Axel mematung kaget dengan pupil mata melebar mendengar pengakuan cinta Naomi yang tidak terduga, tanpa sadar Axel mengusap dadanya yang berdebar kencang. “Ka-kau jatuh cinta padaku?” tanya Axel tidak percaya. Naomi semakin tidak bisa menghentikan tangisannya, gadis itu tertunduk sedih, merasa bersalah sekaligus sangat malu karena sudah berbicara yang gegabah, tidak mengontrol diri. “Jawab aku Naomi,” pinta Axel. “Maafkan aku Axel,” tangis Naomi menutupi wajahnya dengan kuat. “Aku sungguh minta maaf, aku sudah melanggar kontrak kita dan sudah jatuh cinta padamu. Jika sekarang kau ingin memecatku, aku akan menerimanya,” ucap Naomi penuh sesal. Axel terperangah, pria itu menarik napasnya dalam-dalam mencoba meyakini bahwa apa yang sedang terjadi sekarang ini bukan mimpi, bukan pula sebuah hayalan. Keterdiam Axel yang tidak menjawab membuat Naomi sesak, Naomi sudah sering mengungkapkan cinta dan dia juga sudah sering mendengar penolakan. Ini untuk pertama kalinya Naomi mengungkapka
Sejak pagi buta Axel pergi ke perusahaan dan melakukan rapat dadakan, ada sesuatu penting yang dibahas hingga rapat itu dipimpin langsung oleh Teresia. Semalam, di pesta, diam-diam Teresia dan Axel melakukan pembahasan penting dengan beberapa orang penting lainnya. Rapat penting yang dilakukan berjam-jam itu akhirnya berakhir, Teresia pergi dengan cepat bersama beberapa orang lainnya menyisakan Axel dan Hans yang kini duduk beristirahat, menunggu reaksi besar dari orang-orang yang ada di dalam perusahaan. Axel menyandarkan kepalanya di kursi, pria itu melihat keluar jendela melihat langit yang cerah. Tiba-tiba saja Axel jadi teringat Naomi. Sedang apa Naomi sekarang? batin Axel bertanya, dengan terburu-buru Axel mengeluarkan handponenya dan memeriksanya. Naomi memberinya satu pesan pemberitahuan jika kini dia tengah berada di bukit sedang menanam bunga yang sudah Axel berikan kepadanya. Sudut bibir Axel terangkat, pria itu tidak dapat menahan senyuman lebarnya. Hans yang memperh
Selesai menanam semua bunga pemberian dari Axel, kini Naomi akhirnya memutuskan keluar dan bertemu dengan Jaden untuk memenuhi janjinya semalam. Ada banyak cerita yang ingin Naomi dengar tentang ayahnya, tentang apa yang sebenarnya telah terjadi pada Jaden dan Feira hingga mereka putus. Naomi ingin bertanya bukan hanya karena penasaran, dia menyayangkan betapa mudahnya Jaden putus dengan Feira padahal sebentar lagi mereka mempublikasikan pertunangan. Naomi juga tahu betapa sayangnya Jaden pada Feira selama ini, mengejutkan Jaden bisa memutuskan hubungan mereka begitu saja. Naomi dan Jaden bertemu di sebuah restaurant yang tidak jauh dari kediaman Axel, pertemuan ini untuk pertama kalinya terasa berbeda sampai membuat Naomi terkejut dengan dirinya sendiri. Dulu, Naomi selalu heboh sendiri memikirkan pakaian apa yang harus dipakai, dalam beberapa puluh menit sekali dia sering melihat cermin hanya untuk memastikan apa dia sudah tampil cantik atau tidak. Semua hal itu selalu Naomi laku
“Sejujurnya kita bisa berteman Naomi,” ucap Jennie sedikit melunak karena cara dia mempengaruhi Naomi tidak berpengaruh apapun. “Aku mungkin sudah bersikap berlebihan kepadamu sejak di pesta dan membuatmu menjadi berpikir buruk tentangku. Satu hal yang sebenarnya perlu kau tahu, aku adalah teman yang baik untuk Axel dan akan selalu mendukungnya, termasuk mendukung hubungan kalian.” Naomi sempat terdiam lama, mencoba menelaah alasan mengapa Jennie berkata seperti itu kepadanya. “Untuk apa menjelaskan bahwa kau adalah orang baik?” “Karena aku ingin berteman denganmu.” “Apa yang Axel miliki adalah milikku. Namun, teman Axel, bukan berarti harus berteman denganku juga,” jawab Naomi. Jennie tersentak kaget mendengarkan jawaban penolakan Noami yang lembut namun cukup keras hingga membuat Jennie terdiam malu. “Sampai jumpa Naomi, mungkin di masa depan nanti kau mau berteman dengaku,” ucap Jennie samar, dalam satu gerakan wanita itu berbalik pergi meninggalkan Naomi yang kini langsung te
“Ada yang ingin kau katakan kepadaku?” tanya Axel memulai pembicaraan yang serius dan berbicara non-formal. Jaden mengangguk samar. “Aku datang sebagai perwakilan dari keluarga Nao, tuan Magnus memiliki alasan kuat yang tidak bisa dikatakan kepada siapapun alasan mengapa dia tidak datang, kuharap kau bisa memaafkannya,” ucap Jaden. Samar kening Axel mengerut, pendengarannya tidak nyaman mendengar Jaden menyebut nama Naomi dengan panggil yang berbeda seakan memberitahu orang lain mereka memiliki kedatan yang lebih. “Tidak masalah, itu bukan hal yang besar untukku. Aku yakin tuan Magnus adalah seorang ayah yang baik.” “Ada sesuatu hal besar yang telah terjadi dan tidak terduga di keluarga Nao. Hal ini mungkin cukup mengkhwatirkan dan serius sehingga tuan Magnus tidak bisa melakukan banyak hal dan mencoba menitipkan pesan,” cerita Jaden lagi menjadi lebih serius. Axel terdiam, menunggu Jaden memberitahu apa yang ingin di sampaikan sebenarnya. “Tuan Magnus sangat berharap bahwa hub
Rihana mengusap wajahnya yang terasa sakit, wanita itu menangis menerima kemarahan Hutton yang tidak ada habisnya. Dalam keadaan apapun, Hutton selalu melampiaskan amarahnya kepada Rihana, seakan Rihana adalah sumber masalah dari segalanya. Rihana benar-benar sudah tidak tahan, dia bisa mati sia-sia bila terus berada di sisi Hutton. Hutton menggebrak meja, pria itu bernapas dengan keras dan terlihat tidak tenang karena amarah yang tidak terkendali. “Tidak di tempat kerja, tidak rumah, semuanya sama saja!” “Aku tidak mengerti jalan pikiranmu Hutto, mengapa kau menyalahan aku atas apa yang terjadi? Seharusnya kau bertanya kepada dirimu sendiri, mengapa kau tidak pernah mampu melawan Axel? Apa kau tidak memiliki kemampuan sama sekali?” tanya Rihana angkat suara. “Jaga bicaramu! Kau sudah sangat lancang!” “Kau yang seharusnya menjaga ucapanmu! Kau bukan siapa-siapa tanpa aku!” “Apa katamu?” tanya Hutton dengan geraman kemarahan. “Kau tidak tahu diri!” Rihana berteriak. “Aku sudah m
“Kau mau pergi begitu saja?” Tanya Axel membuat Naomi kembali membalikan badannya dan menatap Axel dengan penuh tanya. “Kau belum menyambutku dengan pelukan,” ucap Axel seraya membuka tangannya meminta Naomi datang. Naomi tersipu malu, padahal tadinya dia ingin sedikit jauh-jauh dari Axel, tapi karena suasana hatinya kembali membaik, rencananya jadi gagal. Naomi berlari dengan kaki terpincang-pincangan, memeluk Axel dengan cepat dan menyembunyikan senyuman lebarnya di dada bidang pria itu. “Apa ini bisa disebut kencan?” tanya Naomi penuh harap. Axel mendengus geli. “Ini untuk pekerjaan, aku juga memiliki keluarga di sana yang ingin kuperkenalkan padamu.” Bibir Naomi mencebik kecewa. “Padahal aku ingin berkencan denganmu.” “Baiklah, nanti kita akan jalan-jalan setelah semua urusan selesai.” Naomi mengangguk dengan pelukan yang semakin erat, samar terdengar suara tawa senangnya yang tidak dapat disembunyikan. “Aku ingin melakukan banyak hal denganmu karena kau pacar pertamaku.” B
Hutton berdiri di depan apartement Jennie, pria itu terlihat sedikit mabuk dan beberapa kali menekan bel menunggu Jennie membukakan pintu. Pertengkarannya dengan Rihana membuat Hutton tidak betah di rumah, ditambah lagi dengan masalah yang kini berdatangan kepadanya membuat Hutton butuh waktu untuk menenangkan diri. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Jennie keluar membuka pintu, wanita terlihat sedikit risih begitu menyadari jika Hutton tengah mabuk datang menemuinya di tengah malam. “Ada apa?” tanya Jennie. “Biarkan aku masuk dulu, ada tugas bagus yang harus kau kerjakan.” Jennie terdiam sejenak menimang-nimang sesuatu, tidak berapa lama akhirnya wanita itu membuka pintu lebih lebar, memberi izin Hutton masuk karena tidak ingin kehilangan sedikitpun kesempatan untuk bisa kembali dengan Axel. Hutton tersenyum puas, pria itu akhirnya melangkah masuk ke dalam apartement Jennie dengan tubuh sedikit terhuyung. Hutton melihat ke sekitar dan menyadari jika kini Jennie tinggal sendi
Keduanya saling memandang dalam diam, Axel meraih wajah Naomi dan mengusapnya dengan hati-hati. “Aku minta maaf karena datang terlambat, kau pasti kecewa kepadaku.” Naomi memejamkan matanya, merasakan usapan lembut Axel di wajahnya, gadis itu menarik napasnya dalam-dalam dan perlahan membuka kembali matanya, menatap lekat mata Axel yang terlihat bersedih dan kecewa kepsada dirinya sendiri. Axel tidak puas kepada dirinya sendiri karena dia sudah datang terlambat dan tidak bisa menemani Naomi di saat-saat dia sedang terjatuh. “Aku sangat menyesal karena tidak bisa benar-benar menjagamu,” bisik Axel penuh sesal. Naomi tersenyum samar, dia tidak tahu harus berkata apa karena hari ini suka dan duka telah datang secara bersmaan dalam kehidupannya. Axel yang dia tunggu telah datang, melamarnya dihadapan Magnus, namun disisi lain Naomi juga harus mengantar kepergian Magnus dan harus merelakannya. “Naomi, apa kau marah padaku?” tanya Axel pelan. “Tidak, aku justru berterima kasih karena
“Apa aku boleh berbicara dengan ayahmu berdua saja?” tanya Axel penuh kehati-hatian, dia takut Naomi masih marah kepadanya dan menolak permintaan Axel.Naomi menelan salivanya dengan kesulitan, desakan ingin menangis dan perasaan yang lega begitu kuat memenuhi hatinya. Naomi tertunduk mengusap air matanya yang tidak bisa dihentikan.Naomi sangat lega karena ternyata Axel peduli kepadanya dan mau datang.Naomi mengangguk tanpa mampu berkata-kata, memberi izin Axel untuk bisa berbicara berdua dengan ayahnya.Naomi melangkah pelan, melewati Axel yang berada di depan pintu, tiba-tiba langkah itu terhenti begitu Naomi merasakan pergelangan tangannya digenggam oleh Axel.Wajah Naomi terangkat, menatap lekat Axel. “Tidak, sepertinya kau harus berdiri di sisiku, kau juga harus mendengarkan apa yang ingin aku katakan,” ucap Axel lagi memperhatikan gerak gerik mata Magnus.Naomi membalikan badannya dengan ragu, pintu ruangan Magnus kembali tertutup dan orang-orang menunggu di depan ruangan.Ax
Hans berdiri dengan senyuman puasnya, melihat Hutton yang digelandang keluar dari mobil kepolisian dan disambut oleh banyak media karena kontroversi yang dilakukannya dalam melancarkan aksi kejahatan.Hutton terhuyung-huyung dengan perban yang menghalangi kedua matanya, begitu pula dengan wajahnya yang kini sebagian terbungkus kain kasa.Semprotan cabai yang Axel buat berhasil membuat Hutton mengalami masalah dengan penglihatannya hingga membuat dia tidak bisa melihat untuk sementara waktu.Kedua tangan dan kaki Hutton diborgol, langkah terhuyung-huyung dijaga oleh kepolisian dan dikejar oleh wartawan yang membutuhkan keterangan darinya secara langsung. Hutton diperlakukan seperti penjahat kelas berat.Bibir Hutton menekan kuat, membungkam dengan rasa malu hebat dan jiwa yang terguncang. Kehidupannya hancur dalam waktu semalam, Hutton sungguh tidak akan menyangka jika dia akan berada di titik seperti ini dalam hidupnya.“Pengacara kita sudah sudah datang,” ucap Sharen yang berdiri di
“Bajingan, kau sudah berhasil menghancurkan hidupku! Kau pikir aku akan diam saja hah!” geram Hutton mengayunkan pisaunya, refleks Axel menghadangnya dengan handpond di tangannya dan berhasil membuat handpone itu mati seketika.Napas Axel tertahan di dada, pria itu terlalu terkejut karena tiba-tiba saja seseorang akan menyerangnya.“Sialan!” maki Hutton menarik pisaunya.Axel bergeser mundur mencoba menciptakan jarak, butuh waktu beberapa detik untuk Axel tesadar jika orang yang hendak menyerangnya adalah Hutton. “Kenapa kau menutupi wajah jelekmu? Apa kau tidak ingin aku melihat ketakutan di wajah busukmu?”Rahang Hutton mengetat, dengan kasar dia melepaskan maskernya dan melemparkannya ke lantai.Axel menelan salivanya dengan kesulitan melihat tatapan bringas Hutton yang sudah dikuasai oleh amarah, Axel bergerak kembali mundur begitu Hutton mendekat dan mengayunkan pisaunya, kali ini Axel berhasil menangkisnya dengan menendang kaki Hutton agar dia kehilangan keseimbangan.Dengan Axe
Hutton melajukan mobilnya dengan kencang melewati jalanan, wajahnya yang babak belur terlihat di antara cahaya lampu jalan-jalan. Bola mata Hutton bergerak tajam melihat ke sekitar dengan penuh kewaspadaan karena kini wajahnya terpampang jelas di berbagai televisi gedung dan diumumkan jika kini Hutton adalah seorang buronan yang sudah melakukan kejahatan berbagai pembunuhan, pencucian uang dan sudah melakukan kekerasakan kepada isterinya.Tangan Hutton mencengkram kuat kemudi menahan amarah, dia tidak bisa pergi keluar negeri menggunakan pesawat jika wajahnya sudah terpampang dan di umumkan sebagai buronan.“Sialan!” maki Hutton memukul kemudi. Hutton tidak menyangka jika seluruh negeri mulai tahu dia penjahat, dan semua orang akan mengenali wajahnya.“Bajingan itu, aku harus menghabisinya,” bisik Hutton dengan penuh amarah.Hutton tidak terima jika seluruh usahanya selama ini harus hancur berkeping begitu saja di bawah kaki Axel. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Axel yang tum
“Bajingan!” Jennie terisak dengan suara yang tidak jelas karena mulunya terikat, wanita itu berusaha bergerak melepaskan diri dari ikatan tali yang mengekang tangan dan kedua kakinya pada ranjang.Tubuh Jennie terlihat memiliki banyak memar yang sudah ditinggalkan Hutton, pria paruh baya itu sudah berbuat kegilaan yang tidak terduga. Dia memperkosa Jennie berulang kali sebelum meninggalkannya dengan membawa semua uang, perhiasan hingga mobilnya.Bibir Jennie gemetar hebat, wajah cantiknya terlihat basah penuh oleh air mata merasakan seluruh tubuhnya yang sakit dan lemah tidak memiliki banyak kekuatan untuk melepaskan diri dan bergerak.Hati Jennie sangat hancur, dia merasa jijik kepada dirinya sendiri karena sudah disentuh layaknya pelacur oleh Hutton. Jennie marah kepada dirinya sendiri, dan kini dia hanya bisa memaki dirinya sendiri karena sudah salah mengambil keputusan dan terlibat dalam kehidupan Hutton.Jennie menyesal, andai saja dia tidak serakah dan mengambil keputusan yang s
Genggaman lemah tangan Magnus kian tidak lagi dirasakan tenaganya, Naomi tidak berhenti memandangi wajah Magnus yang terbaring tidak sadarkan diri meski sudah mendapatkan pertolongan.Dokter yang menangani Magnus tidak mengatakan apapun dan hanya bisa menyemangati Naomi seakan memberi isyarat jika kemungkinan keadaan Magnus sudah sangat parah.Naomi mengusap wajah pucat Magnus dengan gemetar, berharap jika sepasang mata Magnus kembali terbuka dan mereka bisa bertatapan.“Masih ada banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah, tolong cepatlah sembuh agar aku bisa memasak untuk Ayah dan menemani Ayah pergi memacing, menghabiskan waktu di danau dengan membawa mobil van. Bukankah itu semua sangat ingin Ayah lakukan?” bisik Naomi dengan suara bergetar. “Aku mohon, buka mata Ayah.”Naomi menyeka air matanya dan menggenggam lebih kuat tangan Magnus, kebingungan semakin membuatnya tidak tahu harus berbuat apa selain menunggu Magnus membuka mata dan berharap jika Axel datang menemuinya.Mungk
Ketika Axel datang ke rumah sakit, dia sudah menemukan keberadaan Armon yang duduk seorang diri. Pemuda itu duduk di kursi terlihat menangis dengan tangan yang terbungkus sapu tangan, Armon tidak beranjak dari tempatnya hanya untuk menunggu kabar Rihana sekarang yang masih belum diketahui kepastiannya.Rihana mengalami kebocoran di kepalanya, dia juga mengalami luka di tulang lehernya yang mengharuskan Rihana menjalani operasi.Armon sangat takut jika terjadi sesuatu kepada ibunya karena sejak Armon mengantar Rihana ke rumah sakit, dia tidak sadarkan diri. “Apa yang sebenarnya telah terjadi?” tanya Axel dengan napas tersenggal usai berlari cukup jauh.Wajah Armon terangkat, pemuda itu mengusap wajahnya yang basah oleh air mata, sulit untuk membendung kesedihan yang dia rasakan, hingga membuat Armon tidak peduli untuk menangis di depan umum meski dia seorang pria.Dengan lemah Armon berdiri.“Duduklah,” titah Axel.Dengan patuh Armon duduk kembali, sementara Axel ikut duduk di samping
Begitu pintu terbuka, tanpa permisi Hutton langsung masuk, dia butuh tempat persembunyian sementara waktu karena Rihana dibawa ke rumah sakit, besar kemungkinan dokter yang menangani dan Armon juga akan melaporkan kejadian malam ini kepada polisi.“Kau memiliki dokter pribadi? Aku butuh bantuan.”“Aku akan menghubunginya.”“Obati luka di tanganku dulu, ini sangat perih,” pinta Hutton seraya melepaskan pakaiannya.“Apa yang sudah kau lakukan?” Tanya Jennie memperhatikan luka yang dimiliki Hutton jauh lebih buruk dari apa yang dilihat.Hutton menjatuhkan dirinya ke kursi usai melepaskan pakaiannya dan hanya menyisakan celana panjang. Setelah cukup banyak menghabiskan waktu bersama Jennie, Hutton merasa tidak perlu lagi berpura-pura menjaga martabatanya, lagipula Jennie juga tidak seterhormat yang terlihat.“Istriku sudah membuat kekacauan, karena itulah aku di seperti ini,” jawab Hutton seraya mengusap kepalanya yang sangat sakit berdenyut. Beruntung saja dia masih bisa menjaga kesadara