Vero merasakan kalau tubuhnya dibawa ke dalam tempat yang sempit seperti mobil. Namun, dia tidak bisa lagi melihat apapun karena matanya sudah diikat dengan kain hitam. Mulutnya juga sudah disumpal dengan sebuah kain yang tebal.Meskipun begitu, Vero sama sekali tidak merasa takut dan gentar terhadap situasi yang sedang dihadapinya saat ini. Semua itu karena setidaknya Richard masih berada dalam pelukannya dan orang-orang yang membawanya itu tidak menyakiti putranya.Di dalam mobil yang terus bergerak itu, Vero terus berdoa jika Rayhan bisa dengan cepat mengetahui keberadaannya. Dia yakin bahwa suaminya itu bisa dengan cepat menyadari ketidak adaannya dan Richard di tempat mereka duduk tadi. Sekarang, Vero hanya perlu terus mempertahankan bayinya yang sepertinya juga mulai risih dan rewel dengan keadaan itu.“Baik, Boss. Kami akan langsung membawanya ke sana,” ucap seorang pria yang duduk di samping Vero saat ini.Vero yakin dia sedang berbicara di telpon dengan seseorang yang membaya
Merasa sudah berada di tempat yang aman dan tidak akan ada yang berani menyakitinya lagi, dengan cepat Vero membuka pembungkam mulutnya dan juga melepas ikatan kain di matanya. Namun, dia melakukannya dengan sebelah tangan saja karena dia tetap harus memastikan Richard aman di dalam pelukannya.Saat semuanya sudah terlepas dan matanya buram menatap seorang pria yang kini duduk di depannya. Tentu saja hal itu karena matanya terlalu lama tertutup paksa dengan kain hitam. Setelah beberapa menit, Vero mendapatkan kembali penglihatannya yang terang dan cerah.“Kau? Jadi ... kau yang melakukan semua ini kepadaku?” tanya Vero dengan nada tak percaya.“Apa kabar, Sayang? Apakah kau tidak merindukanku sama sekali? Kita sudah setahun tidak bertemu,” ucap pria yang ternyata adalah Ramon itu dan dia tidak menjawab pertanyaan Vero sama sekali.“Kenapa kau lakukan ini padaku, Tuan? Apa salahku padamu?”Pertanyaan Vero itu kembali tidak dijawab oleh Ramon karena merasa Vero terlalu kaku saat bertemu
“Bukan kah kata-katamu itu terlalu kejam, Sayang?” tanya Ramon sambil mengelus dagu dan pipi Vero dengan lembut.“Jangan sentuh aku, Ramon!” bentak Vero tak senang dan tidak menjawab pertanyaan pria itu sama sekali.“Ckckck ... jangan terlalu keras berteriak. Liatlah bayimu itu, dia langsung terkejut dan takut, Sayang.”“Dia haus dan aku harus menyusuinya. Aku tidak membawa botol susunya sekarang, dan kau dengan tidak punya perasaannya sudah membawa kami ke sini.”Ramon duduk di atas meja yang ada di depan Vero dan menatap wanita itu dengan lekat. Memang ada sedikit gurat ketakutan di wajah Vero, tapi Ramon yakin itu bukan perasaan takut pada dirinya. Vero tidak pernah takut padanya dan tidak pernah ragu dalam melakukan sesuatu hal.Dari penilaian dan penglihatan Ramon, sepertinya Vero lebih tepatnya bukanlah sedang takut. Akan tetapi, dia sedang dalam perasaan khawatir karena bayinya mulai rewel karena haus. Sementara, saat ini Ramon ada di depannya dan itu membuat perasaan pria itu
“Bagaimana? Kau masih ingin bertahan dengannya? Atau ... kau bisa datang padaku dan kita akan hidup bahagia. Tidak masalah jika kau ingin membawa bayi ini bersama kita. Nanti, kau bisa melahirkan banyak bayi lagi untukku bukan?” tanya Ramon dengan rasa percaya diri penuh kepada Vero dan saat ini tangisan Richard semakin menjadi jadi.“Ramon, tolong berikan Richard padaku. Dia takut padamu!” desak Vero yang berusaha menjangkau Richard dari pelukan Ramon.“Hustt ... jangan berisik, Sayang. Kau yang membuatnya takut dengan terus berteriak dan bersikap seperti itu. Tenang saja dan aku percayalah aku tidak akan menyakiti bayi ini,” terang Ramon dengan jari telunjuk di bibirnya, mencoba memberikan penjelasan agar Vero merasa tenang.“Dia ingin berada di dalam pelukanku. Aku ibunya! Dia tidak mungkin takut padaku. Dia takut padamu, pria asing yang baru saja dilihatnya dan langsung mengambilnya dariku,” jelas Vero pula dengan mata yang berkaca-kaca.Dia tidak tega mendengar jerit tangis ketak
Kepercayaan Vero terus terang saja tergoyahkan saat mendengar penjelasan dari Ramon tadi. Namun, sisi lain dari hatinya juga tidak ingin percaya bahwa semua ini memanglah rencana suaminya. Meski mereka belum lama hidup bersama, tapi setidaknya Vero sudah bisa mengenali kepribadian Rayhan luar dalam.Ramon menatap Vero dengan seringai liciknya dan sepertinya dia merasa puas dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh Vero saat ini. Tidak terbesit di benaknya bahwa sekarang Vero juga bukan lagi wanita yang bekerja sama dengannya dalam hal apapun.“Jadi, bagaimana keputusanmu? Kau akan ikut denganku dan meninggalkan semua tentang Rayhan? Aku bisa menjamin kebahagiaanmu dan tidak akan ada lagi wanita lain dalam hidupku. Aku sudah menceraikan Miana dan kau akan menjadi satu-satunya wanitaku. Aku akan mengumumkan pernikahan kita pada publik agar dunia tahu bahwa kau adalah istriku,” ungkap Ramon terdengar sangat sungguh-sungguh dan berusaha meyakinkan Vero dengan janji manisnya itu.Vero tersenyu
Ramon yang saat ini sudah sangat dekat jaraknya dengan Vero menatap wanita itu dengan sangat buas. Dia seperti ingin melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan kepada adik iparnya itu. Vero sudah mengenal Ramon sejak lama dan sudah mengerti dengan cara berpikirnya dari cara dia bersikap ataupun bertindak. Jadi, dia sudah mulai waspada sejak tadi.“Jangan menjadi monster yang tidak punya perasaan, Ramon!” tegur Vero sekali lagi mencoba memberikan peringatan kepada Ramon.“Apa yang memangnya akan aku lakukan padamu?” tanya Ramon mencoba menguji Vero.“Aku sudah cukup lama mengenalmu, Ramon. Kau tidak bisa menyembunyikan apapun di balik senyum dan wajahmu itu dariku!” tegas Vero pula mengungkapkan apa yang dia rasakan.“Baguslah kalau kau sudah cukup dan sangat mengenal aku selama ini. Tentu semuanya akan menjadi lebih mudah bagi kita. Iya kan?”“Jangan sampai kau menyentuhku! Aku tidak sudi disentuh dan dijamah lagi oleh dirimu. Kau camkan itu!”“Ckckck ... padahal, dulu kau begitu
“Ckckck ... benar-benar sepasang kekasih yang saling mencintai dan menyayangi,” sindir Ramon saat melihat kedatangan Rayhan di ambang pintu.“Apa yang kau lakukan pada istriku?” tanya Rayhan dengan kemarahan yang membuncah di dadanya. Dia tidak bisa menahan amarahnya pada Ramon, apalagi saat sorot matanya melihat darah segar mengalir di sudut bibir Vero dan pipi wanita itu memerah sempurna.“Sopanlah saat bicara dengan kakakmu, Ray!” seru Ramon memberikan peringatan keras pada adik tirinya itu.“Aku? Sopan pada pria yang sudah melecehkan istriku dan meneriakinya jalang? Cuih! Jangan bermimpi!”Menanggapi ucapan Rayhan yang bisa dibilang sangat kasar itu, bukannya merasa marah dan emosi, Ramon justru tertawa keras. Suara tawanya bahkan menggelegar dalam ruangan itu dan membuat baby Richard semakin takut dan menjerit dalam tangisnya. Vero berusaha menenangkannya dan belum berani bertindak atau mengambil langkah apapun.Saat ini, Ramon masih berdiri di depannya dan dia tidak bisa gegabah
Ramon tidak mencegah Rayhan sama sekali untuk pergi dan membawa bayinya itu. Sementara, Vero kembali masuk setelah menutup pintu. Dia berjalan ke arah tempat duduk Ramon dengan sorot mata yang tajam. Ramon sendiri tidak pernah melihat Vero seserius itu dalam menatapnya.“Kemarilah, Sayang. Mendekat padaku. Aku akan menerima apapun keadaanmu, Cintaku.” Ramon berkata dengan merentangkan tangannya luas di tempat duduknya itu.Vero berhenti tepat di depan sebuah meja yang menjadi pemisah antara dia dan Ramon saat ini. Tidak terlihat sedikit pun rasa cinta ataupun suka rela Vero mendatangi Ramon di sana. Semua itu membuat Ramon merasa sedikit heran. Namun, dia berusaha tetap berpikir positif bahwa saat ini Vero sedang berusaha untuk mengatur perasaannya yang menggebu gebu.“Maaf, Tuan Muda. Sudah berapa kali aku katakan padamu mengenai hal ini?” tanya Vero dengan suara yang pelan tapi terkesan sangat dalam.“Tentang apa lagi sekarang?” tanya Ramon mengerutkan keningnya dengan heran.“Aku t
Mereka sudah sampai di rumah sakit dan langsung mencari keberadaan Petrus dan juga Rayhan. Vero adalah yang paling panik karena Rayhan ternyata tidak ada di sana. Lelaki itu sudah langsung dipindahkan dan diberangkatkan menggunakan jet pribadi ke Amerika.Sementara Petrus sudah melewati masa-masa kritisnya dan hal itu membuat Alesha merasa tenang. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Vero saat ini selain memberikan penghiburan saja. Petrus juga tidak berani mengatakan di mana alamat Rayhan dirawat di Amerika kepada Vero.“Sayang ... tenang dan sabarlah menunggu. Semoga ada kabar baik tentang Rayhan sebentar lagia dari dokternya,” ucap Alesha yang ingin menghibur Vero dalam hal ini.Sudah tiga hari sejak Petrus sadarkan diri dan masih dirawat dengan intensif di rumah sakit itu. Alesha selalu menemani suaminya itu tanpa henti dan begitu pula Vero yang setiap hari datang ke sana untuk mencari tahu kabar tentang Rayhan.“Aku akan sabar menunggu dan tidak akan bosan datang ke sini untuk b
Tubuh Vero merosot ke lantai aspal saat mendengar yang baru saja dikatakan dan dijelaskan oleh Alesha. Dia sudah keluar dari dalam mobil dan mencoba menenangkan Alesha yang tampak sangat cemas dan juga takut. Akan tetapi, saat ini justru dia lah yang tampak paling terguncang.“Vero, ayo bangun! Ayo kita periksa mereka ke rumah sakit. Aku tidak bisa tenang sampai kau datang. Tadinya, aku ingin pergi terlebih dahulu karena tidak sabar menunggumu. Tapi, aku rasa kita memang harus pergi bersama,” ungkap Alesha pada Vero dengan banjir air mata saat ini.“Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar, Al. Katakan sekali lagi bahwa kabar ini semuanya bohong. Dia hanya ingin membuatku merasa bersalah dan kembali padanya. Bukan kah begitu?” tanya Vero pula dengan deraian air mata tak berhenti sejak tadi.Alesha masih berusaha membujuknya untuk berdiri, karena saat ini Vero masih duduk di lantai aspal yang keras. Panasnya aspal itu tidak lagi dirasakan oleh Vero karena pikirannya entah sudah ke ma
Sebenarnya Vero mengetahui semua itu dari mulut Rayhan langsung ketika pria itu mabuk dan pertama kalinya mereka bertemu lagi setelah lima tahun berpisah. Vero tidak punya alasan untuk tidak percaya pada semua yang diucapkan Rayhan pada saat itu.Jadi, dia mengatakan yang sebenarnya kepada William saat ini karena merasa putranya berhak tahu yang sesungguhnya. Tidak ada lagi dusta yang ingin Vero rajut dalam hidupnya saat ini. Terlalu banyak kebohongan dan juga kepalsuan sehingga membuatnya menjadi tidak berdaya.“Sekarang, apa yang terjadi pada ayahku itu?” tanya William setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri di dalam kendaraan roda empat itu.“Dia pingsan dan tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi, dia memang sedang dalam keadaan yang tidak baik sejak kemarin.” Vero menjawab dengan tegas dan juga keyakinan penuh.“Dari mana Mami tahu kalau dia dalam keadaan yang tidak sehat?” tanya William mulai menginterogasi ibunya itu.“Aku merawatnya semalaman, Willy! Aku ada di
“Kau mau ke mana?” tanya Marco dan menghalangi langkah Vero.“Aku ada urusan penting. Untuk sekali ini, aku meminta tolong padamu untuk menjaga William,” jawab Vero yang hatinya sudah semakin hambar kepada lelaki di hadapannya itu.“Aku melarangmu pergi!” seru Marco dengan nada tegas.“Kau tidak berhak melarangku!” balas Vero pula tak kalah tegas.“Tentu saja aku berhak. Itu ada di dalam surat perjanjian kita di nomor delapan. Pihak pertama berhak meminta atau melarang pihak kedua dalam satu hal yang terjadi di kemudian hari,” jelas Marco membacakan lagi isi perjanjian pernikahan yang sudah mereka tanda tangani bersama.Vero terdiam dan tidak bergeming sedikit pun setelah mendengar penjelasan dari Marco itu. Memang benar seperti yang Marco katakan itu dan tidak bisa dipungkirinya lagi. Namun, tetap saja Vero tidak bisa untuk tidak pergi kali ini karena Rayhan dalam bahaya.Dia tidak tahu apa dan bagaimana keadaan pria itu sekarang dan dari nada bicaranya Alesha tadi, jelas Vero menget
Sebuah tamparan mendarat di pipi Marco untuk pertama kalinya, dan tangan Vero lah yang sudah memberikan tanda kemerahan berbentuk jari di sana. Semua itu reflek dilakukan oleh Vero karena merasa tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan Marco.“Kau menamparku, Vero?” tanya Marco tak percaya.Sebelah tangannya menahan rasa perih di pipi yang masih berbekas kemarahan itu. Sedikit meringis menahan rasa sakit yang tidak bisa dipungkirinya, Marco masih menatap nyalang pada Vero.“Itu pantas untuk kau dapatkan, Marc! Ucapanmu itu sudah sangat keterlaluan dan tidak bisa aku terima!”“Bukan kah semua itu benar? Kau sudah bermalam dengannya dan menghabiskan malam penuh gairah bukan? Siapa dia? Dia hanya mantan suamimu dan kau rela memberikan tubuhmu padanya. Lalu, siapa aku? Aku adalah suamimu dan seharusnya aku yang lebih berhak atas dirimu,” ungkap Marco dengan sangat berang menatap Vero.Sekali lagi hati Vero terasa dicabik-cabik saat mendengar ucapan Marco yang tak beralasan itu. Dia mem
“Apa yang terjadi di sana semalaman?”“Tidak terjadi apa-apa. Tolong jangan membahas hal itu lagi, Marc! Aku tidak ingin membahasnya.”“Tapi, aku dan William mencemaskanmu semalaman. Tidak adakah hal yang ingin kau jelaskan pada kami?”“Tidak ada yang perlu dijelaskan dan tidak ada yang perlu kau tahu. Bukan kah sejak awal sudah kita sepakati bahwa tidak akan mencampuri urusan pribadi masing-masing? Aku tidak pernah bertanya hal pribadimu dan tidak pernah ikut campur, Marc. Jadi, tolong jangan melewati batasanmu!” ungkap Vero dengan nada tegas dan baru kali ini dia berbicara seperti itu kepada Marco.Cukup terkejut Marco mendengar ocehan yang dilontarkan oleh Vero beberapa detik lalu itu. Namun, saat ini dia jelas tidak bisa mendebat wanita yang kini duduk di sisi ranjangnya. Marco memang sengaja meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Vero untuk berbicara empat mata.Mereka sudah sampai di rumah setengah jam yang lalu dan nyaris tidak ada percakapan selama dalam perjalanan pulang. Ha
“Bagaimana sekarang, Sayang? Aku tidak mau Vero terluka dengan niat Rayhan itu. Aku juga tidak ingin membuat Rayhan tersisksa dengan hubungan mereka yang justru memburuk setelah bertemu dari perpisahan yang sangat lama ini,” ungkap Alesha yang menahan langkahnya di pertengahan anak tangga.“Tenanglah, Sayang. Jangan memikirkan hal yang terlalu jauh untuk saat ini. Mungkin tuan muda hanya merasa emosi saat ini.” Petrus mencoba menenangkan Alesha dari dugaannya itu.“Apa kau pikir dia tidak akan benar-benar merebut Richard dari Vero?” tanya Alesha sedikit ragu.“Aku berharap itu tidak akan terjadi. Tuan muda bahkan tidak melirik putranya sama sekali tadi,” jawab Petrus pula dan mengingat sikap dingin Rayhan pada William tadi.“Itu tidak bisa menjadi acuan bahwa dia tidak peduli dan tidak menginginkan putranya, Sayang.”“Aku akan mencoba untuk membujuknya dan memberikan saran yang lain.”“Saran apa? Aku tahu bahwa Vero adalah wanita yang keras kepala dan dia tidak akan mengubah keputusa
Rayhan menghentikan tangannya yang hendak menuangkan air hangat ke dalam gelas. Sorot matanya tajam menatap ke arah Vero. Wanita itu terlihat begitu terkejut mendapatkan tatapan seperti itu dari Rayhan. Tatapan yang tajam dan seakan ingin mengoyak jantung Vero saat ini juga.“Kau siapa? Beraninya kau memerintahku di rumahku sendiri!” seru Rayhan dengan sinis.Tidak pernah sebelumnya Vero berpikir jika pria itu akan mengatakan hal sekasar itu padanya. Namun, tetap saja Vero tidak boleh gentar dan terlihat begitu lemah. Dia tersenyum tipis pada lelaki yang baru saja ingin dirawatnya sepenuh hati. “Aku memang bukan siapa-siapa di sini. Baiklah, kalau begitu aku akan segera pamit. Aku tidak ingin terlalu lama di sini dan membuat suamiku menunggu!”“Suami yang bahkan tidak pernah menyentuhmu?” tanya Rayhan dengan nada mengejek.“Kau tahu apa tentang rumah tanggaku dengan istriku?” tanya sebuah suara yang entah sejak kapan berada di dalam ruangan itu bersama mereka.Vero mengalihkan pandang
Mata Alesha bergerak ke arah anak tangga dan melihat jika di sana Rayhan sudah berhenti mengayunkan langkah kakinya saat mendengar ucapan Vero tadi. Wajah Rayhan tampak merah padam yang mungkin saja kini sedang merasa marah atau kecewa tingkat tinggi pada Vero.“Jangan katakan itu, Vero sayang. Kau tidak bisa mengeluarkan kata-kata palsu seperti itu, dan aku tahu apa yang sebenarnya kau rasakan!” ucap Alesha berusaha membuat Vero mengubah pengakuannya. Dia ingin Vero akhirnya jujur pada perasaannya sendiri tanpa disadarinya.“Tidak, Alesha. Aku tidak lagi mencintainya dan aku tidak ingin lagi kembali bersamanya. Aku sudah bahagia dengan suami dan putraku saat ini. Aku ingin menjalani hidup yang normal seperti yang selalu aku inginkan sejak dulu. Aku mendapatkan semuanya saat aku bersama Marco,” ungkap Vero pula dan dengan helaan napas yang terasa berat dia memaksakan tersenyum.“Kau hanya merasa nyaman dan tenang karena tidak ada yang menghantuimu dengan status. Tapi, kau tidak pernah