Selamat Hari Selasa Selamat beraktifitas 。◕‿◕。
“Ayo makan yang banyak, Livy!” perintah abuela dan Nyonya Torres secara bersamaan. Kedua wanita itu sangat menyukai Livy, tetapi menjaga sikap juga di depan Sonia.‘Berani sekali dia datang ke sini lagi, sudah bagus kabur. Cari masalah baru, bersiaplah adikku tersayang, kali ini aku tidak akan bermurah hati,’ sinis Sonia dalam hati.“Terima kasih Nyonya, abuela.” Livy melengkungkan senyum setipis helai rambut.Ia duduk di samping abuela, bertepatan di seberang Sonia dan El. Tidak dipungkiri dadanya bergemuruh melihat Sonia bergelayut manja pada lengan kekar El. Akan tetapi Livy punya hak apa? Tidak ada, ia hanya bisa menahan nyeri menjalar ke seluruh tubuh.“Bagaimana kalian bisa bertemu? Aku pikir Livy masih di Cadaques,” ucap abuela pada Nyonya Torres.Seketika bola mata Sonia memelotot, kemudian kembali sayu karena tak ingin rencananya gagal. Model ini bersikap manis, anggun dan menunjukkan siapa pemilik Donatello Xavier Torres.“Oh, aku melihatnya di supermarket. Jadi aku pikir tid
“Apa jaminannya? Aku tidak mau bisnis bodong.” Angkuh Sergio mengulur jawaban. Ia memang, dendam pada mantan istri tetapi Sergio enggan berkerja jika tanpa imbalan.“Aku!” tegas Sonia meyakinkan. “Aku akan membebaskanmu dari tempat ini, tapi … setelah rencananya berhasil, kamu bisa pegang kata-kataku Sergio!” pungkasnya diikuti seringai iblis cantik.“Ok aku setuju, dan jangan lupa Sonia. Kalau kamu melanggar, aku tidak segan menyerang balik!” ancam Sergio demi mendapat apa pun keinginannya.Setelah membeberkan semua rencana serta proses, Sonia bergegas keluar dari rumah tahanan. Wanita cantik ini harus kembali ke salon sebelum para pengawal menyadari jika dirinya menghilang. Setibanya di salon, ia melakukan perawatan ringan, lalu pulang ke mansion.Dalam perjalanan, netra model ini tak sengaja melihat sang suami dan Livy sedang sibuk memilah tanaman di pot. Apakah Sonia cemburu? Bisa ya bisa tidak.“Nikmatilah kesenangan kalian, setelah ini kamu pasti nangis darah Livyata!” desis Soni
“Tidak! Hentikan! Apa yang kalian lakukan?” pekik Livy tertahan di bibir.Bagaimana tidak? Toko rotinya dimasuki belasan mungkin puluhan orang terutama wanita—para ibu. Mereka kompak membawa spanduk bertulisan ‘usir perempuan perebut suami orang’, dan masih banyak lagi dari mereka yang menandatangani spanduk berupa petisi.Membuat Livy tidak bisa masuk ke dalam tokonya sendiri, terlahang oleh kerumunan serta dicegah pegawainya. Sebab aksi para wanita itu cenderung brutal, hal ini tidak baik bagi keselamatan Livy.“Toko rotiku …” cicit Livy memandang nanar pada toko besar yang kini berantakan.“Bu, ayo kita pergi dari sini sebelum mereka mengetahui Bu Livy ada di sini. Bahaya!” ajak pengawas toko membawa Livy menjauh dan mengantarnya ke apartemen.Akan tetapi, setibanya di bangunan sederhana, bukan rasa aman yang diterima, tepat di lobi beberapa orang berkumpul. Mereka sedang membicarakan Livy yang tidak tahu malu menggoda kakak ipar hingga hamil, demi merebut posisi singgasana Nyonya M
“Dad, tapi bagaimana kalau Livy—“ ucap El terpotong.“Sekarang bukan saatnya, pulang dan temui Sonia! Biar Alonso yang mengurus Livy!” perintah Dad Leon tak terbantahkan.Terpaksa El menyetujui, dadanya bergemuruh dan terasa berat, seharian ini ia telah mengabaikan ibu dari anaknya. Sekarang … malah harus pulang karena berita itu, El khawatir pada keadaan Livy.Setibanya di mansion, ia merasa hening dan sepi, El bergegas ke kamar, memeriksa kondisi Sonia. Kening pria ini mengerut saat membuka pintu, karena melihat punggung sang istri bergetar. “Kamu kenapa?” tanya El dingin.“Ternyata ini alasan kamu dan Dad Leon pergi pagi-pagi sekali. Puas kalian! Berita perselingkuhan itu membuat karirku ikut terbawa,” hardik Sonia dengan mata dan hidung yang memerah.“Jangan menangis Sonia. Kemarilah!” El duduk di tepi ranjang, merentangkan kedua tangan dan memeluk istrinya. Ia juga mengecup puncak kepala Sonia, membelai lembut agar wanita ini berhenti menangis.Sedangkan di rumah sakit, Livy ter
“Kamu di mana, Sayang?” tanya El menggebu, ia sedikit bernapas lega.Setelah panggilan kesepuluh, akhirnya Livy menerima telepon. Pria ini kembali ke mobil dan memerintah Sonia untuk tidak bersuara, bahkan tatapan matanya begitu dingin.[Aku di taman rumah sakit, Kak.]“Tunggu aku di sana! Jangan ke mana-mana sebelum aku datang, mengerti?!” perintah El mengacung jari mengarah kepada Sonia.Model cantik ini menganga lebar, menatap tidak percaya karena El nekat menemui Livy. Padahal skandal diantara mereka belum reda, Sonia memutar bola mata, bersedekap dada dan berdecih.“Kamu mau meninggalkan aku lagi? El a—““Kamu istriku dan Livy ibu dari anakku, puas?! Dia juga memiliki hak mendapat perhatian dan perlindungan. Sebagian dari diriku sedang berjuang tumbuh demi terlahir ke dunia, ingat itu Sonia!” El tidak menerima bantahan atau beradu argumen.Saat ini, presdir rupawan hanya ingin menemui Livy. Meskipun mendapat laporan kondisi sang kekasih baik-baik saja, tetapi El tidak puas.Kuda b
“Tidak boleh!” El mengeratkan tangan di pinggul Livy, menatap penuh peringatan pada wanitanya. “Untuk apa ayahmu mengirim pesan? Biasanya juga tidak.”“K-kenapa Kak? Aku lama tidak ketemu ayah,” keluh Livy.Walau Tuan Fabregas lebih menyayangi Sonia, tetapi Livy menghargai serta berterima kasih pada pria paruh baya yang merawatnya sejak kecil. Ia sadar diri, diperlakukan berbeda karena hanya anak angkat yang diadopsi untuk menemani Sonia, bukan disayangi.“Hari ini kamu baru keluar dari rumah sakit, besok mau keluyuran lagi? Sayangi dirimu Livy! Setidaknya istirahat dua atau tiga hari. Aku tidak mau kamu sakit lagi!” tegas El lantas membalik tubuh, merubah posisi hingga kini mengukung Livy.Seketika bola mata coklat melebar, ibu hamil ini geleng-geleng kepala. Jelas sekali beberapa detik lalu El mengatakan padanya untuk istirahat, tetapi sekarang apa? Pria ini malah menatap damba dirinya.“Kak, jangan macam-macam. A-aku belum bisa.” Livy memalingkan wajah tetapi semburat merah teramat
“Tapi setelah ku pikir …” Sonia mencondongkan tubuh. Mendorong adik angkatnya hingga Livy nyaris kehilangan keseimbangan. “Lebih anak sialan itu tidak pernah melihat dunia. Bukankah bebanmu berkurang adikku sayang?” seringai Sonia.“Apa Kakak tidak punya hati?” tanya Livy suaranya bergetar antara marah, dendam, dan sakit hati bercampur menjadi satu.Satu jam lalu, Sonia yang datang lebih awal menjenguk ayahnya ke rumah sakit, mendengar keluh kesah mengenai kehamilan Livy. Pria paruh baya itu takut El menceraikan putri sematawayangnya, sehingga keberadaan janin dalam kandungan adalah ancaman besar.Apa lagi Sonia belum hamil hingga sekarang, menambah beban pikiran Tuan Fabregas yang ingin mempertahankan hak dan posisi Sonia. Bahkan Pria berkulit hampir keriput menyesal telah mengadopsi Livy, kedua orang ini pun berdiskusi mencari pemecahan masalah agar lekas tuntas.“Ayah tenang saja, kita bisa memaksa menggugurkan kandungannya atau merebut bayinya dan … membunuh Livy setelah melahirkan
“Selamat pagi, Kak.” Livy tersenyum manis lalu meletakkan sebotol air di atas meja.Manik coklatnya terkesima, dimanjakan oleh pemandangan menyegarkan pagi hari. Selesai menyiapkan sarapan kesukaan El, Livy menghampiri pria ini di ruang olahraga. “Pantas saja badan Kakak bagus, penthouse ini punya fasiltas lengkap. Tidak perlu pergi ke pusat kebugaran, jadi bisa hemat waktu.” Livy melirik setiap alat gym yang tersusun rapi.“Tidak juga, terkadang ke sana untuk mencari suasana baru. Setelah kamu melahirkan kita olahraga bareng, aku bisa menjadi …” El merengkuh pinggang Livy, menariknya hingga merapat padu tak berjarak, bahkan keringatnya pun menempel pada gaun tidur ibu hamil.“Menjadi apa?”“Tentu saja menjadi personal trainer terbaikmu, sayang. Apa lagi?” Seringai El berusaha mencari kesempatan di setiap waktu.Seketika Livy menggeleng cepat, kemudian menyampirkan telapak tangan pada bahu kokoh berkeringat. Mengusap dan memijat area itu secara perlahan, lalu berusaha menggelitik El.