Beranda / Romansa / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Laura tidak Mencintai Smith

Share

Laura tidak Mencintai Smith

Penulis: Senja Berpena
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 23:07:17

"Kenapa kau berpikir seperti itu?" tanya Vincent, suaranya sarat dengan ketegangan, sementara matanya menatap Louis dengan sorot tajam yang seperti menyelidik hingga ke dasar jiwanya.

Louis menghela napas panjang, sorot matanya datar namun mengandung gelombang emosi yang ia sembunyikan.

“Hanya insting saja. Bukankah dia memang selalu mencari cara untuk mengakhiri pernikahannya dengan Smith? Jangan memaksanya untuk kembali, Dad,” ucapnya dengan nada yang berusaha terdengar tenang, meskipun ada kerikil kecil yang menggoreskan luka di setiap katanya.

Vincent membuang muka, matanya beralih ke sudut ruangan yang hening, seolah enggan menerima kenyataan yang Louis coba ungkapkan.

“Kau tidak tahu apa-apa, Louis,” balasnya dingin, seperti mencoba menutupi gemuruh hatinya sendiri.

“Aku tahu, Dad,” tukas Louis, suaranya semakin dalam, penuh dengan tekad yang tak bisa dibendung. “Aku tahu kau ingin memisahkan Smith dengan Stella. Tapi jangan mengorbankan Laura. Dia tidak mencintai Smith, Dad!”

"
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   In Your Dream!

    Jam di dinding berdetak dengan irama yang menekan, menunjuk tepat pukul sembilan pagi.Ruang kerja Smith, yang biasanya tenang, mendadak terusik oleh suara pintu yang terbuka tanpa aba-aba. Louis melangkah masuk dengan langkah tegas, namun menyimpan keraguan di sudut hatinya.Smith, yang tengah merapikan dokumen dengan gerakan metodis, mengangkat kepalanya perlahan, pandangannya bersinggungan dengan wajah identik adiknya.Sorot matanya datar, seolah Louis hanyalah gangguan kecil dalam rutinitasnya yang monoton. “Ada apa?” tanyanya, nadanya dingin seperti embun pagi yang menusuk kulit.Louis terdiam, hanya berdiri mematung di tempatnya. Dalam hatinya, suara janji pada Laura menggema bagai mantra yang mengikat. ‘Aku sudah berjanji pada Laura untuk tidak memberitahu keberadaannya,’ ucapnya dalam batinnya yang bergetar.Smith kembali menunduk, jemarinya sibuk merapikan tumpukan kertas. “Jika tidak ada kepentingan, sebaiknya keluar dari ruanganku,” ujarnya tajam tanpa menoleh sedikit pun.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tolong Beri Aku Waktu

    Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Smith melangkah dengan langkah berat menuju ruangan ayahnya.Pintu ruangan itu terasa lebih besar dari biasanya, seolah menjadi penghalang terakhir antara dirinya dan pengampunan yang ia harapkan.Ia membuka pintu perlahan, memperlihatkan Vincent yang duduk dengan tubuh tegap di balik mejanya, sorot matanya setenang samudra, namun sedingin gunung es.Smith berdiri tegak di depan ayahnya, tubuhnya terasa kecil di hadapan figur yang tampak tak tergoyahkan. “Beri aku waktu, Dad,” ucapnya pelan, hampir seperti bisikan, namun sarat dengan permohonan.Vincent menaikkan satu alisnya, tatapannya tajam, menembus hingga ke dasar hati Smith. “Apa?” tanyanya dengan nada datar, seolah tidak memahami, atau mungkin tidak ingin memahami, permohonan itu.Smith menghela napas kasar, suara itu menggema di ruang yang sepi. “Beri aku waktu untuk membuktikan bahwa aku akan menemukan keberadaan Laura,” katanya, kali ini dengan nada yang lebih tegas, meskipun tetap terseli

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Api Emosi Smith

    Satu minggu berlalu …Di dalam mobil yang terparkir di basement kantor, Smith duduk diam seperti patung yang terkubur dalam bayangan kegelapan.Waktu sudah menunjuk angka lima sore, tetapi ia baru saja tiba di kantor setelah seminggu penuh bergelut dengan pencarian tanpa arah.Tubuhnya terlihat utuh, tetapi jiwanya telah terkikis, lapis demi lapis, oleh rasa putus asa yang semakin menghantui.Kedua tangannya mencengkeram setir dengan lemah, seolah itu satu-satunya hal yang dapat menahan dirinya dari runtuh sepenuhnya.Kepalanya menunduk dalam kelelahan, dan matanya yang suram hanya mampu menatap kosong pada dasbor mobilnya.“Ke mana lagi aku harus mencarimu, Laura?” bisiknya pelan, nyaris seperti angin yang berembus lirih. “Apa kau benar-benar menyerah dan tidak ingin memaafkanku?”Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan yang hampir habis. Ketika ia baru saja hendak membuka pintu mobil, pandangannya tertuju pada sebuah mobil lain yang baru saja masuk ke basement. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Langkahi dulu Mayatku!

    “Jadi, istriku sedang hamil?” tanya Smith, suaranya serak seperti embusan angin yang membawa serpihan dingin dari masa lalu.Ia menatap dokter dengan mata yang menyiratkan badai—kemarahan, kebingungan, dan sedikit rasa bersalah yang tak ingin diakuinya.“Benar, Tuan,” jawab dokter dengan nada datar, seperti lembaran salju yang jatuh tanpa suara.“Usianya sudah menginjak dua belas minggu. Kondisi pasien dan bayinya dalam keadaan lemah. Dia harus dirawat beberapa hari di sini.”Kata-kata dokter itu seperti gemuruh petir di telinga Smith. Ia mengepalkan tangannya erat-erat, seolah dengan itu ia bisa menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya.Rasa marah itu begitu pekat, seperti arus deras yang mengalir tak terhentikan. Laura—wanita yang telah menghilang dari hidupnya—ternyata membawa anaknya, darah dagingnya, tanpa sepatah kata pun.“Kau juga, Louis!” Smith menoleh tajam, suaranya kini meledak seperti lonceng peringatan di tengah malam kelam.Ia menunjuk wajah Louis dengan jari yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Sentuhan Hangat Tangan Smith

    “Dengan senang hati, Smith,” bisik Louis, suaranya mengalun seperti nada piano yang sengaja dimainkan dengan nada sumbang, penuh tantangan dan rasa percaya diri yang memancing amarah.Smith menatapnya dengan mata yang penuh tanda tanya. Kenapa Louis selalu senang mengambil miliknya? Stella—hanya Stella yang tidak pernah disentuh oleh pria itu. Sisanya, semua yang berharga baginya seperti menjadi trofi dalam permainan ego Louis.“Smith?”Sebuah suara lembut memecah lamunannya. Ia segera menoleh, menemukan Laura yang perlahan membuka matanya. Ada kelelahan di sana, tetapi juga kekuatan yang selalu membuat Smith takjub, meski ia tak mau mengakuinya.Tanpa berpikir panjang, Smith menghampirinya dan duduk di samping tempat tidur rumah sakit itu. “Apa yang kau lakukan di sini, Smith?” tanya Laura, suaranya hampir seperti bisikan.Ia menatapnya, tatapan yang mengandung kebingungan dan sedikit rasa tak percaya. “Dari mana kau tahu aku di sini?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang sedikit leb

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Biarkan Aku Pergi

    “Ya,” jawab Laura, suaranya setenang malam tanpa bintang, namun di dalamnya tersembunyi badai emosi yang enggan ia tunjukkan.Ia menatap wajah Smith, matanya menyusuri setiap lekuk ekspresi terkejut yang belum sepenuhnya hilang dari pria itu.“Aku bekerja di sana setelah pergi dari hidupmu. Dan aku juga tahu bahwa kau adalah teman kuliah Rafael. Tapi, aku tidak memberitahu Rafael bahwa kau adalah suamiku.”Kata-kata itu menggantung di udara, seperti awan gelap yang menutupi mentari pagi. Smith masih terpaku, seolah pikirannya sedang merajut potongan-potongan informasi yang baru ia dengar.Laura menunduk sejenak, sebelum kembali menatap Smith. Tatapannya lembut, tetapi ada kekuatan yang tak kasatmata di baliknya.“Namun, kedatangan Louis ke hotel itu dan menemukanku di sana, akhirnya membuat Rafael tahu bahwa kau telah menikah … denganku, bukan dengan Stella.”Smith menarik napas panjang, helaan itu seperti badai yang mencoba mereda, meski riak-riak kecil masih mengganggu kedamaian hat

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Akan Melakukan apa pun

    “Tidak!” Smith menggelengkan kepalanya dengan tegas, suaranya meletup seperti petir di tengah badai, seraya menatap wajah Laura yang seolah dipahat dari batu pualam—dingin, namun rapuh di bawah permukaannya.“Aku sudah susah payah mencarimu, Laura. Dan kau memintaku untuk membiarkanmu pergi begitu saja?” Ada nada getir yang menyelinap di antara kata-katanya, ketegangan yang membuat udara di antara mereka terasa berat seperti kabut.“Atau kau sebenarnya mencintai Louis?” lanjut Smith, suaranya berubah rendah, tetapi penuh dengan tuduhan yang menusuk seperti belati tajam.Laura menoleh cepat, matanya melebar, sementara keningnya mengkerut seperti kain yang terlipat kasar.“Apa maksudmu, Smith? Kenapa kau berpikir seperti itu?” tanyanya, suaranya hampir berbisik, tetapi setiap kata mengandung kejutan.“Tinggal jawab saja apa susahnya, Laura?” Smith menimpali, nadanya datar, namun tatapannya seperti bara yang mengancam untuk membakar segalanya.Laura menghela napas panjang, kepalanya sedi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Dia Milikku!

    Sudah dua hari lamanya Laura terbaring di rumah sakit. Udara di ruangan itu terasa dingin, namun tak mampu menyejukkan pergolakan batin yang ia simpan di dalam hatinya.Langit di luar jendela tampak berawan, seperti ikut menyelimuti perasaannya yang tak menentu.Ketukan pelan di pintu memecah keheningan, diikuti oleh Rafael yang melangkah masuk dengan sebuah buket bunga dan keranjang buah di tangannya.Aroma mawar segar bercampur dengan jejak jeruk dari buah-buahan itu memenuhi udara, menciptakan suasana yang sedikit lebih ceria.“Hi, Laura?” sapa Rafael dengan suara lembut, nyaris seperti bisikan. Senyumnya hangat, seperti matahari yang malu-malu muncul di balik awan.“Tuan Rafael,” jawab Laura dengan ramah, suaranya sedikit serak namun tetap terdengar manis.Ia tersenyum, walau guratan lelah di wajahnya tidak bisa disembunyikan. “Maaf, aku belum mengabarimu karena ponselku tertinggal di kostan.”“It’s okay,” balas Rafael sembari meletakkan buket bunga dan keranjang buah di meja keci

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04

Bab terbaru

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Perhatian yang Menggetarkan Hati

    Hari ini adalah hari Minggu. Sinar mentari yang lembut menyelinap melalui dedaunan pohon besar di halaman rumah megah keluarga Vincent, memberikan kesan damai yang bertolak belakang dengan debaran di hati Laura.Langkah mereka terasa berat saat mendekati pintu utama, meskipun tangan Smith menggenggamnya dengan kokoh, memberikan rasa aman yang nyaris tak terungkapkan.“Smith?” panggil Laura dengan nada lembut namun penuh keraguan, tangannya sedikit menarik lengan pria itu.Smith menoleh, matanya menatap Laura dengan kelembutan yang jarang ia tunjukkan kepada orang lain. “Ada apa, Laura?” tanyanya, suaranya seolah membungkus kegelisahan Laura dengan ketenangan.“Apakah ibumu ada di dalam?” tanya Laura, suaranya hampir tenggelam dalam udara sore yang hangat. Ada kilatan was-was di matanya, mengingat setiap kata tajam yang pernah dilemparkan Maria, ibu mertuanya, seperti belati yang menggores harga dirinya tanpa ampun.Smith mengeratkan genggamannya, menatap Laura dengan tatapan yang seol

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Perasaan Asing Mengitari Hati Laura

    "Apa yang kau inginkan, Laura?" Smith kembali bertanya, suaranya serak namun penuh kesungguhan.Ia duduk tegak di sudut ruangan, memperhatikan Laura yang sibuk memasukkan sisa-sisa pakaian ke dalam koper.Laura menghentikan gerakannya sejenak, menghela napas panjang seperti mencoba meredam sesuatu di dalam hatinya."Apa kau belum bosan menanyakan apa yang aku inginkan, Smith?" tanyanya dengan suara pelan, hampir seperti bisikan yang menyatu dengan udara di kamar itu.Smith menggeleng perlahan, matanya tak pernah lepas dari wajah istrinya. "Tidak," jawabnya tegas, namun lembut."Aku tidak akan bosan menanyakan apa yang kau inginkan. Lagi pula, kau baru memberiku satu perintah."Laura tertawa kecil, suara itu seperti melodi lembut yang memecah ketegangan di antara mereka. "Berhentilah menanyakan hal itu padaku, Smith. Jika aku menginginkan sesuatu, aku pasti akan memberitahumu.""Sungguh?" Mata Smith berbinar, seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan hadiah yang paling ia dambakan.

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Merindukan Rumah Itu

    “Apa?” seru Laura dengan suara terkejut, tubuhnya berputar cepat ke arah Smith, sementara matanya membesar seperti bulan purnama di langit gelap.Smith hanya mengerutkan keningnya, tampak bingung melihat ekspresi Laura yang terkejut seolah mendengar hal yang mustahil. Wajahnya tetap tenang, meski ada sedikit senyuman kecil yang terselip di sudut bibirnya.“Ada apa, Laura? Bukankah kita ini sepasang suami istri? Apa salahnya jika kita tidur dalam satu kamar?” tanyanya, nada suaranya datar namun penuh keyakinan, seperti angin lembut yang menyapu dedaunan tanpa meminta izin.“A-aku tahu,” sahut Laura terbata-bata, rona merah tipis mulai merayap di pipinya.“Hanya saja, selama ini kita tidak pernah tidur dalam satu kamar, Smith!” protesnya dengan nada yang sedikit lebih tinggi, seolah berusaha menyembunyikan kegugupannya.Smith terkekeh kecil, suara itu serupa gurauan kecil dari ombak yang berbisik pada pantai. “Ya, tapi mulai detik ini, kita akan tidur dalam satu kamar,” ucapnya sambil m

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidur dalam Satu Kamar

    “Aku harus berpamitan terlebih dahulu pada Rafael dan karyawan di sana. Walau bagaimanapun, aku sudah bekerja di sana selama dua bulan lamanya,” ucap Laura, memecah keheningan yang telah menggantung di antara mereka selama hampir lima menit.Suaranya terdengar lembut, tetapi ada sesuatu di baliknya—sebuah kenangan yang enggan ia lepaskan begitu saja.Smith menerbitkan senyum, kali ini lebih lebar dari biasanya, seperti matahari yang menembus awan tebal.Kata-kata Laura barusan membangkitkan harapan dalam dirinya, membuat dadanya terasa penuh oleh sesuatu yang hangat.Itu berarti Laura mau kembali padanya. Tanpa ragu, ia mengangguk cepat, penuh semangat yang sulit disembunyikan.“Ya. Aku akan menemanimu ke sana untuk berpamitan,” ucapnya, nadanya mengandung kegembiraan yang hampir seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.“Huh?” Laura menoleh dengan alis terangkat, wajahnya dipenuhi kebingungan. “Bukankah kau tidak ingin orang lain tahu tentang pernikahan kita?” tanyanya dengan

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Permohonan Smith

    Brugh!Suara berat menggema di ruang tamu saat Smith meletakkan boneka sebesar tubuh manusia dewasa di atas sofa. Laura tersentak, matanya membulat, tubuhnya seolah membeku sesaat.“Astaga, Smith,” gumamnya dengan napas tercekat. Tatapannya terpaku pada boneka itu, sebuah mahakarya berbulu lembut yang tampak terlalu besar untuk ruangan mereka, seperti raksasa yang salah tempat.“Aku pikir kau bercanda akan membeli boneka sebesar ini,” ucap Laura akhirnya, suaranya terdengar antara tak percaya dan terhibur. Mulutnya menganga lebar, seolah tak mampu menampung kejutan yang baru saja terjadi.Smith menaikkan satu alis dengan gaya khasnya, ekspresinya mencampurkan keangkuhan dan kebanggaan.“Apa maksudmu, Laura? Bahkan aku bisa memberimu yang lebih besar dari ini. Hanya saja, di toko itu hanya ini yang paling besar,” ujarnya sambil mengusap pelan ujung jaketnya, seolah ingin menegaskan bahwa ini hanyalah hal kecil yang bisa ia lakukan.Laura mendesah pelan, namun hatinya tersentuh. Ada ras

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Drama Boneka yang Melelahkan

    "Keinginan yang sangat di luar nalar. Bisa-bisanya dia meminta boneka sebesar manusia," gumam Smith dengan nada jengkel, langkahnya terdengar berat menghentak lantai keramik mall yang berkilauan seperti kaca yang membingkai langit.Mall itu terletak tak jauh dari rumah sakit, tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya belakangan ini.Vicky—asisten pribadinya yang baru, menggantikan Laura yang telah pergi meninggalkan dirinya seperti angin yang enggan singgah—akhirnya tiba untuk membantunya mengangkat boneka jumbo itu.Wanita muda itu mengenakan blazer hitam yang rapi, langkahnya cepat namun penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang meniti tali di atas jurang.“Warna apa yang diinginkan Nyonya, Tuan?” tanyanya dengan nada sopan, matanya menyiratkan rasa ingin tahu yang halus.Smith berhenti sejenak, keningnya berkerut. Ia lupa menanyakan hal sepenting warna boneka itu. Dalam pikirannya, Laura, yang dulu selalu begitu detil, kini terasa jauh seperti mimpi yang memudar saat pagi me

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Cemburu pada Sahabat Laura

    Waktu telah merangkak menuju angka tujuh pagi, membawa serta sinar matahari lembut yang merambat masuk melalui celah tirai.Laura membuka matanya perlahan, membiarkan dunia nyata kembali mengisi kesadarannya. Ia menoleh ke arah sofa tempat Smith biasanya beristirahat, namun hanya menemukan kekosongan di sana.“Ke mana dia? Bukankah semalam dia baru tidur pukul dua pagi?” gumamnya pelan, sambil mengucek matanya yang masih terasa berat.Belum sempat ia menebak lebih jauh, pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan sosok Smith yang keluar dengan rambut basah dan wajah segar.Ia duduk di samping Laura, menyuguhkan senyum kecil yang menghangatkan udara di antara mereka.“Selamat pagi,” sapanya, suaranya serak namun menenangkan, seperti melodi pagi yang akrab.Laura menatapnya, lalu mengangguk pelan. “Pagi. Apa kau sudah sarapan?” tanyanya lembut, pandangannya menelusuri garis-garis kelelahan samar di wajah pria itu.Smith menggeleng sambil menyisir rambutnya dengan jari. “Kau ingin keluar s

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Pilihanku adalah Dirimu

    “Memangnya kau mengharapkan kehadirannya?” tanya Laura dengan pelan, suaranya nyaris seperti bisikan yang bercampur antara rasa ingin tahu dan keengganan untuk mendengar jawabannya.Smith menyunggingkan senyum kecil, tetapi senyum itu lebih mirip bayangan kabur dari sebuah perasaan yang tak terjelaskan.Tersenyum pasi, ia merasa pertanyaan itu seperti anak panah yang melesat tepat ke dalam pikirannya.“Ya. Aku sangat mengharapkan kehadirannya,” ucapnya dengan nada yang penuh keyakinan. “Justru pernah terbesit dalam otakku untuk menghamilimu agar kau tetap menjadi istriku.”“Huh?” Mata Laura melebar, wajahnya memancarkan kebingungan yang nyata. Ia menatap Smith seakan-akan pria itu baru saja mengatakan sesuatu yang benar-benar gila.Smith menatapnya dalam-dalam, matanya seperti danau yang tenang namun menyimpan rahasia di bawah permukaannya.“Ya. Saat usia pernikahan kita hampir mendekati satu bulan. Saat makan malam di malam Valentine itu. Aku berniat akan bercinta denganmu sepulang d

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Keinginan Smith

    “Apa kau mengusir Rafael?” tanya Laura, kedua alisnya bertaut saat ia memandang ruang kosong di mana Rafael sebelumnya duduk. Kekecewaan kecil terselip dalam suaranya, meskipun ia mencoba menyembunyikannya.Smith menghela napas pelan, seolah ucapan Laura baru saja menusuknya dengan sesuatu yang tak kasatmata.“Meskipun aku tahu Rafael menyukaimu, dia tetap temanku. Mana mungkin aku mengusirnya begitu saja?” jawabnya, nada suaranya datar, namun ada sedikit getar di dalamnya, seperti riak halus di permukaan air yang tenang.Laura menyipitkan matanya, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah pria itu. “Lantas?” tanyanya lagi, kali ini suaranya lebih tegas, seperti seorang detektif yang tak akan membiarkan satu detail pun terlewat.Smith menatapnya, matanya seperti kaca yang memantulkan kejujuran yang ia coba pertahankan. “Ada urusan yang harus dia selesaikan. Entah apa itu, tapi ketika selesai menerima panggilan, dia langsung bergegas pulang. Mungkin masalah di hotelnya.”Penuturan itu me

DMCA.com Protection Status