda, tentu saya akan pergi Nona,” jawab Sendy dengan senyuman lebar. “Jadi, apa yang Anda butuhkan?” Naomi menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Aku kehabisan pakaian dalam,” ucap Naomi memberitahu. “Uhuk,” Axel tersedak makanannya sendiri karena terkejut. Terburu-buru Axel mengambil minuman untuk meredakan sakit di tenggorokannya dan melancarkan makanannya yang tersangkut. “Ba-baik, saya akan pergi untuk membelinya,” jawab Sendy dengan senyuman canggungnya terlihat malu. “ Anu, Anda memakai ukuran apa?” “Untuk lingkar dada ukuran L, untuk cup bra harus C. Aku suka yang berenda, g-string juga tidak masalah,” jawab Naomi dengan serius. “Uhuk,” Axel kembali tersedak sampai membuat juss yang teguknya menyemburnya. Wajah Axel memerah begitu malu hanya karena mendengarkan percakapan pribadi wanita, lebih memalukannya lagi Naomi memasang ekspresi tidak malu sama sekali. Brak! Axel memukul permukaan meja dengan keras sampai membuat Naomi dan Sendy terlonjak kaget
“Kau suka?” Feira tersenyum lebar terlihat begitu bahagia melihat bucket bunga besar yang di berikan Jaden kepadanya. Tidak hanya bunga, Jaden juga mengajaknya makan malam romantis di sebuah restaurant. “Aku suka, terima kasih sayang.” Jaden ikut tersenyum. “Makanlah.” Feira mengangguk, dengan cepat dia mengambil alat makannya dan mulai menyantap hidangan kesukaannya. Sementara Jaden, belum sempat dia akan makan, deringan teleponnya terdengar. Feira mengunyah makananya perlahan, namun matanya bergerak tajam memperhatikan Jaden yang tidak jadi makan dan memilih mengambil handponenya untuk melihat siapa yang memberinya pesan. Sudut bibir Jaden terangkat membentuk senyuman. “Dari siapa?” tanya Feira dengan tatapan curiga. “Adikku, dia berterima kasih karena aku membelikannya tiket ke Jepang, hari ini dia akan akan berangkat dan melanjutkan sekolah di sana,” jawab Jaden sambil memperlihatkan layar handponenya agar Feira tidak bertanya dua kali. Dengan cepat Jaden meletakan handpo