Home / CEO / Skandal Satu Malam Sang Presdir / Bab 18: Pengakuan Smith

Share

Bab 18: Pengakuan Smith

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2024-11-26 09:00:21

‘Oh, jadi ini yang bernama Stella,’ gumam Laura dalam hati.

Matanya menelusuri Stella dari ujung kepala hingga ujung kaki, seperti seorang kritikus yang menilai sebuah karya seni, namun dengan sentuhan sinisme yang samar.

Wanita itu memang cantik, dengan aura percaya diri yang begitu mencolok hingga seakan menenggelamkan orang lain di sekitarnya.

Tanpa aba-aba, Stella melangkah maju dengan lincah, seolah-olah Laura tidak ada di ruangan itu.

Tangannya melingkar erat pada tubuh Smith, lalu bibirnya menyentuh bibir pria itu dalam sebuah kecupan singkat, namun cukup untuk membuat dada Laura terasa seperti diremas.

“Kau pergi begitu saja dari hotelku, Smith,” ucap Stella dengan suara manja yang melengking seperti suara biola yang sedikit sumbang di telinga Laura.

Laura terdiam, tapi hatinya bergejolak. Kata-kata Stella menyerang kesadarannya seperti gemuruh petir di langit mendung.

Namun, ia tidak ingin menunjukkan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 19: Kemarahan Stella

    "Kurang ajar!"Plak!Tangan Stella melayang tanpa ampun, meninggalkan jejak merah di wajah Smith. Kemarahannya meledak seperti badai di tengah samudera, liar dan tak terbendung. Matanya yang biasanya lembut kini menyala dengan amarah yang menusuk seperti bara api."Kau benar-benar membuatku marah, Smith!" serunya, suaranya pecah oleh perasaan yang tak tertahankan. "Apa maksudmu bicara seperti itu, huh? Kau... sudah menikah? Kenapa, Smith? Kenapa?"Smith menundukkan wajahnya, rasa bersalah mencakar-cakar jiwanya seperti cakar burung elang yang mencabik mangsanya."Maafkan aku, Sayang," katanya, suaranya penuh getar, hampir seperti angin yang memohon pada pohon agar tidak patah diterpa badai. "Aku akan menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan penjelasanku."Namun, Stella tak menggubris. Dia menepis tangan Smith dengan gerakan yang tegas, seperti seorang ratu yang menolak uluran pengkhianat.Matanya yang basah memalingkan wajahnya darinya, mengunci pandangannya pada dinding kosong seolah m

    Last Updated : 2024-11-26
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 20: Ajakan Makan Siang

    "Kenapa diam?" Stella menyipitkan matanya, menatap Smith seperti elang yang siap menerkam mangsanya.Suaranya terdengar dingin, menusuk lebih tajam daripada pisau. "Itu artinya kau menyentuhnya setelah kejadian itu?"Smith hanya memijat keningnya, gerakannya lamban seperti seorang pria yang mencoba mengusir beban dunia dari pikirannya. "Hanya satu kali, Sayang," ucapnya akhirnya, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan angin yang enggan mengakui kebenaran. "Setelah itu tidak lagi."Stella mendengus, tatapannya menyala seperti api yang membakar hingga ke tulang. "Kau benar-benar penjahat, Smith," katanya, setiap kata dilontarkan dengan amarah yang menggelegak. "Kau sudah membuatku muak!"Smith mencoba mendekatinya, tangan gemetar seolah ingin menyentuh pundaknya, tetapi Stella mundur selangkah, menjauh darinya seperti seorang ratu yang tak sudi disentuh oleh seorang pengkhianat."Beri aku waktu, Stella," katanya, suaranya penuh permohonan, seperti seorang narapidana yang memohon pengamp

    Last Updated : 2024-11-27
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 21: Dibuat Meleleh

    "Apakah aku orang pertama yang mengajakmu makan siang? Kenapa terlihat canggung sekali?" tanya Louis, suaranya terdengar lembut namun penuh dengan rasa ingin tahu. Ia memperhatikan Laura, yang tampak gelisah seperti daun kecil yang digoyang oleh angin.Laura tersenyum kikuk, cengirannya tampak berusaha menutupi rasa gugup yang menguar dari tubuhnya. "Iya," jawabnya akhirnya, suaranya terdengar malu-malu seperti anak kecil yang tertangkap basah."Aku tidak pernah menjalin hubungan sebelumnya, tidak pernah dekat dengan pria juga. Jadi, menurutku ini akan membuatku sedikit canggung. Maafkan aku, Tuan Louis.""Louis saja," ucap pria itu cepat, memotong kata-kata formal yang dirasa tak perlu. Tatapannya lembut, namun penuh perhatian, seperti sinar matahari pagi yang menyusup di sela-sela daun.Laura merasakan jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. Tatapan intens Louis membuatnya meneguk ludah, mencoba mengusir kegugupannya yang semakin menjadi. Ia mengangguk pelan, suaranya hampir sepert

    Last Updated : 2024-11-27
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 22: Ancaman dari Marissa

    "Terima kasih untuk makan siangnya, Louis," ucap Laura, suaranya lembut seperti angin senja yang meredakan teriknya siang. Ia menyeka sudut bibirnya dengan tisu, menyembunyikan senyum kecil yang nyaris tak kasatmata."Dengan senang hati, bisa menemanimu makan siang, Laura. Setiap hari pun aku mau," balas Louis dengan nada hangat yang mengalir seperti aliran sungai di tengah hutan, tenang namun penuh daya hidup.Laura terkekeh, suara tawa kecilnya menyerupai denting halus kristal yang disentuh lembut. "Kalau setiap hari, aku bisa kena marah kakak kembarmu, Louis."Louis mengulas senyum kecil, samar namun penuh makna, seperti pelangi tipis yang muncul setelah hujan gerimis. "Well, Laura. Sebenarnya dia sempat melihat kita makan siang tadi. Tapi, sepertinya dia tidak berani menghampiri kita ataupun memarahimu."Sontak Laura terkejut. Seperti riak air yang terguncang oleh kerikil, hatinya bergolak. Ia tahu, pria itu—Smith—tidak akan melepaskan kesempatan untuk melontarkan amarahnya nanti

    Last Updated : 2024-11-29
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 23: Pembohong!

    "Wanita murahan!"Kata-kata itu menghantam Laura seperti pecahan kaca tajam yang dilemparkan tanpa ampun. Baru saja ia melangkah masuk ke rumah, suasana yang dingin dan sunyi tiba-tiba berubah menjadi medan perang.Ia menoleh perlahan, menatap Smith yang terpuruk di sofa ruang tengah, tubuhnya lunglai dan matanya merah menyala, tanda jelas bahwa pria itu mabuk berat.“Pantas saja kau datang ke kamarku. Kau memang wanita murahan, Laura,” desis Smith, suaranya serak seperti bisikan ular yang penuh racun. “Munafik!” tambahnya lagi, kali ini lebih keras, seperti guntur yang menggelegar di malam tanpa bintang.Laura berdiri diam sejenak, merasakan api amarah yang perlahan merambati setiap inci tubuhnya. Namun, ia tidak mundur.Dengan langkah mantap, ia menghampiri Smith, berdiri di hadapan pria itu dengan sorot mata yang tajam bagai bilah pedang yang terhunus.“Hanya karena melihatku makan siang dengan adik kembarmu, kau menyebutku murahan?” ucap Laura, setiap kata mengalir dengan dingin,

    Last Updated : 2024-11-29
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 24: Jangan Pergi

    “Apa maksudmu?” tanya Laura, kebingungan bercampur kewaspadaan terpancar jelas di matanya. Ia menatap Smith dengan dahi berkerut, berusaha memahami maksud tersembunyi di balik ucapan pria itu.Smith tertawa kecil, tawa yang terdengar serak dan tidak stabil, seperti nada rendah dari senar yang hampir putus.Ia meraih red wine glass di tangannya, meneguk sisa cairan merah gelap yang berkilauan seperti darah di bawah sinar lampu. Matanya memerah, bukan hanya karena pengaruh alkohol, tetapi juga oleh amarah yang perlahan membara di dalam dirinya.“Kurang jelas, dengan ucapanku tadi?” tanyanya, suaranya meluncur seperti bisikan yang mengandung ancaman. Tanpa peringatan, ia meraih tangan Laura, menariknya dengan cepat hingga tubuh perempuan itu jatuh terduduk di pangkuannya.Laura terkejut, matanya membesar seperti bulan purnama di malam gelap. “Apa kau gila? Lepaskan aku!” serunya, suaranya penuh kemarahan yang dibalut dengan nada ketakutan.Ia meronta, tubuhnya berusaha melepaskan diri da

    Last Updated : 2024-11-30
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 25: Yang Belum Diketahui oleh Laura

    Smith membuka matanya perlahan, kelopak matanya terasa berat seperti dipenuhi beban dari malam yang kelam.Hangatnya mentari pagi menyelinap lembut di balik tirai jendela, menciptakan pancaran emas samar di ruangan yang masih diliputi keheningan.Ia memutar kepala, lehernya terasa kaku, dan saat matanya menangkap sosok di sampingnya, ia terpaku.Laura.Bagaimana mungkin ini terjadi? Pikirannya melayang, mencoba merangkai ingatan dari serpihan malam yang tampak kabur, seperti lukisan buram yang tak dapat diinterpretasikan.Ia mengerutkan dahi, rasa bingung menyelimutinya. “Apa yang sedang kau lakukan di sini, Laura?” bisiknya, suaranya serak, seperti kayu yang bergesekan di malam dingin.Suara itu rupanya cukup untuk membangunkan Laura. Mata perempuan itu perlahan membuka, lalu seketika tubuhnya tersentak.Dalam gerakan cepat, ia beranjak dari tempat tidur, jaraknya kini lebih jauh, seolah keberadaan Smith adalah pusat gravitasi yang harus dihindari.“Jangan salah paham!” serunya denga

    Last Updated : 2024-12-01
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 26: Perdebatan di Dalam Mobil

    Setengah jam setelah Laura bersiap-siap, suara langkah ringan Louis terdengar di depan pintu rumah. Ia muncul dengan senyum yang menawan, membawa aura cerah pagi yang kontras dengan atmosfer rumah yang terasa tegang sejak malam sebelumnya.“Selamat pagi, kakak kembar,” sapa Louis, suaranya ringan tetapi menggema cukup kuat di ruang tamu yang sunyi.Senyum khasnya yang selalu memancarkan keramahan melintas di wajahnya, namun matanya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak.Smith, yang sedang duduk di sofa dengan sikap acuh, hanya menaikkan kedua alisnya. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan yang tak berusaha ia sembunyikan.“Apa yang kau lakukan di sini, Louis?” tanyanya datar, suaranya nyaris seperti geraman.Louis tertawa kecil, sebuah tawa yang seolah mengolok tetapi tetap terdengar santai. “Sepertinya kedatanganku tidak diterima dengan hangat, Smith. Tapi, tenang saja. Aku tidak datang untukmu. Aku datang untuk Laura,” balasnya santai sambil melirik ke arah pintu kamar Laura yang masi

    Last Updated : 2024-12-01

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Ajakan Makan Malam

    Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Laura duduk seorang diri di bangku rooftop Moza Hotel’s, menikmati udara segar sembari menyantap makan siangnya yang sederhana. Pandangannya melayang ke arah cakrawala, berharap ketenangan yang ia cari bisa sedikit ia dapatkan di sela kesibukannya.Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Miranda—ibunya—terpampang di layar. Laura menghela napas panjang sebelum menjawab panggilan itu.“Ada apa, Ibu?” tanyanya, suaranya datar namun sopan.“Kau di mana, Laura?” suara Miranda terdengar tegas di seberang sana, penuh dengan kekhawatiran yang tertahan.Laura menggigit bibir bawahnya sejenak. “Aku sedang bekerja, Ibu. Tapi, bukan di Allera Hotel’s lagi. Aku sudah mengundurkan diri di sana,” jawabnya tanpa banyak penjelasan.Ada keheningan singkat di seberang sebelum suara Miranda meninggi. “Apa? Kenapa, Laura? Apa yang membuatmu mengundurkan diri di sana?”Laura kembali menghela napas, kali ini lebih dalam. “Ini pilihanku, Ibu. Yang menjalankan hidup ini j

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Mendapat Pekerjaan Baru

    Satu minggu kemudian…Di sebuah kota kecil dekat pantai, Laura duduk di kursi tua di dalam kamar kost-annya yang sederhana.Kost-an itu hanya cukup untuk dirinya sendiri, dengan sebuah kasur kecil di sudut ruangan dan lemari pakaian mungil.Hari-harinya di tempat ini terasa sunyi, tetapi juga memberikan ketenangan yang tidak ia dapatkan selama tinggal bersama Smith.Dering ponsel mengagetkan Laura dari lamunannya. Ia dengan cepat meraih ponsel itu yang tergeletak di atas meja kecil.Ia melihat nomor tak dikenal tertera di layar. Dengan hati-hati, ia menggeser layar untuk menjawab.“Selamat pagi, dengan Nona Laura?” terdengar suara seorang wanita dari seberang sana, suaranya ramah namun formal.“Ya, benar. Saya Laura,” jawab Laura sambil mengerutkan kening, merasa sedikit penasaran.“Baik. Selamat, Nona Laura. Anda diterima sebagai salah satu resepsionis di hotel kami. Apakah Anda bersedia untuk datang hari ini?”Mata Laura langsung berbinar mendengar kabar itu. Ia hampir tidak percaya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Karma itu Nyata, Smith

    Smith membuka pintu ruang kerja Louis dengan keras hingga suara deritnya memecah keheningan.Buku-buku di rak bergetar tipis, dan Louis yang tengah sibuk di balik meja kerjanya hanya melirik sekilas, seakan kedatangan Smith sudah ia duga."Sebenarnya kau tahu di mana Laura berada, kan?" suara Smith penuh emosi, nyaris seperti tuduhan yang sulit terbantahkan. Wajahnya tampak lelah, garis-garis ketegangan jelas terukir di dahi dan di sekitar matanya.Louis mendongak perlahan. Ia tak langsung menjawab, melainkan menarik napas panjang dan menyungginkan senyum tipis di bibirnya. Ekspresinya datar, nyaris santai, namun ada sesuatu di matanya yang sulit ditebak."Untuk apa aku menyembunyikan Laura, huh?" ujar Louis sambil menyandarkan punggungnya di sofa empuk di ruangan itu."Toh, kau akan mengetahuinya jika aku benar-benar menyembunyikan dia darimu," lanjutnya, suaranya terdengar ringan tetapi sarkastik.Smith mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Ia masih berdiri di tengah ruangan se

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bukan Pernikahan yang Diinginkan

    Smith menghentikan mobilnya dengan kasar di area parkir basement apartemen yang diberikan Miranda.Ia keluar dengan cepat, langkahnya penuh kemarahan dan kegelisahan. Napasnya berat, tapi matanya penuh determinasi. Ia tak akan berhenti sampai menemukan Laura.Setelah memasuki lift, Smith berdiri dengan tangan mengepal. Matanya menatap angka-angka di panel lift yang perlahan naik. Ia bergumam pelan, suaranya rendah namun penuh emosi."Aku yakin kau belum jauh, Laura. Aku tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja dariku. Kau belum mendengar penjelasanku, tapi sudah pergi begitu saja. Hanya karena kau gagal mengandung anakku!"Kata-kata itu terasa seperti sebuah pelampiasan. Jiwanya terasa terguncang sejak Laura pergi.Baru sehari tanpa istrinya, pikirannya sudah kacau balau. Hatinya seperti tertahan di jurang yang gelap.Sesampainya di lantai apartemen, Smith melangkah cepat menuju pintu dengan alamat yang diberikan Miranda.Ia mengeluarkan kertas kecil dari sakunya dan mengetikkan kata

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Gugatan Cerai dari Laura

    “Tuan, ada surat untuk Tuan,” ujar pelayan itu dengan nada hormat sambil menyerahkan amplop tersebut.Smith baru saja melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, wajahnya tampak lelah dan penuh emosi yang belum reda.Namun, langkahnya terhenti ketika salah seorang pelayan menghampirinya dengan cepat, membawa sebuah amplop cokelat di tangan.Smith mengambil amplop itu tanpa banyak bicara, tetapi matanya menyipit penuh curiga. “Di mana Laura? Apa dia sudah kembali?” tanyanya sembari menatap pelayan itu dengan tajam.Pelayan tersebut menundukkan kepalanya sedikit, terlihat ragu sebelum menjawab. “Tidak ada, Tuan. Sejak pagi tadi, Nona Laura tidak kembali.”Smith memijat batang hidungnya, menghela napas berat. Ada perasaan gelisah yang mulai menjalar dalam hatinya.“Bagaimana dengan barang-barang miliknya? Apakah dia membawa semuanya?” tanyanya lagi, suaranya lebih pelan namun tetap terdengar tegas.Pelayan itu menggeleng. “Masih ada, Tuan. Sepertinya Nona Laura tidak membawa barang-barang

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Surat Pengunduran Diri dari Laura

    “Di mana Laura?” tanya Smith langsung, nadanya tajam, meskipun ia mencoba untuk tetap terlihat tenang.Smith menghampiri Diana, wajahnya tampak gelisah.Pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan ketika ia teringat bahwa Laura datang lebih dulu ke kantor pagi ini, dengan alasan ada sesuatu yang harus ia selesaikan. Namun, hingga kini, Laura belum juga menampakkan dirinya.Diana menghentikan pekerjaannya sejenak, berdiri tegak dan menatap Smith.“Laura memang datang lebih awal, setengah jam yang lalu. Tapi, sampai saat ini dia belum juga kembali, Tuan,” jawabnya singkat.Smith mengerutkan kening, merasa ada yang tidak beres. Ia tidak menjawab, hanya mengangguk tipis sebelum berbalik dan melangkah dengan tergesa menuju ruang kerjanya. Sepanjang perjalanan, pikirannya terus bertanya-tanya, mencoba mencari alasan di balik ketidakhadiran Laura.Sementara itu, Diana menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak pernah kusangka dan tidak pernah kuduga. Rupanya Laura d

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Memberitahu Vincent yang Sebenarnya

    Laura mengetuk pintu ruang kerja Vincent dengan pelan. Suara ketukan itu memecah keheningan yang dipenuhi oleh suara jam dinding yang berdetak pelan.Di balik pintu, Vincent sedang duduk di balik meja kerjanya, memeriksa sejumlah dokumen dengan kaca mata bacanya.“Masuk,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari berkas-berkas di tangannya.Laura membuka pintu perlahan dan melangkah masuk, menutupnya kembali dengan hati-hati.Ia berdiri beberapa saat di depan meja kerja Vincent, menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berkata, “Daddy, ada yang ingin aku bicarakan denganmu.”Vincent mengangkat kepalanya, memandang menantunya itu dengan tatapan tajam, penuh perhatian.Ia melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas meja dengan rapi. “Ada apa, Laura?” tanyanya, suaranya terdengar tenang, tetapi ada nada yang menyiratkan ia tahu pembicaraan ini tidak akan mudah.Laura menggigit bibir bawahnya, merasa gugup. Ia memainkan jari-jarinya dengan gelisah, matanya melirik Vincent yang tetap me

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Keputusannya tetap Sama

    Smith mengangkat cangkir kopinya dan melirik jam dinding. Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih sepuluh menit. Ia menghela napas, lalu meletakkan cangkir itu di meja."Aku harus bertemu dengan klienku pukul sepuluh nanti," ucapnya sembari berdiri dari kursinya.Laura mengangkat wajahnya dari piring sarapannya. “Hati-hati di jalan,” balasnya singkat.Smith hanya mengangguk sebelum meraih tasnya dan pergi meninggalkan Laura sendirian di meja makan.Laura memandang piring di depannya, tapi perutnya tiba-tiba terasa tidak nyaman. Ia memegangi perutnya yang mulai terasa bergejolak.“Ada apa denganku? Kenapa rasanya tidak enak seperti ini,” gumamnya pelan.Ia menutup mulutnya dengan tangan, mencoba menahan rasa mual yang semakin menjadi-jadi. Tak kuasa, ia bangkit dari kursinya dan berlari menuju wastafel di dapur.Tubuhnya terguncang saat ia memuntahkan isi perutnya. Rasa pahit di tenggorokannya membuatnya semakin tak karuan.“Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba aku mual?” tanyanya pada dirinya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidak akan Membiarkan Mereka Berpisah

    “Kenapa kau pergi begitu saja, Laura?” tanya Smith dengan suara yang berat, penuh tekanan, ketika ia menghampiri Laura.Wanita itu duduk di meja makan, tampak tenang di luar tetapi menyimpan badai di dalam hatinya. Ia tengah menyendokkan pudding ke mulutnya, sebuah kenyamanan kecil yang ia cicipi di tengah kekacauan.Pudding buatan pelayan rumah itu terasa manis, tetapi tidak cukup untuk melunakkan kepahitan di hatinya.Smith baru tiba satu jam setelah Laura meninggalkan restoran. Selama perjalanan, ia mencoba menyusun alasan, kata-kata, tetapi semuanya terasa kosong ketika berhadapan langsung dengan istrinya.Laura, dengan sikap dinginnya, memilih pulang setelah melihat Stella dengan begitu santainya duduk di sisi Smith.“Kau pikir saja sendiri kenapa aku pergi begitu saja. Apa aku harus menjelaskan lagi?” ucap Laura, suaranya datar, nyaris tak beremosi, tetapi menyimpan ketegasan yang memukul.Ia bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari pudding yang kini hampir habis.Smith mengge

DMCA.com Protection Status