“Periksa kedua rambut ini dan segera beri tahu aku hasilnya!” titah Ramon pada seorang dokter laki-laki tua di hadapannya saat ini.“Rambut siapa ini, Ramon?” tanya dokter itu dengan kening berkerut.“Milikku dan putriku,” jawabnya singkat tapi jujur.“Apa? Kenapa kau ingin melakukan tes DNA dengan putrimu? Apa kau meragukannya sebagai darah dagingmu, Nak?” tanya dokter yang bernama Bobby itu.“Tidak, Paman. Awalnya aku tidak ragu sama sekali, sampai seseorang mengatakan sesuatu yang membuat keyakinanku menjadi goyah,” terang Ramon yang menjawab pertanyaan Bobby dengan sopan dan lembut.Pria tua itu cukup terkejut saat mendengar cara dan nada bicara Ramon kepadanya. Tidak seperti biasanya dan hal itu justru membuat Bobby merasa tidak tenang. Ada hal apakah yang sekiranya hingga membuat Ramon berubah seperti itu. Pendiriannya juga tidak seperti itu dulunya, sampai dia bisa berbicara dan memanggi Bobby dengan kata paman.Hal yang belum pernah selama ini dia katakan pada Bobby, mengingat
Gerakan tubuh keduanya langsung membuat air dalam bak mandi itu beriak dan bahkan sampai melimpah keluar. Seperti orang yang baru saja menikmati kehidupan dan cinta yang baru dalam hidup, mereka tak berhenti mengumbar cinta dan mencurahkan semua perasaannya dalam setiap gerakan dan desahan yang terkadang mengerang penuh kenikmatan.“Ouugghh ... nikmat sekali, Sayang. Aku akan sampai lagi!” erang Rayhan dan mempercepat gerakannya pada tubuh Vero.Kini, posisi mereka sudah berganti dari yang pertama tadi saat Rayhan menaikkan tubuh semok Vero ke atas pangkuannya. Saat ini posisi Vero menahan tubuh dengan lutut dan tangannya terlipat pada kepala bak itu. Seperti menyandar tapi tidak menyandar sepenuhnya dan Rayhan berlutut pula di belakangnya untuk bekerja keras menghasilkan desahan dan gairah cinta.“Lebih cepat, Ray! Aku sudah tidak tahan lagi sekarang, lututku sakit.” Vero merengek dengan nada yang memelas dan terdengar sangat manja.“Ini sudah sampai, Sayang. Oouuugghh ... yeaaahh!”
Rayhan masih tak bisa berhenti terkekeh karena berhasil membuat Vero merasa kesal. Semua itu hanya karena satu kata saja yaitu ‘sahabat’ yang mana saat mereka bicara tadi, Rayhan menyebut Vero sebagai sahabat. Tentu saja hal itu membuat Vero merasa kesal dan tak berhenti untuk mengomel sepanjang perjalanan.Saat ini, sepasang calon suami istri itu sedang menuju sebuah butik terkenal dan sangat mahal di negaranya. Tidak ada yang bisa masuk kecuali pelanggan VVIP yang salah satunya adalah Rayhan. Itu semua karena mereka akan melakukan pengukuran dan pencocokan baju pengantin tentunya.“Bisakah kau berhenti tertawa, Ray? Itu sudah terlalu lama dan kau tidak merasakan keram pada mulutmu?” tanya Vero yang masih dengan nada kesal.“Tidak. Aku masih terbayang wajah lucumu yang menggemaskan saat marah. Apalagi seperti yang sekarang ini,” jawab Rayhan yang seperti sedang berusaha untuk berhenti terkekeh.“Kalau kau tidak berhenti tertawa dan terkekeh seperti itu, aku tidak akan turun dari mobi
Vero mendengarnya dan merasa sedikit terluka, tapi dia sadar bahwa penampilannya saat ini memang jauh dari kata mewah. Vero hanya mengenakan hotpants pendek dan juga kaos oblong berwarna putih. Sendal jepit dan sebuah tas kecil yang disandangnya untuk menyimpan dompet beserta ponselnya.Jelas dua benda itu tidak bisa jauh dari Vero, meskipun dia pergi bersama dengan Rayhan saat ini. Namun, dompet menyimpan banyak kartu penting yang mungkin saja diperlukannya nanti. Selain itu, Vero juga tidak bisa jauh dari ponsel apalagi saat berada di luar rumah seperti sekarang. Dia tidak bisa tenang jika dalam setengah jam tidak mendapatkan foto atau video terbaru putranya.“Jangan dengarkan yang mereka katakan. Biarkan saja karena aku sendiri tidak merasa tersinggung,” bisik Vero saat mengetahui bahwa Rayhan juga mendengarnya dan ingin menegur wanita itu.“Kau tidak tersinggung dengan yang dia katakan?” tanya Rayhan setengah tak percaya.“Tidak sama sekali. Semua itu pasti dia liat dari penampila
“Kau dengar yang baru saja dia katakan? Su-suami?”“Iya. Aku mendengarnya dengan sangat jelas. Belanja sekian banyak, dia juga akan membayarnya sendiri? Aku tidak mengira kalau dia akan sekaya itu.”“Kau benar. Diliat dari penampilannya, dia seperti gembel yang sedang memoroti seorang pria kaya. Tapi, ternyata dia lebih kaya dari yang kita duga.”“Kalau begitu, cepat ambil pesanan kita dan segera pergi. Meskipun mungkin mereka tidak mendengar sejak tadi kita membicarakan mereka, tapi aku merasa malu sendiri jika mereka melihat kita.”“Baiklah. Ayo segera ke bagian kasir yang di sana.”Dua orang wanita itu berjalan dengan gugup dan tak menoleh ke kiri ataupun ke kanan. Di dalam butik itu, ada dua kasir yang berlawanan arah. Mereka lebih memilih ke kasir lain dari pada ke kasir yang sama dengan tempat Vero dan Rayhan berdiri sekarang.Pendengaran Vero yang tajam mendengar dengan jelas semua yang mereka berdua katakan dan wanita itu hanya bisa tersenyum dengan geli. Bagaimana orang selal
Semuanya memang terlalu cepat berlalu bagi Vero dan pagi ini jantungnya seakan sedang berpacu dengan keadaan. Tidak akan lama lagi, dia dan Rayhan akan mengikat janji suci di depan pendeta dan para saksi yang datang di acara pernikahan mereka itu. Tangan Vero bahkan berkeringat dingin karena terlalu gugup saat ini.“Apakah Anda gugup, Nyonya?” tanya Esra – pengasuh baby R yang kini menemaninya di dalam ruang rias.Beberapa orang MUA sedang memoles wajah dan tubuhnya dengan sangat indah. Itu membuat Vero terlihat semakin cantik di hari pernikahannya. Sementara itu, Rayhan sudah menunggu di depan altar dengan perasaan gugup juga tentunya.“Aku merasa sedikit gugup dan gemetar. Apakah seperti ini rasanya saat seorang wanita akan menikah, Esra? Aku tidak bisa membayangkan yang akan terjadi setelah ini,” jawab Vero dengan mata berkaca-kaca. Namun, dia tetap menjaga diri dan emosinya di saat yang seperti ini.“Itu alami, Nyonya. Semua orang yang akan menikah memang akan sangat gugup. Apalag
Vero berjalan dengan sangat elegant ke luar dari dalam kamar rias dan diiringi oleh Esra di sampingnya. Esra menggendong Baby R yang juga tampil sangat tampan dengan tuxedo senada dengan yang dikenakan oleh Rayhan di atas altar.Gaun putih sedada itu tampak sangat anggun membalut tubuh indah Veronica. Dengan beberapa mutiara di bagian dada yang membentuk huruf M dan menampilkan sedikit belahan dada yang putih dan tampak sangat kencang itu. Di lehernya, Vero juga menggunakan kalung mutiara yang besar dan berkilau.Bagian kepala menggunakan mahkota yang sangat indah dengan satu permata di bagian tengah. Tidak lupa, selayar panjang yang dipegangi oleh dua orang dayang-dayang.“Aku sangat deg-deg an, Esra.” Vero berbisik kepada Esra dan berusaha tetap tersenyum cerah di depan semua orang.“Nyonya, anggap saja semua orang yang menontonmu itu tidak ada. Hanya ada tuan muda Rayhan yang sedang menunggu di atas altar itu,” sahut Esra mencoba memberikan ketenangan kepada Vero.“Apakah kau rasa
“Sudah ... sudah. Nanti dilanjutkan lagi di kamar pengantin. Kalian jangan mengumbar kemesraan dan cinta di depan orang banyak seperti ini,” teriak Catrine dengan penuh semangat.Hal itu tentu saja membuat wajah Vero merona karena merasa malu dan dia terpaksa menunduk sambil tersenyum malu-malu. Sementara Rayhan hanya mengacungkan jempolnya ke arah semua orang dan kemudian menarik pinggang ramping Vero ke dalam dekapannya. Mereka kini berpelukan dan kemudian setengah membungkuk memberikan penghormatan kepada semua para tamu.“Silakan menikmati hidangan yang sudah disediakan, Para Tamu yang terhormat.” Seorang pembawa acara berkata dengan suara lantang kepada tamu yang hadir dalam resepsi pernikahan itu.“Sayang, kau lapar? Apa kau ingin aku ambilkan makanan dan minuman?” tanya Rayhan dengan lembut menawarkan hal itu kepada istrinya.“Hmm ... aku hanya sedikit haus. Bisakah kau mengambilkan air untukku? Aku juga rindu pangeran kecilku,” jawab Vero dengan suara serak dan terdengar sanga
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah