Isa menoleh, bersamaan dengan kedua pria tadi. “Leo?” Isa mengernyit, terkejut karena kemunculannya.Dia sama sekali tidak menyangka jika Leo akan datang menyelamatkan Ivy. Dan setelah Isa berpikir lagi, ya, dia akhirnya menemukan alasan kenapa Ivy tidak menjalankan perintahnya. Saat itu Leo ada di restoran yang sama dengannya dan pria inilah yang meminta Ivy untuk memberikan anggur tanpa menaruh bubuk itu ke dalam.Leo berjalan masuk dengan tenang dan santai. Dia mengabaikan Isa dan menemui kedua pria yang masih memegangi Ivy. “Sudah ku bilang, lepaskan dia!”“Memangnya kamu siapa?” seru salah satu dari pria itu.Leo hanya tersenyum menyeringai. Dia meraba kantung jasnya, mengeluarkan satu buah pistol lalu menodongkannya ke kepala pria itu. “Kamu ingin menuruti suaraku atau suara benda ini?”Kedua pria itu langsung melepas Ivy dan secepat kilat gadis itu berbalik untuk menutupi tubuhnya. Leo menoleh, menatap Isa dengan tajam. Mendapat seringaian mengerikan seperti itu membuat Isa ber
Keenan mengetuk pintu kamar Emmy lagi, mencoba menekan emosinya ketika gadis itu tak kunjung membuka pintu baginya. Karena sedang berusaha untuk tidak menciptakan masalah lain, Keenan tidak mau menerjang masuk. Dia tetap menunggu walau dia sudah berdiri selama sepuluh menit di sana.Madam Karen memberitahu Keenan kalau Emmy tidak turun ketika dia makan siang bersama Isa. Keenan pikir Emmy sedang tidur, jadi dia mengabaikan gadis itu dan berpesan agar Madam Karen mengantar makan siang Emmy ke kamar.Tapi Madam Karen mengatakan lagi kalau Emmy tidak membukakan pintu dan dia tidak berani merangsek masuk, jadi dia membawa makan siang Emmy kembali. Dan saat makan malam tadi, Madam Karen melaporkan hal yang sama pada Keenan.Saat itu Keenan hanya mengangguk, tanpa berusaha untuk menyusul Emmy ke kamarnya. Menurutnya, bagus mereka berdua mengambil waktu untuk sama-sama memperbaiki diri. Tapi ini sudah sangat malam dan Emmy sama sekali tidak keluar. Dari kamarnya, Keenan tak mendengar apa pun
Bayang-bayang kebersamaan Emmy dan Josiah menari-nari di pelupuk mata Keenan. Pria itu duduk dengan lemah, jantungnya berdebar membayangkan hal yang seharusnya tidak dia bayangkan. Bagaimana kalau sekarang Emmy tidur di tempat tidur Josiah? Bagaimana kalau mereka melakukan sesuatu yang terlarang?Pikiran kalut itu menyeret Keenan hingga tak sadar tahu-tahu dirinya sudah ada di dalam sedannya. Keenan tak ingin menunggu dan tak akan memberikan kesempatan sekecil apa pun pada Josiah. Emmy adalah istrinya. Tak ada yang bisa menyentuh Emmy selain dirinya sendiri.Jalanan yang sepi mempercepat laju kendaraan Keenan. Hanya butuh dua puluh menit, dia sudah tiba di apartemen Josiah. Namun berkali-kali menekan bel, pintu tak kunjung terbuka. Keenan mengumpat marah, memaki Josiah dalam hati.Dia mencoba menghubungi Leo, tersambung, dan tak lama dia mendengar suara kantuk dari seberang.“Ya, Tuan?”“Leo, apakah kamu tahu dimana Josiah berada?”Leo mengucek mata, setengah bangun di sofa dan meliha
Kedua bola mata Keenan menyipit, berusaha melihat lebih jauh ke dalam diri Emmy. Namun dia tidak melihat apa pun selain kesungguhan dan ketenangan yang justru membuatnya merasakan gelagak amarah yang berapi-api.“Apa katamu?” desis Keenan.“Ayo bercerai!”“Kamu gila?” teriak Keenan.“Ya, aku memang gila,” sahut Emmy, suaranya tak kalah bergema. “Kamu lihat dia.” Emmy menunjuk Isa yang berdiri di sisi Keenan. “Menikah saja dengan dia dan kalian berdua bisa hidup dengan bahagia.”“Emmy, tutup mulutmu,” pekik Keenan. “Sudah ku katakan berkali-kali kalau aku dan Isa adalah sahabat. Kenapa kamu tidak mengerti juga?”“Lalu kenapa kamu marah jika aku dekat dengan Josiah?” Emmy mengernyit. “Bukankah apa yang kulakukan adalah cerminan apa yang kamu lakukan? Kalau kamu sakit hati, maka ingatlah, aku jauh lebih sakit hati!”“Memangnya kamu dan Josiah bersahabat? Aku sudah bertemu Isa saat usiaku sembilan tahun, sedangkan kamu? Kenapa kamu membandingkan dirimu denganku?”“Kalau ku bilang akulah a
Baik Emmy atau Isa tidak menyangka kalau akan mendengar pengakuan blak-blakan dari Keenan. Bukan hanya mengakui perasaannya, Keenan juga terlihat menangis. Emmy mengerjap, menelengkan kepala menatap Keenan dalam-dalam.Apakah dia sungguh-sungguh? Atau, apakah dia hanya ingin membuat suasana hati Cecilia membaik?Emmy tak bisa menebak warna rona wajah Keenan karena terlalu banyak penampilan pura-pura yang ditunjukkan pria itu. Beberapa minggu yang lalu dia juga mengatakannya di depan Emmy, bahkan mereka tidur bersama hingga pagi. Tapi saat ada sedikit saja masalah, semua itu lenyap digantikan amarah yang membabi buta.Sulit mempercayai kata-kata yang keluar dari mulut Keenan, begitu pula membaca gerak geriknya. Ada terlalu banyak hal yang membuat Emmy enggan percaya lagi padanya, salah satunya adalah tamparan terakhir Keenan.“Mom.” Emmy mengalihkan pandangannya dari Keenan. “Tenanglah, jangan seperti ini.”“Jangan seperti ini katamu, Nak? Emmy, dia menyiksamu selama ini. Bagaimana seh
Simone mengangkat wajahnya menatap Frans, meminta pendapat sahabatnya itu tentang keluhan Isa. Frans memberi kode, mengangguk dengan kepalanya. Simone berdehem, lalu berkata, “Dimana kamu sekarang, Nak? Aku akan ke sana.”“Aku baru saja kembali dari kediaman Achilles. Aku tidak mau tahu, Dad. Bantu aku sekarang juga!”Dari ledakan amarah yang terdengar, Simone tahu terjadi sesuatu di sana. Dia hanya mengangguk, lalu sambungan mereka terputus. Pria itu terlihat mengepalkan tangan, rahangnya mengetat menahan semua rasa marah yang selama ini sudah dipendamnya.“Kita harus segera mengeluarkan Nikky dari sana,” ujar Frans, menyadarkan Simone kembali.“Aku tahu. Tapi bagaimana caranya?”Bagaimana cara mereka mengeluarkan Nikky tanpa ketahuan? Akhir-akhir ini, Diane selalu ada di rumah. Jika biasanya dia selalu bepergian menemui teman-temannya, sekarang dia yang mengundang teman-temannya datang ke rumah.Setiap hari dia di sana, seolah sudah menyadari kalau akan terjadi sesuatu pada Nikky. D
Isa mengipasi wajahnya yang memerah saat dia kembali teringat dengan perlakuan yang dia terima di rumah Keenan. Dia tidak sedang mempermasalahkan penolakan Keenan, karena dia yakin, Keenan sebenarnya menyukainya dan mencintainya sepenuh hati.Hanya saja pria itu sedang shock karena Emmy mengajukan cerai. Jadi Isa memutuskan untuk menunggu perasaan Keenan membaik lalu kembali datang padanya. Tapi Dorothy dan Cecilia? Apa-apaan mereka menghinanya dengan cara seperti itu?Harga diri Isa benar-benar tiris sampai habis, tergerus oleh sentilan panas dari kedua wanita itu. Isa menggeram, memukul meja cafe sampai beberapa pengunjung menoleh padanya. Isa tidak peduli. Sebaliknya, otaknya berpacu cepat, memikirkan cara menyingkirkan kedua wanita itu, dan harus dimulai dari yang paling berkuasa, yaitu Dorothy.Jika Dorothy mati, maka Cecilia akan kehilangan pegangannya. Selama ini, kiblat Cecilia adalah ibu mertuanya yang sudah bau tanah itu. Dia memiliki nyali hanya karena Dorothy memihaknya. D
“Tuan, Nyonya. Keluarga Matilda ada di depan,” seorang pelayan datang ketika keluarga Achilles sedang menyantap makan siang.Charles terlihat mengangkat alis. “Keluarga Matilda? Untuk apa mereka datang siang-siang begini?”Cecilia mendesah kasar. “Isa pasti sudah melaporkannya pada orangtuanya,” gumamnya.“Melaporkan apa?”“Bukankah tadi sudah ku katakan kalau Emmy menuntut cerai dari Keenan? Alasannya adalah Isa dan aku memarahinya tadi. Aku memintanya untuk menjaga sikap dan jarak dari Keenan. Hanya itu saja.”“Kalau hanya itu, untuk apa mereka ke sini?”“Apa lagi? Dia pasti merasa harga dirinya terinjak-injak,” sahut Dorothy santai. “Lanjutkan saja makan siangmu. Kalau mereka memang membutuhkan kita, maka mereka harus menunggu!”Si Pelayan membungkukkan tubuh, kembali bicara pada keluarga Matilda dan menyampaikan pesan Dorothy. “Maaf, tuan dan nyonya masih makan jadi mereka meminta kalian menunggu.”“Apa?” Diane membelalak marah, menyaksikan si pelayan pergi begitu saja. “Bisa-bisa