Sasha mencoba melepskan pelukan Kevin di pinggangnya, tetapi pria itu justru mengeratkan pelukannya. “Lepaskan!”Kevin menundukkan kepala berbisik di telinga Sasha. “Kenapa mau pergi? Apa kamu pikir saya akan mengulang apa yang terjadi malam itu?” bisik Kevin dengan suara serak.Sasha menggigit bibir menahan desahan yang hampir keluar dari bibirnya. Kevin dengan segaja mencium pundaknya yang terbuka. “Anda salah orang! Saya baru pertama kali bertemu dengan Anda. Tadi saya sempat berfikir kalau Anda itu adalah teman saya. Karena wajah kalian yang hampir mirip, tetapi ternyata bukan,” ucao Sasha.Tangan Sasha terulur mencoba untuk menjauhkan wajah Kevin dari pundaknya. Namun, pria itu bergeming, ia justru mencium pipi Sasha sekilas. Membuat Sasha mengangkat wajahnya melayangkan tatapan galak. Hal itu justru dimanfaatkan Kevin untuk memberikan ciuman di bibirnya.“apa-apaan Anda ini!” seru Sasha.Ia mendorong dengan kasar Kevin, hingga menjauh darinya. Begitu berhasil ia langsung berlar
“Tu-tuan! Tolong jangan bertengkar di sini. Kita tidak ingin menjadi bahan tontonan, bukan?” pinta Sasha dengan tatapan memohon.Lukman mendelik ke araah Sasha, ia merasa istrinya itu sudah merendahkan dirinya. Menganggap ia tidak mampu menghadapi Kevin.Kevin mengamati pasangan suami istri itu secara bergantian. Ia memang bermaksud untuk membalas dendam kepada kedua pasangan itu. Namun, ia tidak suka kalau ada lelaki yang menyakiti perempuan secara fisik.“Ingat, Lukman! Saya tidak ingin melihat kau bermain fisik kepada istrimu.” Kevin membalikkan badan. Meninggalkan kedua pasangan itu yang tetap berdiam di tempat mereka berdiri.Sashalah yang memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka berdua. Dengan suara lemah ia berkata, “aku ingin pulang saja. Terserah kalau kau ingin tetap berada di tempat ini.”Lukman mendengus kasar, meraih lenagn Sasha dan mencekalnya dengan kasar. “Kita pulang bersama-sama.”Keduanya berjalan keluar dari ballroom tersebut. Sasha merasa punggungnya
Tangan Sasha bergetar hebat, hingga ponsel yang ada di tangannya hampir terjatuh. ‘Astaga! Dari mana pria itu mengetahui nomor ponselku? Tidak mungkin Mas Lukman memberikannya.’Dihapusnya pesan itu dan diblokirnya kontak dari orang yang mengirimkan pesan. Yang ia duga berasal dari Kevin.Diletakkannya ponsel di atas kasur dan ia hendak menuju kamar mandi. Namun, ponselnya berdering. Hingga ia membalikkan badan mengangkat ponsel itu.‘Dari nomor tidak dikenal. Sebaiknya kuabaikan saja,’ batin Sasha.Ia berjalan kembli menuju kamar mandi. Dilepakanya pakaian yang melekat di badan. Dinyalakannya pancuran dan ia berdiri di bawahnya. Air yang dingin terasa menusuk kulit Sasha. Namun, ia tidak peduli. Digosoknya bibir yang tadi dicium Kevin. ‘Aku harus menjauhkan diriku dari pria itu. Ia berbahaya untuk keamanan hati dan ketenangan rumah tanggaku. Aku harus bisa mencari cara menghindari pria itu saat mengikuti mas Lukman di lokasi proyek.’Sasha mencoba menebak alasan sesungguhnya yang
Bahu Sasha terkulai lemah, ia berjalan mundur sembari melayangkan tatapan sedih. “Kapan semua masalah ini akan berakhir? Semua bermula dari permintaanmu dan berujung pada diriku yang menjadi tersangka untuk semua kekacauan yang ditimbulkan.”Hanya suara gumaman yang tak jelas terlontar dari bibir Lukman. Pria itu terbaring di lantai dengan dengkuranya terdengar nyaring.Sasha berjalan menaiki tangga menuju kamar. Diambilnya bantal dan selimut, kemudian dibawanya ke luar kamar. Sesampai di dekat Lukman, ia memasangkan bantal dan selimut di badan suaminya itu. Setelahnya Sasha berjalan menuju sofa yang tidak jauh dari situ.Duduk di sofa dalam gelap karena lampu sudah dimatikannya kembali. Sasha memandangi Lukman yang terlihat damai dalam tidurnya. Disenderkannya punggung pada sandaran sofa dengan mata terpejam. Tidak terasa Sasha jatuh tertidur di sofa itu.‘Ah! Kenapa kepalaku rasanya berputar-putar.’ Lukman memijat kepalanya yang terasa sakit. Perutnya terasa mual membuat ia bergega
Wajah Kevin langsung berubah, aura kemaharan tampak jelas terlihat di matanya. “Kau lupa dengan peringatanku! Tidak ada rasa cemburu. Kau boleh pergi dan tidak usah menemuiku lagi.”Sontak saja wanita itu menjadi terkejut matanya terlihat berkaca-kaca. Ia berlari menghmbur kepelukan Kevin yang tidak membalas. Dan wajahnya pun terlihat dingin seakan tidak tersentuh.“Sa-sayang! Aku minta maaf sudah berkata seperti itu. Sungguh aku tidak memiliki rasa cemburu sama sekali kepada wanita itu. Tolong jangan kau ambiil hati apa yang kukatakan tadi,” gagap wanita itu.Kevin mendorong pelan badan wanita yang pernah menjadi kekasihnya itu. “Sayangnya apa yang sudah kuucapkan tidak akann kutarik lagi. Hubungan kita sudah cukup sampai di sini saja.” Kevin berjalan pergi meninggalkan wanita itu yang terdiam. Air mata wanita itu mengalir dengan deras, tetapi Kevin sama sekali tidak peduli. Mereka sudah memiliki kesepakatan di awal hubungan. Dan ia berhak mengakhirinya, setelah wanita itu berulah
Ponsel yang ada di tangan Sasha terjatuh ke lantai. Badannya bergetar hebat karena merasa gugup. “M-mas Lukman! Mas mengagetkanku. Itu tadi nomor yang tidak dikenal terus saja meneleponku. Karena tidak mau mengganggu Mas yang sepertinya masih mengantuk aku mengangkatnya di sini.”Lukman memicingkan mata menatap Sasha dengan sorot menyala penuh amarah. Ia menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya kembali dengan kasar. “Apa kamu pikir aku bodoh percaya begitu saja yang kau katakan? Katakan siapa pria itu?” tanya Lukman dengan gigi gemeretak.Sasha menelan ludah dengan sukar. Bibirnya terasa kering dan lidahnya menjadi kelu sukar untuk ia gerakan. Tapak tangannya berkeringat dingin tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada suaminya. Melihat Sasha yang hanya bisa diam saja membuat emosi Lukman menjadi semakin tersulut. Ia memegang pundak Sasha, kemudian mengguncangnya dengan kasar. “Cepat katakan! Jangan buat aku semakin naik darah!” bentak Lukman.“A-aku tidak berbohong sa
Bibir Lukman membentuk garis tipis, ia melepaskan pelukannya di tubuh Sasha. “Aku yang akan mengangkat telepon itu. Dan mencari tahu siapa yang sudah menghubungimu.”Lukman berjalan menuju wastafel diambilnya ponsel Sasha. Ia mengangkat ponsel itu dan mengerutkan kening saat melihat nomor kontak yang menghubungi istrinya.“Ibu Panti! Angkatlah. Aku akan mandi duluan. Hilang sudah hasratku untuk bercinta,” gerutu Lukman.Sasha menahan senyuman yang hampir saja terbit di sudut bibirnya. Ia menerima ponsel yang disodorkan ke tangannya oleh Lukman. Sementara satu tangannya yang lain meraih jubah mandi yang tergantung.Sambil memakai jubah ittu ia menerima panggilan telepon dari ibu panti. ‘Halo, Bu! Apakah keadaan di panti baik-baik saja?’Terdengar bunyi gemerisik suara langkah kaki yang diseret terdengar di ujung sambungan telepon. Sebelum pada akhirnya berganti dengan suara ibu panti.‘Ibu meneleponmu untuk mengucapkan terima kasih, atas kiriman bingkisan untuk anak-anak panti yang kau
Sasha melototkan mata mulutnya terbuka, kemudian ia tutup kembali. “Saya tidak bisa menerima tamu di saat suami saya tidak berada di rumah.”Kevin menyunggingkan senyum tipis. “Apakah kau ingin tahu bersama siapa saat ini suamimu?” Sasha menggeleng, ia tidak ingin mengetahuinya. Karena dirinya percaya Lukman suami yang setia dan tidak akan mengkhianati pernikahan mereka.Setelah beberapa saat dengan sifat keras kepala Sasha, yang tidak mengijinkan Kevin masuk. Ia mengalah. “Baiklah, kalau begitu, aku akan pergi. Sampai jumpa di lokasi proyek. Aku tahu kamu pasti tidak sabar untuk bertemu denganku di sana.”Sebelum Sasha sempat menghindar, ia merasakan tarikan di pinggangnya. Hingga ia terjatuh kepelukan hangat Lukman. “Kau bisa membandingkan ciuman siapa yang jauh lebih hebat. Aku atau suamimu?”Mulut Sasha terbuka mendengarnya dan hal itu dimanfaatkan oleh Kevin. Ia mencium bibir Sasha dalam sebuah ciuman lembut dan dalam.Respon Sasha yang pada awalnya menolak berubah membalas apa
Sasha menggeliatkan badan mencoba menghindari cumbuan Kevin. “Tolong, jangan buat aku merasa diriku begitu hina dan rendah. Karena merasa tubuhkulah yang membuatmu menginginkanku.”“Argh!” erang Kevin kesal.Ia beranjak menjauh dengan tangan mengacak rambutnya, hingga menjadi berantakan. “Sebaiknya kita memang tinggal terpisah untuk sementara waktu. Karena aku yang tidak bisa menahan diriku menyentuhmu. Sementara kamu jelas tidak menganggap rendah hal itu.”Kevin berjalan cepat keluar dari kamarnya dan hampir saja menabrak pelayan di rumahnya. Dengan suara dingin ia berkata, “Tolong jaga baik-baik calon istri dan calon anak kami yang sedang dikandungnya. Kabarkan kepada saya keadaan Sasha kapan saja. Saya akan tinggal di apartemen.”Pelayan Kevin tertegun mendengarnya. Sebelum ia dapat menjawab perintah dari tuannya itu. Kevin sudah berlalu pergi menuruni tangga dengan cepat.Sesampai di luar rumah sopir pribadi Kevin dengan sigap membukakan pintu mobil untuknya. Mobil meluncur menuju
Kevin menyembunyikan wajah Sasha dalam pelukan hangatnya. Satu tangannya merapikan tali gaun Sasha yang merosot, karena ulah tangannya. “Tenanglah! Aku akan membereskan masalah ini. Kau tidak perlu merasa bersalah dan gemetaran, karena ulah Lukman.”Sasha merasa bersyukur Kevin tidak membiarkan kamera wartawan memotretnya di saat penampilannya berantakan. Ia dapat merasakan Kevin melepas jas yang dipakainya untuk ia sampirkan di pundak Sasha.Kevin membalikkan badan menghadap wartawan yang siap dengan kamera, alat perekam, serta microphone mereka.“Kalian sudah melanggar privasi. Demi mendapatkan berita yang berasal dari sebuah gosip. Apakah kalian tau, kalau pria bernama Lukman yang menjadi naras umber kalian adalah seorang buronan? Sekarang katakan kepada saya di mana pria itu bersembunyi dan berikan nomor teleponnya kepada pihak berwajib atau pengacara saya!” tegas Kevin.Dipandanginya dengan tajam dan wajah dingin para wartawan yang mengerumuninya. Ia menatap mereka satu persatu.
Sasha membuka mulut lalu membekapnya dengan tangan, Air matanya jatuh berlinang, ia tidak menyangka Kevin akan mengungkapkan isi hatinya. “A-aku tidak tahu,” sahut Sasha dengan suara tersendat,Kevin meraih jemari Sasha kebibirnya untuk ia kecup jari-jari tangan Sasha. Satu demi satu dengan penuh kelembutan. “Apakah kau tidak percaya dengan apa yang kukatakan kepadamu? Aku tidak berbohong, Sha! Aku memang bodoh, karena terlambat menyadari perasaanku untukmu.”“A-aku percaya kepadamu, karena aku dapat merasakannya. Sayangnya cinta kita tidak dapat bersatu, karena aku masih terikat pernikahan,” lirih Sasha.“Aku akan menemukan Lukman, sekalipun aku harus memasuki hutan dan menyelam lautan. Aku akan menemukan keberadaan pria brengsek itu!” ucap Kevin dengan penuh tekad.Sasha menggelengkan kepala mengusir bayangan kekusutan masa depannya. Seandainya ia tidak berhubungan dengan Kevin. Kehamilannya tidak akan menjadi masalah yang besar. “Kita tidak boleh terlihat bersama, hingga bayi yang
Sasha menyunggingkan senyum lemah ke arah wanita itu. Bagaimana mungkin Kevin akan menikarhinya, ia hanyalah pemuas nafsu pria itu. Selain itu dirinya masih berstatus sebagai istri Lukman di mata hukum.“Tidak akan ada pernikahan di antara kami. Maaf, mengecewakan Bibi,” sahut Sasha, setelah terdiam selama beberapa saat.Sesampai di depan pintu sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Pelayan itu mengatakan, jika kamar itu menjadi kamar Sasha. Selama ia berada di rumah tersebut.Dibukanya pintu kamar memperilihatkan ruangan yang tertata rapi. Dilangkahkannya kaki memasuki kamar tersebut.‘Apakah keputusanku tepat dengan berada di rumah ini? Bagaimana, kalau keputusan yang kuambil justru hanya membuatku berada dalam masalah yang lebih besar.’ Sasha membaringkan badan di atas ranjang.Ia sangat lelah dan ingin mengistirahatkan fisik, serta fikirannya dari keruwetan yang terjadi. Semenjak terlibat dalam hubungan terlarang dengan Kevin, ia selalu berada dalam bayang-bayang masalah yang t
Ponsel yang ada di tangan Sasha tergelincir jatuh ke permadani yang menutupi lantai. Kevin langsung mengambil ponsel itu. Wajahnya terlihat dingin dengan mata memperlihatkan kemarahan. ‘Kau tidak akan pernah bisa bertemu atau pun menyakiti Sasha!”Kevin meraih Sasha kepelukannya dan kali ini wanita itu tidak melakukan penolakan. Ia terlihat pasrah dalam pelukan Kevin.“Sekarang kau sudah tidak usah ragu lagi untuk tinggal denganku. Bisa saja Lukman dan kekasihnya akan berlaku jahat kepadamu untuk membalas dendam. Kau tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, bukan?” Kevin meregangkan pelukan Sasha di pinggangnya.Sasha mengangkat wajah, sampai matanya bertemu dengan mata Kevin. “Aku merasa malu, karena suamiku secara terang-terangan lebih memilih selingkuhannya daripada diriku. Ia juga tega sekali membentakku.”Mungkin, karena pengaruh dari kehamilannya. Hingga Sasha berubah menjadi begitu sensitif, serta cengeng. Tubuhnya memiliki keinginannya sendiri yang tidak bisa ia kendalikan.D
Sasha membuka matanya, melalui cermin tatapannya dan Kevin bertemu, “Aku tidak sedang hamil dan aku bisa pergi sendiri ke rumah sakit untuk memeriksakan diriku, jika memang diperlukan!”Kevin menatap tajam Sasha, ia merasa jengkel dengan sikap keras kepala wanita itu. Yang menolak perhatian darinya. Wanita itu berlagak bersikap mandiri bisa mengatasi semua masalahnya seorang diri.“Jangan keras kepala, Sha! Aku tahu kamu pada saat ini sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Setidaknya diriku bisa menjadi teman untukmu, karena hanya itu yang bisa kutawarkan saat ini.” Kevin mengambil tissue gulung membersihkan untuk membersihkan wajah Sasha.Kembali Sasha memejamkan mata, seandainya saja kondisi fisik dan mentalnya dalam keadaan baik. Ia tidak akan terlihat begitu menyedihkan seperti ini.Tiba-tiba saja pandangan Sasha menjadi buram, kakinya goyah tidak sanggup menopang tubuhnya lagi. Hingga ia limbung hendak jatuh ke lantai, tetapi Kevin dengan sigap menangkap pinggang Sasha m
Sasha tersenyum keut dengan lirih ia berkata, “Aku hanya menjadi objek pemuas nafsumu saja selama ini. Terima kasih, sudah berkata jujur, walaupun terasa amenyakitkan menerima kebenaran yang kau berikan. Maaf, hati dan perasaanku bukan untuk percobaan dari perasaanmu!”“Argh!” erang Kevin nyaring.Ia memukulkan kepalan tangannya pada dinding, hingga tangannya menjadi terluka dan berdarah. Namun, ia tidak peduli. Karena dirinya membenci kesalahpahaman dari apa yang ia katakan kepada Sasha.Sasha berjalan mundur, karena merasa takut. Ia tidak berani melihat wajah Kevin yang tadi sempat dilihatnya merah dikarenakan emosi.“Aku tidak menganggapmu sebagai pemuas nafsu semata! Pahamilah, kalau apa yang kuraakan kepadamu itu terlalu rumit untuk bisa kujabarkan. Aku lebih suka kau menyebut apa yang kita berdua rasakan sebagai gairah yang alamiah antara pria dan wanita.” Kevin menatap Sasha dengan lembut.Sasha tertawa sumbang. Ia menertawakan kebodohan dirinya yang sempat berfikir, jika perci
Sontak saja Sasha membelalakkan mata menatap tidak percaya Kevin. “Kamu terlalu percaya diri. Apa kamu pikir aku sekarang masih menyukaimu? Tentu saja tidak! Aku membencimu dan tidak ingin melihat wajahmu lagi.”Kevin menyunggingkan senyum yang terlihat misterius. Ia berjalan mendekati Sasha berhenti tepat di hadapan wanita itu. Di mana jarak antara keduanya begitu rapat. Hembusan nafas hangat Kevin menerpa wajah Sasha.Membuat wanita itu tanpa sadar memejamkan mata meresapi aroma parfum yang dipakai Kevin. Ia terhanyut dengan kenangan akan parfum tersebut. Hal yang seharusnya ia lupakan, karena hanya membuat terluka saja.Suasana intim itu terganggu dengan perut Sasha yang berbunyi nyaring. Membuat Kevin tertawa dengan keras, sementara Sasha menjadi malu dengan wajah bersemu merah.Kevin menangkap tangan Sasha yang memukul dadanya. Ia menarik tangan itu, hingga Sasha jatuh ke dalam pelukannya.“Aku lebih suka kau yang marah seperti ini, dibandingkan dengan dirimu yang bermuram durja.
‘Brensek! Kau harus menemukan keberadaan Lukman jangan sampai ia menghilang begitu saja. Kau melapor, kalau sudah menemukan keberadaan pria itu dan kekasihnya!’ bentak Kevin, melalui sambungan telepon.Suasana hati Keviin menjadi semakin buruk saja. Ia mengerang dengan nyaring melampiaskan rasa marahnya. Dengan cepat ia mengambil keputusan, kalau dirinya harus mendatangi Sasha. Tidak peduli wanita itu akan menolak kedatangannya.Disambarnya jaket yang tergantung di dinding dengan langkah cepat ia berjalan keluar kamar, sambil memasang jaketnya.Sopir Kevin yang baru saja membaringkan badan di sofa menjadi terkejut melihat kehadiran Kevin. “Apakah kita akan pergi, Pak?”“Tidak! Kita tidur,” ketus Kevin.Bergegas sopir itu bangun dari berbaringnya, sambil menguap. Pada saat ia berjalan menuju pintu Kevin menegurnya galak.“Saya tidak mau mendapat celaka dengan kamu yang mengemudi dalam keadaan mabuk! Cuci mukamu dahulu baru kita berangkat,” tegur Kevin galak.Sopir Kevin mengangguk, ia