“Hubungan kalian berakhir?” tanya Rayhan yang ternyata mencuri dengar gumaman Vero tadi.“Hem ... aku rasa memang sudah berakhir. Tepatnya kemarin saat dia benar-benar tahu aku mabuk dan tidur dengan seorang pria,” jawab Vero dengan lancar, tapi jelas ada kesedihan tergurat pada wajahnya saat ini.“Apakah dia tahu ... pria itu adalah aku?” tanya Rayhan menyelidik.“Aku tidak yakin, karena dia tidak menyebutkannya. Tapi, kau tahu bukan dia bisa mencari tahu semua yang dia inginkan dan dia bisa mendapatkan informasi dengan sangat akurat soal itu,” ungkap Vero lagi yang masih menjawab pertanyaan Rayhan.“Ayo berangkat!”“Baiklah. Aku harus siap menghadapi semuanya.”“Tentu saja kau harus.”“Aku pasti bisa!”“Ya, kau pasti bisa!”Hanya pengulangan kata yang dia ucapkan saja, tapi Vero bisa merasakan energi positif menjalar ke seluruh tubuhnya saat ini. Rayhan memang sangat pandai membuat Vero kembali bersemangat. Mereka segera keluar dari unit apartemen dan kemudian menuju kantor atau per
“Benarkah kau akan menjemputku siang ini? Kalau begitu, kita akan mencoba pakaian pengantin hari ini. Kau sudah terlalu lama mengulur waktu untuk itu, Sayang.” Mia mendekati Ramon dan duduk di pangkuan pria itu.Biasanya, Ramon tidak begitu mempermasalahkan tindakan kecil yang Miana lakukan padanya seperti saat ini. Namun, hatinya benar-benar sedang tidak dalam keadaan mood yang baik saat ini. Pikirannya terus tertuju pada Vero yang bisa-bisanya sangat akrab dengan Rayhan.Semua orang tahu, Rayhan baru saja datang dari luar negeri beberapa hari ini. Jadi, untuk kedekatan Vero dengan adiknya itu, jelas saja Ramon merasa ada yang aneh dan itu tidak mungkin terjadi begitu saja. Dia tidak ingin Vero menjadi santapan Rayhan yang sebenarnya sama saja seperti dirinya. Penyuka wanita dan bisa berhubungan dengan banyak wanita.Yang menjadi perbedaan antara Ramon dan Rayhan hanyalah pada berapa lama mereka bisa bertahan dengan satu wanita yang mereka tiduri. Rayhan tidak akan meninggalkan wanit
“Ada apa? Apa yang membuatmu mendadak menjadi pucat seperti itu?” tanya Ramon curiga menatap ke arah Laura dengan heran.“Bu-bukan apa-apa, Tuan. Aku hanya ingat ada pekerjaan yang belum aku selesaikan di ruanganku. Kalau begitu, aku pamit dulu, Tuan Muda.” Laura menjawab dengan panjang lebar dan alasan yang tidk sebenarnya.Padahal, dia hanya takut memikirkan Rayhan yang kemarin sempat diajaknya berbicara. Laura sudah mengatakan banyak hal tentang Ramon kepada Rayhan dan dia tidak bisa membayangkan jika pria itu mengadu pada sang kakak. Andai Laura tahu kalau Rayhan adalah adik Ramon sejak awal, tentu saja dia akan mengatakan semua hal baik tentang Ramon kepada Rayhan.“Baiklah kalau begitu. Katakan pada Vero kalau aku ada meeting jam dua siang ini setelah makan siang. Di perusahaan Stars Crop dan suruh dia mempersiapkan semua yang harus dibawa nanti,” titah Ramon kepada Laura dan membuat kening wanita itu berkerut banyak.Biasanya, Ramon akan memerintahkan Vero langsung untuk hal it
Rayhan bukannya marah, tapi dia justru tertawa renyah mendengar pertanyaan dan juga kalimat polos dari Laura itu. Dia bukan pria yang gila hormat dan jabatan pada intinya, dan Rayhan sama seperti kebanyakan anak muda pada umumnya. Yang dia butuhkan hanyalah kesenangan dan kebebasan, hidup tanpa aturan dan kekangan.“Aku bukan pria seperti itu asal kau tahu saja, Laura!” ucap Rayhan yang kemudian terdengar tegas dan wajahnya serius.“Dia benar, Lau. Kau tidak perlu khawatir karena Rayhan sepertinya sama seperti kita. Dia sangat cepat akrab dan dia tidak tegang seperti kakaknya,” ungkap Vero pula yang memilih untuk membela Rayhan saat ini.“Wah, benarkah begitu? Aku akan sangat bersyukur jika memang ada boss yang seperti dia,” kata Laura dengan rona wajah yang bisa dikatakan cukup bahagia.“Ya. Kalian bisa menjadi sahabatku jika kalian mau, dan aku tidak akan membuat hubungan di antara kita terbatas pada atasan dan bawahan saja,” ungkap Rayhan sekali lagi membuka dirinya kepada Vero dan
Suasana hati Vero semakin memburuk saat dia mendengar rekaman suara Ramon dan Miana yang berbicara tentang dirinya itu. Mana mungkin Ramon hanya sekedar menyenangkan hati Miana saja dengan mengatakan semua itu. Vero sadar diri siapalah dia dan memang dia berasal dari keluarga yang tidak punya apa-apa.“Sudahlah. Sebaiknya kau kerjakan semua yang tadi tuan muda itu katakan. Jangan sampai kau membuatnya marah, karena sepertinya beberapa hari ini suasana hatinya sedikit buruk,” ungkap Laura yang memang melihat Ramon tidak seperti biasanya.“Terima kasih, Laura. Aku akan segera menyiapkan semuanya sekarang juga. Kau kembalilah bekerja,” ucap Vero dengan tulus dan melempar senyum pada sahabatnya itu.“Baiklah. Jangan memikirkan yang mereka katakan, karena kita akan menjadi wanita yang tepat untuk pria yang tepat.”“Tentu saja, Sayang. Aku tidak akan memikirkan hal itu karena juga tidak ada untungnya bagiku.”“Bagus, Babe. Kau memang wanita yang tangguh dan pemberani.”Vero hanya tersenyum
“Sudahlah. Itu tidak penting,” ucap Vero dengan suara bergetar hebat.“Aku ... sungguh aku tidak bermaksud seperti itu,” sesal Ramon yang terlihat sangat lemah saat ini di depan Vero.“Ada apa dengan Anda, Tuan Muda? Apakah Anda sudah lupa? Aku sudah tidur dengan pria lain dan itu seharusnya membuat Anda merasa jijik menyentuhku,” ungkap Vero dengan hati yang sangat terluka.“Tidak, Sayang. Aku tidak pernah jijik kepadamu. Aku sendiri tidak tahu kenapa dan apa yang terjadi padaku. Sepertinya ... apa aku harus mengatakan kalau aku jatuh cinta padamu?” tanya Ramon dengan penuh keraguan.“Maaf, apa aku tidak salah dengar? Jatuh cinta padaku? Tentu saja itu tidak mungkin, Tuan.”“Kenapa kau begitu yakin kalau itu tidak mungkin?”“Anda mencintai nona Miana dan dia setara dengan dirimu. Aku hanya wanita biasa yang berasal dari kalangan bawah dan tidak pantas dicintai oleh pria sehebat dirimu.”“Apa yang baru saja kau katakan, Vero!” bentak Ramon tidak suka mendengar ucapan Vero tadi.Sunggu
Vero segera mengenakan seragam baru yang diantarkan seorang wanita muda ke dalam ruangan Ramon. Sementara Vero menunggu di dalam kamar rahasia Ramon saat wanita tadi itu datang. Seragam itu sama persis dengan milik Vero yang robek, dan untung saja hanya kemejenya saja yang sudah menjadi sampah.“Aku permisi dulu, Tuan Muda.” Vero berkata dan membungkukkan badannya di depan Ramon.“Apa kau benar-benar tidak berniat mempertimbangkan persayaratan dariku tadi?” tanya Ramon masih mencoba untuk membujuk Vero.“Maafkan aku, Tuan Muda. Aku benar-benar tidak bisa menerima semua yang kau ajukan tadi,” jawab Vero dengan kesungguhan yang jelas terdengar oleh Ramon.“Aku masih menunggu, andai nanti kau berubah pikiran.”“Tunggulah sampai kau lelah dan bosan, hingga akhirnya melupakan semua itu.”“Aku yakin kau akan datang padaku suatu saat nanti.”“Sepertinya, rasa percaya diri Anda terlalu tinggi, Tuan Muda Ramon yang terhormat.”“Jangan melewati batasanmu saat bicara denganku, Vero! Kau ingin be
Ramon kembali tersadar dari lamunannya saat ponselnya berdering. Dia merasa enggan, tapi itu adalah dari ayahnya. Pria itu pasti akan bertanya tentang perkembangan hubungannya dengan Miana dan itu membuat Ramon merasa sedikit muak. Dia seperti malas membahas segala sesuatu tentang Miana saat ini.Yang ada dalam pikiran pria itu hanyalah Vero dan Vero, selalu saja Vero! Ramon bahkan tidak bisa berpikir tentang hal lain saat ini. Dia tidak bisa membagi fokusnya untuk hal lain karena jelas-jelas Vero sudah menolaknya.“Ada apa, Dad?” tanya Ramon dengan nada datar.“Pernikahanmu dengan Miana adalah besok. Kau sudah bersiap? Ini sudah mundur beberapa seperti yang kau minta. Segala sesuatunya sudah selesai dan jangan membuat drama lagi!” jawab Steve dengan nada tegas dan sedikit pengancaman.“Apakah benar-benar tidak bisa dibatalkan?” tanya Ramon dengan berani.“Ramon! Jangan membuatku murka! Kau sudah keterlaluan dan kau akan membuatku malu? Kau ingin semua usaha ini sia-sia dan kau ingin
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah