Share

Bab 11: Ceraikan Aku!

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2024-11-23 09:00:27

“Apa kau pikir pakaian itu cocok untukmu?” tanyanya dengan nada datar yang hampir seperti celaan.

Matanya mengamati Laura dari ujung kepala hingga ujung kaki, tetapi tak ada kekaguman yang muncul di wajahnya—hanya dingin, seperti embun beku yang menempel di kaca jendela.

Jarum jam telah menunjuk angka tujuh malam, dan suasana terasa tegang dalam keheningan yang menggantung di udara.

Di depan cermin kamarnya, Laura berdiri, mengenakan dress merah muda berlengan pendek yang melekat sempurna di tubuhnya.

Gaun itu memancarkan keanggunan yang sederhana, namun cukup mencuri perhatian. Paduan warna lembut dan potongan yang elegan menjadikannya seperti mawar yang baru saja mekar di tengah malam.

Laura berhenti sejenak, menaikkan kedua alisnya sambil menatap Smith dengan tenang. “Tentu saja,” jawabnya, senyum tipis terlukis di wajahnya.

“Ini pakaian terbaik untuk makan malam bersama keluargamu.” Nada suaranya

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 12: Cantik saja tidak Cukup!

    "Berhenti mengatakan hal bodoh itu lagi, Laura!" desis Smith, suaranya seperti bara api yang terhimpit dalam saluran gelap dadanya, siap meledak kapan saja.Wajahnya memerah, seolah menahan aliran lava yang nyaris tumpah dari kawah emosinya."Kau pikir aku menginginkan pernikahan ini, huh?" ucap Smith lagi, suaranya kali ini dalam dan berat, seperti petir yang bergemuruh di langit gelap sebelum badai menerjang.Laura mengedikkan bahu dengan gerakan yang nyaris seperti tarian malas, ekspresinya begitu acuh, seakan seluruh dunia hanya fragmen kecil di bawah telapak sepatunya."Aku rasa, jika kau tidak menginginkan pernikahan ini, seharusnya berhenti menodai aku seperti kemarin malam," katanya penuh sarkasme, setiap katanya tajam seperti duri mawar yang merobek daging tanpa ampun.Tangan Smith mencengkeram kemudi dengan keras, jemarinya memutih seperti batu karang yang dihantam gelombang kemarahan. Setiap detik, detak amarahnya memukul-mukul kesabaran yang sudah lama lapuk."Karena wanit

    Last Updated : 2024-11-23
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 13: Ultimatum dari Louis

    “Sudah kukatakan padamu, Maria. Hormati keputusanku!” ucap Vincent dengan tegas, suaranya bergema seperti palu hakim yang mengetuk akhir sebuah persidangan.Sorot matanya dingin, setajam belati yang menghunus jiwa istrinya tanpa ampun.Maria menghela napas kasar, serupa angin badai yang mencari celah untuk meledakkan amarah. Wajahnya berpaling, namun bibirnya melontarkan kata-kata yang tajam bagai duri mawar.“Kau memutuskan secara sepihak, dan itu yang tidak kusukai darimu,” ujarnya, dengan suara yang bergetar antara kecewa dan marah.“Ya, aku tahu. Tapi, bagaimana jika Laura hamil karena perbuatan gila anak kesayanganmu itu?” Suara Vincent merendah, namun sarat dengan tuduhan yang menggantung berat di udara seperti awan gelap sebelum hujan deras.Laura hanya bisa menghela napas kasar. Dalam pikirannya yang kalut, ia membangun monolog yang penuh luka.‘Aku sekarang tahu, dari mana sifat dan wata

    Last Updated : 2024-11-24
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 14: Tidak punya Hati!

    “Kau ingin membela Laura, huh?” Suara Smith meluncur seperti tombak, tajam dan dingin, menusuk ruang di antara mereka.Wajahnya berubah datar, tetapi matanya membara, seolah-olah api kecil di dalam dirinya baru saja tersulut oleh pertanyaan sederhana dari adik kembarnya.Terlalu mudah baginya untuk terprovokasi. “Silakan, Louis. Silakan jika ingin membelanya. Sekalian saja sekolah hukum, agar bisa menjadi pengacara pribadi Laura,” katanya penuh emosi, suaranya bergetar seperti kaca yang hampir retak.Louis hanya menggeleng pelan, seperti seorang bijak yang menyaksikan perilaku seorang anak yang tak tahu apa yang dilakukannya.“Saat Daddy membela Laura, kau biasa saja. Tapi, saat aku membelanya, kau mendadak panas.” Sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya, sebuah tawa ringan yang menyembunyikan ironi.“Sudah, Smith, Louis.” Suara Vincent memotong ketegangan seperti badai yang mencoba dihentikan. Dia men

    Last Updated : 2024-11-24
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 15: Tidak ada di Rumah

    “Sebaiknya aku pergi saja dari sini. Permisi!”Kata-kata itu meluncur dari bibir Laura seperti panah yang dilepaskan dengan marah, menusuk atmosfer yang sudah berat dengan ketegangan. Ia akhirnya angkat kaki dari rumah itu, membawa serta luka-luka tak kasat mata yang terus berdarah oleh perdebatan yang tak kunjung usai.Langkahnya tegas saat meninggalkan ruangan, sepatu hak tingginya berdentang di atas lantai seperti suara palu hakim yang memutuskan nasib. Namun, tak ada yang peduli—termasuk Smith, yang tetap berdiri kaku seperti patung batu, bahkan ketika bayangannya lenyap di balik pintu.“Apa kau mau diam saja, melihat istrimu pulang sendiri?” suara Louis menggema, matanya menyipit tajam, seolah berusaha menembus kebekuan hati Smith.“Dia yang memilih pergi, bukan? Lantas, apakah aku harus menahannya? Dia akan besar kepala jika aku menahannya,” jawab Smith dengan nada dingin, serupa angin musim dingin yang menusuk tulang.Sementara itu, di luar, malam sudah mulai turun, dan lampu-l

    Last Updated : 2024-11-25
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 16: Muncul Wajah Laura

    “Smith, aku sangat merindukanmu,” suara Stella menggema, penuh kehangatan, saat ia melingkarkan lengannya di tubuh Smith begitu pria itu muncul di area kedatangan bandara. Pelukannya erat, seolah waktu dan jarak selama ini telah menciptakan jurang yang terlalu lebar untuk ditanggung.Smith membalas pelukan itu dengan sedikit canggung, senyumnya terlihat manis namun menyimpan kegamangan yang sulit disembunyikan. “Aku juga merindukanmu, Sayang,” katanya, nada suaranya lembut namun mengandung nada kebingungan. “Kenapa mendadak sekali menghubungiku?”Hatinya terombang-ambing antara rasa senang dan cemas, seperti kapal yang terombang-ambing di tengah ombak besar. Namun, ia tahu, di depan Stella, ia harus menjadi pelabuhan yang stabil—tempat yang penuh kehangatan dan penerimaan. Senyumnya diperlebar, menutupi pergolakan yang terjadi di dalam dirinya.“Aku ingin memberimu kejutan. Apa aku salah?” tanya Stella, suaranya mendayu seperti alunan melodi yang ia tahu Smith sulit untuk tolak. Matan

    Last Updated : 2024-11-25
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 17: Dengan Senang Hati!

    “Kalau bukan karena utang ibuku yang menggunung, tidak akan pernah mau lagi aku menginjakkan kaki di sini!” kata-kata itu meluncur dari bibir Laura dengan penuh amarah yang tertahan, seperti api kecil yang nyaris menyala-nyala.Waktu telah menunjuk angka delapan pagi. Matahari yang hangat tidak cukup untuk mencairkan bekuan perasaan di hati Laura.Meski hatinya berat, ia tetap melangkah ke kantor, menyeret diri ke dalam rutinitas yang terasa seperti jerat tanpa ujung.“Sebaiknya aku mulai mencari lowongan pekerjaan dari sekarang,” gumamnya sambil menyalakan komputer. Cahaya layar yang menyala seperti harapan kecil yang mulai dirangkai di tengah kegelapan hidupnya.“Setelah itu, aku akan pergi dari dunia Smith dan keluarganya,” lanjutnya dalam hati, matanya memandang kosong pada layar. “Meskipun Tuan Vincent baik, tapi rumah mereka tetap seperti neraka bagiku.”Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir rasa sesak yang menggelayuti dadanya. Matanya yang sembap berusaha mencari fokus, m

    Last Updated : 2024-11-25
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 18: Pengakuan Smith

    ‘Oh, jadi ini yang bernama Stella,’ gumam Laura dalam hati.Matanya menelusuri Stella dari ujung kepala hingga ujung kaki, seperti seorang kritikus yang menilai sebuah karya seni, namun dengan sentuhan sinisme yang samar.Wanita itu memang cantik, dengan aura percaya diri yang begitu mencolok hingga seakan menenggelamkan orang lain di sekitarnya.Tanpa aba-aba, Stella melangkah maju dengan lincah, seolah-olah Laura tidak ada di ruangan itu.Tangannya melingkar erat pada tubuh Smith, lalu bibirnya menyentuh bibir pria itu dalam sebuah kecupan singkat, namun cukup untuk membuat dada Laura terasa seperti diremas.“Kau pergi begitu saja dari hotelku, Smith,” ucap Stella dengan suara manja yang melengking seperti suara biola yang sedikit sumbang di telinga Laura.Laura terdiam, tapi hatinya bergejolak. Kata-kata Stella menyerang kesadarannya seperti gemuruh petir di langit mendung.Namun, ia tidak ingin menunjukkan

    Last Updated : 2024-11-26
  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Bab 19: Kemarahan Stella

    "Kurang ajar!"Plak!Tangan Stella melayang tanpa ampun, meninggalkan jejak merah di wajah Smith. Kemarahannya meledak seperti badai di tengah samudera, liar dan tak terbendung. Matanya yang biasanya lembut kini menyala dengan amarah yang menusuk seperti bara api."Kau benar-benar membuatku marah, Smith!" serunya, suaranya pecah oleh perasaan yang tak tertahankan. "Apa maksudmu bicara seperti itu, huh? Kau... sudah menikah? Kenapa, Smith? Kenapa?"Smith menundukkan wajahnya, rasa bersalah mencakar-cakar jiwanya seperti cakar burung elang yang mencabik mangsanya."Maafkan aku, Sayang," katanya, suaranya penuh getar, hampir seperti angin yang memohon pada pohon agar tidak patah diterpa badai. "Aku akan menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan penjelasanku."Namun, Stella tak menggubris. Dia menepis tangan Smith dengan gerakan yang tegas, seperti seorang ratu yang menolak uluran pengkhianat.Matanya yang basah memalingkan wajahnya darinya, mengunci pandangannya pada dinding kosong seolah m

    Last Updated : 2024-11-26

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Aku Hanya Mencintaimu, Itu Saja

    Pintu rumah terbuka dengan bunyi klik pelan, menandakan kepulangan Smith setelah seharian penuh berkutat dengan pekerjaan.Rambutnya sedikit berantakan, dasinya sudah longgar, dan ekspresi wajahnya menunjukkan betapa lelahnya ia setelah kembali ke rutinitas kantornya.Bahkan, waktu istirahatnya tadi hanya cukup untuk makan siang bersama Louis.Laura yang tengah duduk di sofa langsung bangkit begitu melihat suaminya memasuki ruangan. Dengan senyum lembut, ia melangkah mendekat dan langsung mencium pipi Smith."Selamat datang di rumah, Sayang," bisiknya lembut, berharap bisa sedikit mengusir penat di wajah pria itu.Smith mendesah pelan, lalu tanpa ragu menarik Laura ke dalam pelukannya. Ia mencium kening wanita itu dengan penuh kasih sebelum mengubur wajahnya di bahu Laura."Astaga, Laura... Aku benar-benar lelah hari ini. Pekerjaan menumpuk setelah satu minggu penuh kita liburan. Rasanya seperti dihukum karena bersenang-senang."Laura terkekeh mendengar keluhan suaminya. Ia mengusap p

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Back to New York

    Setelah satu minggu penuh menikmati keindahan New Zealand, Laura dan Smith akhirnya kembali ke New York.Begitu menginjakkan kaki di kantornya, Smith langsung disambut oleh tumpukan berkas yang menggunung di meja kerjanya.Vincent dan Louis sudah menunggunya dengan ekspresi yang sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan.Smith menghela napas panjang sebelum menjatuhkan diri ke kursi dengan lemas. "Kalian serius? Aku baru sampai dan langsung disuguhi ini semua?" keluhnya sambil menunjuk setumpuk dokumen yang sudah tertata rapi menunggunya.Vincent menyeringai. "Apa boleh buat? Ada banyak hal yang harus kau urus, bos besar."Louis menepuk bahu saudara kembarnya dan menahan tawa. "Selamat datang kembali di dunia nyata, Smith."Smith menggerutu sambil membuka salah satu berkas. "Sumpah, ini benar-benar menyebalkan. Aku masih ingin bersantai, menikmati waktu dengan Laura, bukannya terjebak dalam tumpukan laporan keuangan dan pengecekan proyek!"Louis tak bisa menahan tawa kali ini. "Kau

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Kemarahan Stella

    Pagi di New Zealand terasa begitu segar. Cahaya matahari menyelinap di antara dedaunan, angin sepoi-sepoi berembus lembut membawa aroma laut yang khas.Laura dan Smith berjalan bergandengan tangan menyusuri trotoar kota kecil yang ramai.Hari ini mereka memutuskan untuk pergi ke pasar swalayan dan berbelanja beberapa barang, termasuk oleh-oleh dan, tentu saja, perlengkapan untuk calon bayi mereka.Sesampainya di pasar swalayan, mata Laura berbinar melihat deretan baju bayi yang menggemaskan tersusun rapi di rak-rak kayu.Berbagai warna pastel yang lembut dengan motif hewan-hewan khas New Zealand seperti domba dan burung kiwi terpajang begitu cantik.“Lihat ini, Smith!” seru Laura antusias sambil mengambil dua setelan baju bayi berwarna putih dengan motif domba kecil. “Bukankah ini lucu sekali?”Smith yang tengah memperhatikan rak sepatu bayi menoleh dan tersenyum. “Lucu sekali. Aku suka motifnya.”Laura mengelus kain baju itu dengan jemarinya, membayangkan kedua bayi kecil mereka meng

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Hadiah Ulang Tahun

    Malam telah menyelimuti New Zealand dengan kehangatan cahaya bulan dan gemerlap bintang-bintang yang bertaburan di langit.Angin lembut berbisik di antara dedaunan, membawa aroma laut yang segar ke udara.Di sebuah restoran mewah dengan pemandangan laut yang luas, Laura dan Smith duduk berdua di meja yang telah disiapkan secara eksklusif untuk mereka.Lilin-lilin kecil menerangi meja makan mereka, menciptakan suasana yang intim dan hangat.Gelas-gelas kristal yang berkilauan memantulkan cahaya temaram lilin, sementara hidangan istimewa tersaji di hadapan mereka—steak wagyu pilihan untuk Smith dan salmon panggang dengan saus lemon butter untuk Laura.Laura menatap sekeliling, merasa aneh dengan suasana yang begitu istimewa. Pelayan-pelayan terlihat tersenyum padanya dengan penuh arti, seolah-olah mereka tahu sesuatu yang ia tidak ketahui.Namun, pikirannya mengabaikannya. Yang terpenting, saat ini ia bersama Smith, menikmati momen berdua.“Terima kasih sudah membawaku ke sini,” ujar La

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Perjalanan Menyenangkan Bersama Sang Terkasih

    “Smith, ayo! Aku sudah siap menjelajahi pegunungan itu hari ini!” Laura menghampiri Smith yang masih menyesap kopinya.Ia terkekeh melihat tingkah Laura yang begitu antusias ingin menikmati pemandangan di sana.“Baiklah. Tunggu sebentar, aku menghabiskan kopiku terlebih dahulu.”Laura mengangguk. Ia akan bersabar menunggu Smith yang masih ingin menikmati kopinya itu.Hingga lima menit kemudian, Smith dan Laura keluar rumah dan siap menjelajahi keindangan alami di sana.Udara sejuk khas New Zealand membelai lembut kulit Laura saat ia berjalan di samping Smith, tangan mereka saling bertaut erat seolah enggan terpisah.Di hadapan mereka, hamparan perbukitan hijau membentang sejauh mata memandang, sementara jalan setapak yang mereka lalui diapit oleh padang rumput yang luas dan pepohonan yang menjulang gagah.Langit biru cerah tanpa awan menjadi latar sempurna bagi perjalanan mereka hari ini. Burung-burung berkicau riang, seakan turut menyambut dua insan yang tengah menikmati kebersamaan

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Babymoon Time!

    “Wow…” Bisikan itu lolos dari bibir Laura, terhempas bersama desir angin yang membelai lembut rambutnya.Matanya yang bening bagai kristal terpantul cahaya matahari senja, menangkap keindahan lanskap New Zealand yang terbentang di hadapannya—bukit-bukit hijau bergulung-gulung seperti ombak yang membeku, danau sebening kaca memantulkan warna langit yang keemasan, serta gunung-gunung kokoh yang berdiri gagah di kejauhan.Smith mendekat, kehangatan tubuhnya menyelimuti Laura saat ia melingkarkan lengannya di pinggang wanita itu, menariknya ke dalam pelukan yang hangat dan melindungi.Bibirnya menyentuh pucuk kepala Laura sebelum suaranya yang berat dan berlapis kelembutan berbisik di telinganya. “Kau menyukai tempat ini, hm?”Laura menoleh, mata mereka bertaut dalam sorot penuh cahaya senja. Bibirnya melengkung dalam senyum yang tak terbendung, seolah hatinya telah ditawan oleh keindahan tak hanya tempat ini, tapi juga pria yang kini berada di sampingnya.“Ya. Tempat ini sangat cantik. A

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Tidak akan Menyakitinya

    Louis mengerutkan kening, sorot matanya menyiratkan ketidakpercayaan yang pekat.Dalam ribuan kemungkinan yang pernah ia bayangkan, skenario ini tidak pernah menjadi salah satunya."Apa maksudmu, Smith? Kenapa Daddy melakukan itu padamu?" tanyanya, suaranya hampir tertelan kebisingan bar yang mulai surut seiring malam semakin larut.Smith menatap saudara kembarnya dengan mata yang penuh ketegangan, seolah setiap kata yang akan diucapkannya adalah serpihan kaca yang siap melukai siapa pun yang mendengarnya."Aku tahu kau pasti tidak akan percaya dengan tindakan Daddy padaku sampai menjebak Laura agar bisa menikah denganku," ujarnya, suaranya berat dengan emosi yang tertahan.Louis menelan ludahnya, mengamati ekspresi Smith yang jauh lebih serius daripada sebelumnya."Namun, inilah kenyataannya," lanjut Smith, menegakkan punggungnya seolah berusaha menahan beban yang terus menghantamnya dari berbagai sisi."Daddy sendiri yang memberitahuku bahwa dia sengaja melakukan itu. Alasannya? Per

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Pengakuan yang Mengejutkan

    Di Bar yang Dipenuhi Asap dan DosaSmith melangkah masuk ke dalam bar dengan langkah yang tegas dan penuh tujuan. Cahaya remang-remang memantulkan bayangannya di lantai kayu yang telah lama aus oleh waktu dan dosa.Aroma alkohol bercampur parfum mahal melayang di udara, menguar bersama gelak tawa para penghuni malam.Dan di sana, di sudut ruangan yang dikelilingi oleh wanita-wanita bergaun mini dan tawa menggoda, duduklah Louis—pria yang seharusnya menjadi saudara, tetapi kini lebih terasa seperti musuh dalam selubung bayangan.Smith menghentikan langkahnya tepat di hadapan Louis, menatapnya dengan sorot dingin yang mengiris seperti bilah pedang tajam."Apa yang kau lakukan di sini, Louis? Kenapa kau menghilang begitu saja bahkan tugasmu diserahkan pada Reiner?" suaranya terdengar dalam, seperti gemuruh petir sebelum badai.Louis menegakkan tubuhnya sedikit, sebuah senyum tipis—nyaris seperti ejekan—terukir di wajahnya.Dengan santai, ia mengangkat gelas whiskey di tangannya, menggoya

  • Skandal Satu Malam Sang Presdir   Harus Bicara dengan Louis

    “Ada apa, Smith?” suara Laura meluncur pelan, nyaris seperti bisikan angin malam yang menyelinap masuk melalui celah jendela.Ia melangkah mendekat, bayangannya terpantul samar di lantai marmer yang dingin. Smith masih duduk di kursinya, punggungnya sedikit membungkuk, seolah menanggung beban dunia di atas bahunya.Jarum jam di dinding telah lama melewati angka sepuluh, namun ketegangan di ruangan itu menggantung seperti awan kelabu sebelum badai.Smith mengangkat wajahnya, sorot matanya kelam, seperti pusaran lautan yang menyembunyikan rahasia di dasarnya.“Aku … belum memberitahumu tentang Louis,” suaranya terdengar serak, seakan setiap kata yang keluar menyesakkan tenggorokannya. “Dia menghilang selama satu minggu ini.”Jantung Laura berdegup lebih cepat. Tubuhnya menegang, seolah hawa dingin mendadak menyusup ke dalam sumsum tulangnya.“Hilang?” suaranya tercekat.“Bagaimana bisa, Smith? Ke mana dia? Kenapa dia menghilang? Bagaimana dengan pekerjaannya?” Serangkaian pertanyaannya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status