Kira-kira gemana reaksi El?
‘Tahan air mata Livyata! Kak Sonia Istrinya, sedangkan aku hanya wanita yang mengandung darah dagingnya, sadar diri Livy!’ batinnya berkecamuk, Livy mematung di depan pintu.“Livy, kamu kenapa?” bisik Dokter Penelope, menyenggol bahu ibu hamil.“Dokter … aku mau ke toilet, sepertinya aku … tidak enak badan,” sahut Livy dengan intonasi pilu.Penelope mengerti bahwa ibu hamil sekaligus teman dan pasiennya ini sedang terluka, segera menutup pintu dengan perlahan. Dokter cantik juga sempat melihat aktifitas pertukaran saliva sepasang suami istri di dalam. “Ayo aku temani Livy,” ajak Penelope menggenggam tangan Livy, khawatir temannya terjatuh dan berakibat fatal bagi kandungan.“Aku banyak merepotkan dokter. Maaf, karena pekerjaan dokter jadi terbengkalai,” ucap ibu hamil bernada ironi.Nasib baik tampaknya tidak akan pernah hadir, Livy sadar, dirinya hanyalah duri dalam pernikahan kakak angkatnya. Ia tidak berhak mendapat perhatian apa lagi cinta dari seorang Donatello Xavier Torres. “A
“Silakan Tuan.” Livy langsung memberikan roti isi untuk El, tangannya bergerak begitu saja, bahkan pandangannya belum terputus dari pria beralis tebal itu. “Aku tunggu di ruangan, datanglah.” El mengerlingkan sebelah mata, kemudian berlalu dari ruang makan.“Apa kali ini aku bisa menghindar?” monolog Livy sembari menatap punggung lebar kakak iparnya.Sebagai rekan bisnis yang baik, Livy mematuhi keinginan investor. Selesai jam sarapan, ia bergegas ke ruangan Presdir Torres Inc, di dalam lift terus menerus menghirup napas, menenangkan diri agar tidak terbawa perasaan.Tiba di depan pintu berukuran besar, sekretaris mempersilakan Livy masuk. Ibu hamil ini berdiri, tidak mendekati El yang menatap penuh kerinduan. Dadanya bergemuruh tak karuan ketika El berdiri dari kursi kebesaran, melepas jas mahal, melonggarkan dasi dan membuka dua kancing atas kemeja. Di mata Livy, El tampak sempurna sebagai seorang pria, lagi, ia terhipnotis dengan penampilan serta senyum kakak ipar.Demi Tuhan, ber
[Kamu tidak apa-apa sayang? Rencanamu terlalu berbahaya.] “Hu’um, aku baik-baik saja. Tidak perlu cemas, kamu di mana? Jangan lama ya karena aku tidak bisa jauh darimu,” manja Sonia menatap lurus ke arah pintu masuk.[Kamu tenang saja, aku harus menyelesaikan pendidikanku, kalau senggang temui aku di sini. Aku mencintaimu Sonia.]Sonia mengangguk walau berkomunikasi via telepon dan kekasihnya tidak bisa melihat. Selesai menelepon, ia kembali naik ke atas ranjang, merebahkan tubuh dan menutupi kaki dengan selimut.**“Anda kenapa Tuan?” tanya Alonso yang duduk di samping Tuan Muda Torres.“Apa paman pernah membujuk seorang wanita yang sedang cemburu?” Seketika kening Alonso yang mulai keriput semakin mengerut, mendengar pertanyaan aneh bos mudanya. Asisten pribadi ini tidak mengerti, siapa wanita yang dimaksud, Sonia atau Livy.“Nyonya Muda atau Nona Livy, Tuan? Saya tidak pernah dicemburui oleh wanita,” tukas Alonso kemudian menelan air liur, melihat sorot mata iba dari El.“Tentu sa
“Kamu tidak mau mengizinkan aku masuk? Tidak sopan!” protes El menahan pintu dengan kedua tangan dan sebelah kaki yang di selipkan.“Ini sudah malam, aku mau istirahat Kak!” balas Livy cemberut, ia juga bingung kenapa harus bersikap seperti ini melihat El dan Sonia berciuman. “Kamu bisa istirahat, aku temani. Memang anak kita tidak merindukan Daddy-nya?” El mengangkat kedua alis, tetapi Livy semakin kuat mendorong pintu hingga El memekik sebab kakiknya kirinya terjepit, “Aargh!”Entah akting atau bukan, yang jelas El tampak … meringis, bahkan kedua tangan tidak menahan pintu lagi. Kesempatan emas Livy menutup pintu dan kabur, tetapi … akhirnya ibu hamil mempersilakan pria di depannya masuk.“Maaf,” cicit Livy nyaris tak terdengar. Ibu hamil ini sungguh merasa bersalah, seandainya kaki El remuk atau patah entah hukuman apa diterimanya. Bisa jadi ia dituntut dan dihukum karena melukai tubuh putra sulung Tuan Leonard Torres.“Aku maafkan dengan syarat … kita saling menerima permintaan m
“Ayo makan yang banyak, Livy!” perintah abuela dan Nyonya Torres secara bersamaan. Kedua wanita itu sangat menyukai Livy, tetapi menjaga sikap juga di depan Sonia.‘Berani sekali dia datang ke sini lagi, sudah bagus kabur. Cari masalah baru, bersiaplah adikku tersayang, kali ini aku tidak akan bermurah hati,’ sinis Sonia dalam hati.“Terima kasih Nyonya, abuela.” Livy melengkungkan senyum setipis helai rambut.Ia duduk di samping abuela, bertepatan di seberang Sonia dan El. Tidak dipungkiri dadanya bergemuruh melihat Sonia bergelayut manja pada lengan kekar El. Akan tetapi Livy punya hak apa? Tidak ada, ia hanya bisa menahan nyeri menjalar ke seluruh tubuh.“Bagaimana kalian bisa bertemu? Aku pikir Livy masih di Cadaques,” ucap abuela pada Nyonya Torres.Seketika bola mata Sonia memelotot, kemudian kembali sayu karena tak ingin rencananya gagal. Model ini bersikap manis, anggun dan menunjukkan siapa pemilik Donatello Xavier Torres.“Oh, aku melihatnya di supermarket. Jadi aku pikir tid
“Apa jaminannya? Aku tidak mau bisnis bodong.” Angkuh Sergio mengulur jawaban. Ia memang, dendam pada mantan istri tetapi Sergio enggan berkerja jika tanpa imbalan.“Aku!” tegas Sonia meyakinkan. “Aku akan membebaskanmu dari tempat ini, tapi … setelah rencananya berhasil, kamu bisa pegang kata-kataku Sergio!” pungkasnya diikuti seringai iblis cantik.“Ok aku setuju, dan jangan lupa Sonia. Kalau kamu melanggar, aku tidak segan menyerang balik!” ancam Sergio demi mendapat apa pun keinginannya.Setelah membeberkan semua rencana serta proses, Sonia bergegas keluar dari rumah tahanan. Wanita cantik ini harus kembali ke salon sebelum para pengawal menyadari jika dirinya menghilang. Setibanya di salon, ia melakukan perawatan ringan, lalu pulang ke mansion.Dalam perjalanan, netra model ini tak sengaja melihat sang suami dan Livy sedang sibuk memilah tanaman di pot. Apakah Sonia cemburu? Bisa ya bisa tidak.“Nikmatilah kesenangan kalian, setelah ini kamu pasti nangis darah Livyata!” desis Soni
“Tidak! Hentikan! Apa yang kalian lakukan?” pekik Livy tertahan di bibir.Bagaimana tidak? Toko rotinya dimasuki belasan mungkin puluhan orang terutama wanita—para ibu. Mereka kompak membawa spanduk bertulisan ‘usir perempuan perebut suami orang’, dan masih banyak lagi dari mereka yang menandatangani spanduk berupa petisi.Membuat Livy tidak bisa masuk ke dalam tokonya sendiri, terlahang oleh kerumunan serta dicegah pegawainya. Sebab aksi para wanita itu cenderung brutal, hal ini tidak baik bagi keselamatan Livy.“Toko rotiku …” cicit Livy memandang nanar pada toko besar yang kini berantakan.“Bu, ayo kita pergi dari sini sebelum mereka mengetahui Bu Livy ada di sini. Bahaya!” ajak pengawas toko membawa Livy menjauh dan mengantarnya ke apartemen.Akan tetapi, setibanya di bangunan sederhana, bukan rasa aman yang diterima, tepat di lobi beberapa orang berkumpul. Mereka sedang membicarakan Livy yang tidak tahu malu menggoda kakak ipar hingga hamil, demi merebut posisi singgasana Nyonya M
“Dad, tapi bagaimana kalau Livy—“ ucap El terpotong.“Sekarang bukan saatnya, pulang dan temui Sonia! Biar Alonso yang mengurus Livy!” perintah Dad Leon tak terbantahkan.Terpaksa El menyetujui, dadanya bergemuruh dan terasa berat, seharian ini ia telah mengabaikan ibu dari anaknya. Sekarang … malah harus pulang karena berita itu, El khawatir pada keadaan Livy.Setibanya di mansion, ia merasa hening dan sepi, El bergegas ke kamar, memeriksa kondisi Sonia. Kening pria ini mengerut saat membuka pintu, karena melihat punggung sang istri bergetar. “Kamu kenapa?” tanya El dingin.“Ternyata ini alasan kamu dan Dad Leon pergi pagi-pagi sekali. Puas kalian! Berita perselingkuhan itu membuat karirku ikut terbawa,” hardik Sonia dengan mata dan hidung yang memerah.“Jangan menangis Sonia. Kemarilah!” El duduk di tepi ranjang, merentangkan kedua tangan dan memeluk istrinya. Ia juga mengecup puncak kepala Sonia, membelai lembut agar wanita ini berhenti menangis.Sedangkan di rumah sakit, Livy ter