Rayhan yang belum menikmati tubuh gadis semenjak kedatangannya ke negara ini, seperti mendapatkan makanan setelah menahan lapar berhari-hari. Dia dengan gerakan yang lihai dan lincah menjelajah setiap inci tubuh Vero. Seperti tak rela melewatkan sedikit pun dari sentuhan dan kecupannya.“Aaahh ... kau lama sekali. Aku sudah tidak tahan lagi, Tuan.” Vero meracau saat Rayhan masih saja bermain-main dengan tubuhnya.“Aku butuh pemanasan yang benar-benar panas, Sayang. Atau nanti kita tidak bisa berolahraga dengan baik,” sahut Rayhan dan tersenyum penuh arti.“Cepatlah. Tiduri aku sekarang!” titah Vero seperti menjadi lampu hijau bagi Rayhan untuk segera masuk ke dalam bagian tubuh Vero yang akan menjadi kenikmatan bagi mereka berdua.“Baiklah kalau kau memang sudah tidak sabar lagi. Aku datang,” ucap Rayhan dan segera mengarahkan benda pusakanya pada tempat di mana tangan Vero berada sekarang.Wanita itu dengan tidak sabar sudah menyentuh dan memainkan daging kecil di dekat lembah surgan
Vero masih berdiri di tempatnya itu dengan jantung berdetak sangat kencang. Bagaimana bisa Rayhan berkata seperti itu kepadanya? Vero masih mencerna semua itu saat sebuah senggolan terasa di pundaknya dan membuat tubuhnya hampir saja jatuh karena tidak bisa menahan keseimbangan.“Vero, hati-hati.” Laura berkata dengan suara bisikan yang terdengar tertahan.“Terima kasih, Lau. Sepertinya kita butuh bicara, Laura.” Vero membalas dengan ucapan yang membuat Laura bahkan tidak bergeming.“Ada apa?” tanya Vero tak mengerti dengan sikap Laura yang biasanya ceria.Laura memberikan kode dengan menaikkan alisnya ke arah belakang tubuh Vero, dan saat itu juga Vero merasa ada yang tidak beres akan terjadi. Vero langsung mengubah pose dan juga mimik wajahnya dengan serius, seperti biasa saat dia bekerja untuk Ramon di depan semua orang. Serius, fokus, dan tanpa tawa.Vero bisa melihat wajah Laura yang ketakutan dan tiba-tiba saja wanita itu setengah membungkuk sebelum akhirnya pergi. Wanita itu be
Ramon tidak lagi bersemangat untuk menyentuh Vero karena terlanjur kesal mendengar ucapan wanita itu. Tadinya, Ramon membawa Vero ke gudang dokumen ini karena sudah tidak tahan lagi menanggung rindu. Semalaman mereka tidak bertemu dan Vero bahkan pergi minum-minum entah dengan siapa yang Ramon tidak ketahui.“Kau menghabiskan uang untuk minum-minum semalam bukan?” tanya Ramon kasar dengan mencengkram rahang Vero.“Apa itu tidak boleh? Aku lupa membawa kartu kreditku, dan aku akan mengganti uang yang terpakai di kartu kreditmu tadi malam,” jawab Vero dengan susah payah dan menahan sakit.“Ganti? Kau pikir aku meminta ganti untuk uang yang bahkan tidak seberapa bagiku itu?” tanya Ramon lagi dengan nada setengah berteriak.“Lalu apa, Tuan? Kau memberikannya padaku dan selama ini aku tidak pernah menggunakannya. Semalam aku menggunakannya dan sekarang kau membahasnya. Sebaiknya, kau tidak pernah memberikan itu padaku!” ungkap Vero lagi dengan nada bergetar dan mata berkaca-kaca.“Aku memb
Vero tidak bisa berkata apa-apa dan memilih untuk mengalihkan pandangannya dari Ramon yang masih berdiri di depan pintu ruangannya. Ramon yang kesal juga langsung meninggalkan tempat itu karena Miana sudah lebih dulu pergi. Dia tidak ingin membuat gadis itu marah lagi dan mengacaukan semua pekerjaannya dengan mengadu.“Vero, apa yang kau liat di luar sana? Apakah ada sesuatu di sana?” tanya Laura dan memutar kepalanya.Laura memandang ke arah di mana Ramon dan Miana sempat berdiri tadi. Namun, tidak ada siapapun atau apapun di sana. Sehingga Laura langsung menatap Vero dengan heran. “Tidak ada apa-apa di sana, tapi kau terus menatap ke sana sejak tadi,” lanjut Laura dengan heran.“Aku hanya sedang berpikir, Laura. Kenapa aku harus mendapatkan kesialan seperti ini dalam hidupku,” ucap Vero pula dengan nada sedih.“Maafkan aku, Vero. Aku sudah menjebakmu untuk ikut bergabung bersamaku dan kau ditiduri oleh pria bayaran. Tapi, kau tahu bukan kalau dia wanita yang kejam dan aku tidak bera
“Kalian sedang membahas apa?” tanya Ramon yang benar-benar masuk ke dalam ruangan Rayhan.“Biasa, Kak. Aku kan lagi belajar jadi CEO yang baik dari Markus,” jawab Rayhan dengan entengnya.“Memangnya Markus ini CEO?” tanya Ramon lagi dan mendadak membuat Rayhan tak bisa berkata-kata. Begitu pula dengan Markus yang langsung mati kutu.“Kamu! Ke ruangan aku sekarang juga!” titah Ramon kepada Rayhan dengan tegas seraya mengarahkan telunjuknya pada Rayhan.“Siap, Tuan Muda!” sahut Rayhan dengan sedikit formal tapi juga bercanda.Markus tidak berani menjawab atau berbicara lagi pada Ramon. Sampai pria itu keluar lagi dari ruangan Rayhan, barulah Markus bisa bernapas lega dan mengelus dadanya. Melihat tingkah Markus itu, tentu saja Rayhan langsung tertawa geli karena memang Markus terlihat sangat lucu sekali dengan gayanya itu.“Heh, Markus! Apa kau CEO?” tanya Rayhan sengaja menggoda Markus dengan mengulangi ucapan Ramon tadi.“Sialan! Kau mengejekku? Liat saja nanti kalau kau butuh bantuan
Hari ini begitu banyak hal dan kejadian yang membuat Vero lemas serta tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Mulai dari bangunnya dia di sebuah kamar hotel dan mendapati bahwa dia pasti sudah bercinta dengan seorang pria dalam keadaan mabuk. Lalu, Ramon yang mungkin mendengar pembahasannya itu dengan Laura. Belum lagi, Rayhan yang bersikap aneh dan membuat Vero menduga kalau dia adalah pria yang menidurinya semalam.“Vero! Kau ingin pulang bersamaku?” tanya Laura menghampiri Vero dan suaranya sedikit berteriak.“Hmm ... sepertinya tidak. Aku harus pergi ke suatu tempat,” jawab Vero menolak dengan sangat halus. Sejujurnya, Vero masih belum tahu kenapa dia berbohong seperti itu kepada Laura.“Kau ingin pergi ke mana? Apa kau tidak ingin mengajakku bersamamu?” tanya Laura lagi.“Maaf, Lau. Tapi, aku ada keperluan mendadak dan ini sangat pribadi. Kau bisa ikut lain kali saat aku memang pergi bermain atau kita bisa minum lagi kapan-kapan.”“Benarkah? Kau tidak trauma dengan kejadian semala
Ramon menghentakkan tangannya dengan keras dan kasar karena merasa geram mendengar ucapan Vero. Dia tak mengira jika Vero sangat berani mengatakan hal itu kepadanya, dan terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.“Apakah kau merasa tidak perlu menjaga perasaanku, Vero?” tanya Ramon dan menaikkan sebelah alisnya.“Untuk apa, Ramon? Kita tidak terikat apapun dan tidak ada kontrak di antara kita. Kita bahkan sudah setuju untuk tidak pernah melibatkan perasaan dalam hubungan ini,” jawab Vero dengan santai dan mengulas senyum pada Ramon. Jari jemarinya menjalar dari kening Ramon hingga sampai ke bagian bibir, menyentuh bibir Ramon dengan gerakan yang mampu memancing gairah.Ramon dengan cepat menahan jari itu dengan menggigitnya pelan. Vero sempat meringis tertahan, tapi cepat dia ubah dengan senyuman lagi. Hingga Ramon akhirnya mengulum jari itu keluar masuk dari dalam mulutnya. Vero mengikuti permainan yang dilakukan oleh lelaki perkasa milik wanita lain itu.“Kau sudah tidur dengan pri
Vero menangis sejadi-jadinya saat mobil sudah kembali berjalan. Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya saat ini, karena sudah sejak tadi menahan sebak di dadanya. Vero sudah terlalu berani dan tegar berbicara seperti tadi pada Ramon, hingga saat ini dia harus melepaskan tangisnya sendirian. Wanita itu bahkan tidak lagi peduli pada sopir taksi yang pasti mendengar tangisnya saat ini.“Ini tisu untukmu, Nona. Hapuslah air matamu karena kau terlihat berantakan saat menangis,” ucap sopir yang tak terlihat wajahnya itu.Selain dia mengenakan masker, pria itu juga memakai topi hitam yang menutupi sebagian wajah bagian atasnya. Hingga sama sekali tidak bisa dipandang oleh Vero meski dari kaca depan mobil. Namun, aroma parfumnya seperti pernah dihidu oleh indera penciuman Vero meski dia tetap saja tidak ingat kapan dan di mana dia menciumnya.“Terima kasih,” balas Vero singkat dan mengambil tisu itu dengan sedikit kasar.“Kau kasar sekali, Nona. Ada apa? Apa yang membuatmu menangis?” tany
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah