Share

Tantangan

Penulis: Aphrodite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Maaf, anggap saja aku tidak mengatakan apa pun,” ucap Hannah cepat-cepat tanpa berani menatap wajah Sebastian. Hannah mengutuk kebodohannya sendiri. Kenapa ia tidak bisa menahan mulut?

“Punya referensi tertentu untuk berbulan madu?”

Hannah tersedak makanannya mendengar ucapan Sebastian. Wajahnya panas dan ia yakin memerah. “Apa maksudmu bulan madu?” tanyanya terkejut. Pikirannya mendadak kosong.

"Kita akan bulan madu," jawabnya sederhana. "Punya tempat yang ingin dikunjungi?"

Mulut Hannah kering mendengarnya. “Kita tidak perlu berbulan madu.”

“Perlu. Orang-orang akan penasaran kita bulan madu di mana.”

Hannah merengut. Ia meletakkan sendoknya agar bisa fokus pada Sebastian. “Katakan saja kita tidak berbulan madu atau kalau perlu katakan kita bulan madu di rumahmu. Terserah.”

Membayangkan mereka berada di suatu tempat berduaan saja sudah cukup membuat Hannah merinding.

“Tentu saja kita akan pergi,” gumam Sebastian seolah Hannah mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. Sebastian meraih tabletnya dan mengetik sesuatu.

Hannah mengangkat alis melihat tindakan Sebastian. Apa yang sedang direncanakan pria itu?

"Selesai. Pesawat akan siap dalam 3 jam," gumamnya puas.

Hannah melongo. Apa?

"Kau tidak bisa memaksaku.”

Seringai Sebastian adalah balasannya.

“Seperti yang kau katakan, aku selalu mendapatkan apa yang kuinginkan.”

Wajahnya pasti terlihat seperti orang bodoh saat ini. Mulutnya terbuka lebar tanpa ada kata-kata yang keluar. Kepercayaan diri Sebastian membuatnya gatal ingin mendebat.

"Bagaimana jika aku tetap bersikeras?"

"Kau hanya akan memperumit dirimu sendiri. Memangnya kau tidak ingin menghindar dari cengkeraman para wartawan?"

Telak.

Hannah mati kutu.

“Bersiaplah, kita akan berangkat setelah aku menyelesaikan beberapa pekerjaan.”

Sebelum Hannah sempat mengajukan protes pria itu sudah melenggang pergi menaiki tangga, meninggalkan Hannah kebingungan sendiri.

“Tidak, tidak, tidak,” ucapnya panik dan buru-buru mengejar Sebastian sebelum pria itu tenggelam dalam dunianya sendiri dan mengabaikan Hannah.

“Sebastian, tunggu!” teriaknya menggema membuat beberapa pelayan yang kebetulan berpapasan dengannya menunduk dan buru-buru menjauh.

“Ada apa?"

Hannah mengatur napasnya sebelum membuka suara. “Kita tidak bisa pergi.”

“Kenapa?”

“Karena itu tidak perlu!” pekiknya. Apa pria itu tidak merasa aneh berbulan madu saat pernikahan mereka sendiri hanya perjanjian di atas kertas?

“Apa kau tidak merasa aneh?” lanjut Hannah.

Sebastian bersedekap, menatap Hannah datar. “Kenapa aku harus merasa aneh?”

“Karena pernikahan ini hanya pura-pura!” serunya kesal.

Sebastian menarik Hannah–nyaris menyeretnya–menuju ruangan terdekat yang bisa mereka jangkau.

"Sebastian apa yang—"

"Dengarkan ini!" sentak Sebastian marah.

Hannah mengkerut dibawah tatapan menghujam Sebastian.

"Jika aku mendengarmu mengatakan tentang pernikahan pura-pura lagi Hannah kau pasti akan terkejut melihat apa yang bisa kulakukan untuk membungkammu."

Ucapan Sebastian berhasil membuat Hannah menutup mulutnya rapat-rapat. Sebastian terlihat seolah siap menelannya hidup-hidup.

“Seharusnya kau tahu yang namanya perjanjian kerahasiaan atau kau tidak pernah mendengarnya?”

Merasa disudutkan dan menyadari kebenaran kata-kata Sebastian, Hannah semakin merasa terpojok.

“Apa yang kau pikirkan saat aku mengatakan bulan madu?”

Pertanyaan itu bagaimanapun membuat wajahnya memerah.

“Jangan terlalu percaya diri. Aku melakukan ini semata-mata demi kenyamanan. Orang-orang akan bertanya dan aku tidak suka gosip murahan yang hanya menghasilkan sensasi menjijikkan.”

“Kau tahu kalau kau ini kejam?”

“Katakan sesuatu yang tidak kuketahui,” balas Sebastian acuh. “Dan jangan berpura-pura polos, Hannah. Wanita seusiamu pastinya sudah tidak perawan. Bersikap seperti ini hanya akan membuatmu terlihat menyedihkan. Dan jangan takut, meski kau menginginkannya aku tidak akan menyentuhmu.”

Hannah tidak pernah merasa sehina ini seumur hidupnya. Kemarahan menggelegak dalam dirinya hingga membuat tubuhnya gemetar. Sebelum ia sempat berpikir tangannya melayang ke wajah Sebastian.

Tamparan itu tidak keras tapi cukup membuat pria itu terkejut.

“Jangan. Pernah. Berani-beraninya kau—“

Sebastian menarik lengan Hannah dan mendorongnya ke dinding. Matanya yang membara karena amarah kini menatap Hannah dingin.

“Jangan berani-beraninya kau menyentuh wajahku,” geram Sebastian dengan mata menyala.

Hannah mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Jadi jaga mulutmu! Kau tidak tahu apa pun tentang hidupku, sialan!"

"Aku mungkin tidak tahu tentang hidupmu, tapi aku tahu wanita seperti apa dirimu, Hannah."

"Kau—"

"Pergi! Siapkan keperluanmu. Kita akan segera berangkat," kata Sebastian enteng.

Hannah menatap punggung Sebastian penuh benci. Apa yang sudah ia lakukan sampai terjebak dengan pria ini? Pria yang hanya bisa melontarkan kalimat kejam dan tidak berperasaan? Kemarahan mereka berdua sepertinya cukup untuk membakar apa pun.

Hannah membuka pintu dan membantingnya, tidak peduli jika tindakannya itu berhasil membuat beberapa pelayan menatapnya dengan wajah ketakutan.

Sialan, Sebastian. Pria tu benar-benar brengsek!

Hannah menatap gumpalan awan yang rasanya hanya sejauh jangkauan tangan darinya. Senyum tipis bermain-main di wajahnya yang putih. Ini pertama kalinya ia naik jet pribadi dan harus ia akui segalanya yang ada di dalam pesawat ini membuatnya terpukau. Kecuali sosok kaku seperti batu yang duduk tidak jauh dari tempatnya saat ini.

Hannah melirik Sebastian lewat sudut matanya. Pria itu seperti biasanya sibuk dengan pekerjaannya seolah tidak ada yang cukup menarik perhatiannya. Hannah mengela napas secara berlebihan.

Seorang pramugari wanita dengan tampilan yang membuat Hannah merasa dirinya seperti gelandangan berjalan ke arahnya.

“Apa kau punya pasta?” tanyanya penuh harap, sebelum wanita dengan rambut ditata capol itu membuka suara.

"Kami akan menyiapkannya untuk anda, Mam. Ada lagi yang anda inginkan, Mrs. Carter?"

Sapaan itu masih membuatnya tidak nyaman.

“Anggur kalau kau memilikinya.”

Pramugari itu mengangguk. “Akan segera tiba, Mam.”

Hannah tersenyum berterima kasih. Saat ia berpaling Sebastian tengah menatapnya.

“Apa?” tanyanya menantang. Mereka belum bicara sejak pertengkaran di ruang kerja pria itu. Sebastian sibuk dengan dunianya sendiri dan Hannah tidak ingin repot-repot berusaha memperbaiki keadaan. Mungkin dengan seperti ini mereka akan baik-baik saja.

Tidak bicara kedengarannya tidak seburuk itu.

“Kenapa mengajukan pinjaman ke bank? Apa dana yang kuberikan tidak cukup?”

Oh, apa sekarang pembicaraan mereka merambah ke arah pribadi? Hannah memperbaiki posisi duduknya. Ia takut dengan pertanyaan Sebastian.

“Aku ingin memperluas bisnisku. Keuangan toko berjalan cukup baik meski begitu karena ini toko baru dibutuhkan biaya lebih untuk membuat tokonya berjalan. Dana yang kau investasikan lebih dari cukup, tapi keuntungan tokoku tidak berjalan cukup baik.”

“Dan kenapa seperti itu?”

“Banyak anggaran yang dikeluarkan untuk mengenalkan brand pakaian yang kubuat dan biaya konsultasi untuk renovasi tempat itu ternyata jauh dari jumlah yang kuperkirakan.”

“Kenapa gaun pengantin? Kau bisa merancang pakaian apa pun. Kenapa memilih gaun pengantin secara khusus?”

Hannah berusaha mempertahankan ketenangannya yang rasanya luar biasa sulit dilakukan saat Sebastian menatapnya intens.

“Karena aku menyukainya,” balasnya cepat, tidak ingin menjelaskan lebih lanjut.

“Dan kau memutuskan untuk hidup sendirian. Kenapa?”

"Itu bukan keputusanku. Keadaan yang membuatnya untukku."

Sebastian terlihat bingung. "Maksudnya kau tidak punya keluarga?"

Hannah sedang mempertimbangkan sejauh mana ia bisa menceritakannya pada Sebastian.

"Ya," balasnya pendek.

"Kenapa?"

"Lakukan penyelidikan Sebastian. Kau akan terkejut melihat apa yang bisa kau temukan."

Bab terkait

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Berita Buruk

    Hannah keluar dari mobil dan langsung terkesiap saat melihat keindahan yang menyambutnya. Mulutnya menganga lebar hingga ia takut akan robek. Bagaimana mungkin ada tempat seindah ini?Hannah dengan takjub menatap villa mewah Sebastian. Undakan kerikil kecil menjadi jalan yang harus mereka lewati agar bisa memasuki villa itu. Pohon-pohon rindang, bunga daffodil bahkan pansy terlihat mekar dan menghiasi bagian depan villa.Indah.Kata itu bahkan terlalu remeh untuk mendefinisikan tempat ini.“Ayo.”Hannah mengangguk, tidak sanggup berkata-kata. Ia melepas kaca mata anti suryanya. Sisilia selalu menjadi tempat yang indah tapi inilah pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sini. Di sebuah villa mewah dengan kolam renang dan juga pantai pribadi.Sapuan angin lembut menyapu kulitnya yang terbuka. Hannah tersenyum lebar. Terlepas dari keengganannya untuk berbulan madu tempat ini terlalu indah untuk diabaikan.Sebastian menggeser pintu kaca yang membawa mereka memasuki villa. Tempat ini teraw

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Adu Mulut

    Hannah pikir kalau sikap Sebastian selama beberapa hari terakhir sudah cukup menyebalkan dan membuatnya ketakutan, tapi ternyata ia salah. Sejak menerima telepon entah dari siapa sikap Sebastian seperti gunung es. Dingin dan berjarak. Pria itu bahkan menganggapnya seperti makhluk tak kasat mata. Oh, mereka makan bersama di meja yang sama tapi sama sekali tidak ada obrolan basa-basi.Pertanyaannya bahkan hanya mengambang di udara. Hannah penasaran. Siapa yang menelepon dan apa yang dikatakan orang itu sampai membuat Sebastian seperti ini? begitu dingin dan kaku.Hannah menatap siluet Sebastian yang sedang duduk sendirian dan sibuk dengan laptopnya. Pria itu bekerja seharian seolah hidupnya akan berubah kacau jika dia tidak menyentuh benda mungil persegi itu barang sekejap.Hannah melepas kain yang melekat di tubuhnya, menyisakan pakaian renang yang ia kenakan. Jika Sebastian memutuskan menjadi patung di tempat seindah ini, Hannah tidak akan mengusiknya. Ia akan menikmati keindahan Sisi

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Jatuh Bersama

    “Aku pergi dulu,” gumam Hannah, menatap Tina yang sejak kedatangan Sebastian tidak pernah melepaskan senyum dari wajahnya. Hannah sampai menahan senyum melihatnya.“Take your time,” balas Tina sumringah.Hannah berjalan, mengabaikan lengan Sebastian yang bertengger di pinggangnya. Ia tahu, pria itu melakukannya karena Tina melihat mereka.Supir membuka pintu mobil dan mereka berdua masuk ke dalam mobil yang sejuk dan menenangkan.“Ada apa?” tanyanya langsung begitu mobil mulai membelah jalan.“Maksudmu?”“Kau tidak mungkin tiba-tiba datang tanpa tujuan Sebastian. Jadi …?” lanjutnya dengan alis terangkat.“Kita akan pergi malam ini ke pesta gala.”“Kenapa mendadak?”Sebastian terlihat tidak nyaman. “Karena sejujurnya aku tidak berencana untuk datang tapi Kit berkeras kalau pesta ini akan berguna untuk pembukaan hotel baru yang akan kami buka.”Sebagai pebisnis di bidang perhotelan yang tersebar di seluruh dunia, Hannah tahu kalau Sebastian akan sangat sibuk. Bisa dikatakan mereka hanya

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Tantangan

    Tangan hangat yang membelit pinggangnya dan tubuh kekar yang membalut tubuhnyalah yang memungkinkan kenapa ia tidak merasa sakit sama sekali. Sebastian memeluknya seperti bayi yang membutuhkan perlindungan.“Auhhh.”Rintihan rasa sakit itu memaksa Hannah membuka mata. Ia melihat Sebastian meringis. Mengingat panjang tangga dan kerasnya tangga yang mereka lewati tidak mengherankan Sebastian merintih.“Ma-maaf. Ini semua salahku,” bisiknya terbata-bata.Sebastian melepaskan belitan tangannya.“Kau baik-baik saja?” tanya Hannah dan langsung menyesali kebodohannya. Tentu saja tidak! Siapa yang masih baik-baik saja setelah jatuh berguling dari tangga?Hannah berdiri diikuti Sebastian. Ekspresi pria itu tidak memberikan petunjuk apa pun padanya. Hannah mengigit bibirnya saat melihat Sebastian memejamkan mata karena kesakitan. Tangannya terulur hendak menyentuh Sebastian namun urung dilakukan saat ingat kalau pria itu kemungkinan tidak akan menyukai sentuhannya.“Maaf,” ujarnya kembali.Seba

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Tara Ditemukan

    “Ini yang kau andalkan untuk membujukku makan?”Hannah mengangguk. “Ini makanan andalanku. Rasanya enak. Cobalah.”Sebastian ragu. Apa yang spesial dari sepiring macaroni selain menambah asupan lemak dalam tubuh? Sebastian menatap Hannah dan makaroninya bergantian. Ekspresinya terlihat tidak meyakinkan.“Sepiring macaroni tidak akan membuat lemak ditubuhmu bertambah Sebastian. Cobalah, kau akan menyukainya.”Godaan itu berhasil membuat lengkungan alis Sebastian meninggi. Ia meraih sendok dan meniru gerakan Hannah yang sudah lebih dahulu menyuap makanannya. Sebastian menyendoknya dengan ragu dan saat makanan berbahan tepung itu menyentuh indra pengecapnya Sebastian menemukan dirinya terkejut.“Bagaimana?” tanya Hannah penasaran. Wanita itu terlihat takut mendengar jawabannya.Sebastian menarik napas. “Enak,” jawabnya.Senyum lebar Hannah adalah hadiahnya. “Kau menyukainya? Sudah kubilang ini masakan andalanku. Aku selalu menyukai makanan ini.”Sebastian tidak membantah. Makanan ini kha

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Permintaan Tara

    Hannah mengernyit mendapati teleponnya tidak tersambung. Apa Sebastian sedang sibuk?“Anda baik-baik saja, Mam?”Pertanyaan itu membuat Hannah menyeret kepalanya ke belakang. Bibirnya melengkung, berharap senyumnya terlihat tulus. “Aku baik,” ucapnya pelan, menggenggam ponselnya erat sebelum kembali duduk di sofa di mana tamu tak diundangnya datang.“Jadi Anda setuju dengan wawancara ini?” Wanita berpotongan rambut sebahu dengan tatapan tajam itu menatapnya penuh harap.Sayangnya, Hannah tidak akan membuatnya semudah itu, tidak saat Sebastian tidak ada di sampingnya. “Aku senang sekali kalian datang ke tempat ini. Saat ini Sebastian sedang sibuk dengan proyek barunya. Jadi …”Wanita berambut sebahu itu tersenyum, jelas bisa membaca penolakan yang akan ia lakukan. “Tidak masalah. Andalah yang ingin kami temui. Tentunya seluruh masyarakat Glosari penasaran dengan sosok istri Sebastian Carter."Sial! Wanita ini mencoba memanfaatkan celah karena ketidakhadiran Sebastian.“Sayangnya saya t

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Keputusan Sebastian

    Lagi? Sebastian lagi-lagi menolak teleponnya. Apa laki-laki itu memang sesibuk itu sampai tidak punya waktu untuk mengangkat teleponnya? Hannah mengigit kuku tangannya—kebiasaan yang selalu ia lakukan saat panik. Ia tidak suka kerumunan wartawan dan wawancara apa pun. Kenapa mereka harus mengusiknya? Seharusnya Sebastianlah yang mereka ganggu.“Hannah …”Hannah menarik kepalanya, menatap Tina yang berdiri di ujung pintu dengan sebuah ipad tergenggam di tangan.“Ada apa?” tanyanya.Saat melihat keraguan di wajah sahabatnya rasa penasaran Hannah terusik.“Ada apa Tina? Kau membuatku takut. Apa pelanggan tidak menyukai designnya? Atau ada yang membatalkan pesanannya atau—““Kurasa kau harus melihat ini.”Hannah mengernyit melihat wajah kaku Tina. Ekspresinya seolah wanita itu dipaksa memasuki ruangan ini.“Bacalah.”Meski heran Hannah menurut. Ia meraih ipad yang diangsurkan untuk melihat apa pun yang ingin ditunjukkan Tina.Satu detik mata cokelatnya membaca headline news yang ada di po

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Pembalasan Hannah

    “Jadi itu hanya rumor tak berdasar?”“Ya. Aku membantunya semata karena kami pernah memiliki ikatan, tidak lebih.”“Bagaimana dengan Anda, Hannah. Suami Anda membantu mantan tunangannya, tentunya hal ini berdampak pada hubungan kalian?”Hannah tersenyum lembut. “Tidak. Sebastian sudah mengatakannya lebih dahulu sebelum memutuskan membantu Tara dan aku tidak keberatan.”“Sama sekali?”Hannah kembali menggeleng. “Sebastian tidak pernah melarangku untuk membantu siapapun dan aku melakukan hal yang sama padanya. Kupikir kepercayaan adalah yang paling penting untuk menjaga hubungan dan aku memercayainya."Sebastian mengangkat tangan Hannah dan menciumnya. “Sebastian suami yang baik dan akan selalu begitu," lanjut Hannah.“Benarkah? Suami Anda baru saja menggendong mantan tunangannya di depan umun tanpa memikirkan konsekuensiya …”Hannah berusaha keras mempertahankan ketenangan wajahnya. Satu tangannya yang bebas mencengkeram tepi gaunnya dengan kuat. Ia menarik sudut mulutnya, menunggu ju

Bab terbaru

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Sampai Menutup Mata

    Hannah menatap kupu-kupu yang beterbangan dari satu bunga ke bunga yang lainnya yang ada di taman. Beberapa kumbang tertarik mengikuti jejak si kupu-kupu. Seulas senyum membayang di wajahnya, senang menikmati pemandangan dari tempatnya berbaring.Angin berembus, menerbangkan rambutnya ke segala arah, tapi Hannah sama sekali tidak keberatan dengannya. Ia sedang diliputi kebahagiaan. Siapa menyangka, impian yang dulu hanya bisa ia tanam dalam benaknya tanpa berani ia ucapkan kini terwujud nyata dalam hidupnya.Mereka tinggal di sebuah rumah yang dikelilingi pepohonan, memisahkan mereka dari dunia luar, tapi Hannah menyukainya. Tempat ini, rumah ini, padang rumput dan juga pepohonan yang mengelilingi rumah besar mereka cukup menjadi gelembung kebahagiaan yang membuatnya merasa menjadi orang paling beruntung di dunia.“Mammah! Phoebe baru saja mendorongku dan membuatku terjatuh.”Hannah berbalik, tersenyum melihat anak kecil berusia 4 tahun berlari menghampirinya. Wajahnya cemberut dan pa

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Sampai Akhir

    Dia menunggu momen seperti ini seumur hidup atau seperti itulah yang ia rasa. Hari-hari yang ia lewati hanya memupuk kerinduannya terhadap wanita ini. Wanita yang kehadirannya membuatnya merasa utuh.“Kau cantik.”Cantik terlalu sederhana tapi ia terlalu gugup dan bersemangat hingga tidak menemukan kata yang tepat untuk menunjukkan kekagumannya. Sesaat ia pikir ini pasti mimpi. Bagaimana mungkin wanita cantik dan mengagumkan ini datang padanya?Hannah terlihat memukau dan meluluhkan. Dan ia merasa lututnya lemas.Kekagumannya pada wanita ini hanya semakin meningkat setiap harinya. Dan sekarang ia sungguh berharap bisa menghentikan waktu hanya agar bisa menikmati momen berharga ini seumur hidupnya.Matanya berkaca-kaca dan ia bisa melihat hal yang sama di mata Hannah.“Sebastian.”Detik namanya disebut perasaan hangat membanjiri tubuhnya. Rasanya seolah kembang api meledak dalam dadanya. Tidak ada yang membuka suara. Anehnya momen hening ini terasa begitu mendamaikan hingga segala sesu

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Janji di Festival Bunga

    Hannah memandang langit biru dari balkon apartemennya. Seulas senyum membayang diwajah berbentuk hatinya saat sinar matahari menerpa wajahnya. Ia memejamkan mata, menikmati suasana hangat yang membalut kulitnya, merasa damai. Syal yang membalut lehernya membantu mengurangi rasa dingin yang menusuk-nusuk kulitnya. Meski matahari menunjukkan digdayanya, cuaca musim dingin nyatanya membuat udara terasa sejuk. Hannah sedang menyeruput tehnya saat mendengar ponselnya berbunyi.“Ada apa, Tina?” tanyanya langsung. Ia berdiri, meraih tasnya dengan telepon menempel diantara telinga dan bahunya.“Ya, aku akan ke sana sekitar …” Hannah menatap rolex yang melekat indah dipergelangan tangannya. “Tiga puluh menit. Beri aku waktu tiga puluh menit. Baik, siapkan saja semuanya, aku akan melakukannya. Sampai jumpa Tina.”Angin kencang menyambutnya begitu ia menapakkan kaki di luar apartemen dengan tumitnya yang tinggi. Hannah berjalan kaki menuju stasiun bawah tanah seperti yang selama ini ia lakukan s

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Biarkan Aku Pergi

    Persetan!Sebastian melempar ponselnya dan setengah berlari menuruni tangga. Tanpa repot mengetuk ia membuka pintu dan membantingnya. Sebastian mengedarkan pandangan. Hannah tidak ada di kamar mereka. Kecemasan menyusup membuat jantungnya berhenti berdetak.Ia melangkah menuju kamar mandi dan mendapati Hannah tengah berendam di dalam jacuzzi tanpa melepaskan pakaiannya. Pandangan wanita itu kosong.“Hannah!” teriaknya ketakutan.Hannah tidak meresponnya.Kalut membuat Sebastian ingin segera menelepon dokter tapi ketika melihat air mata Hannah semua ide untuk membawa Hannah seketika menguap.“Ayo, kita keluar dari sini,” ujarnya serak, membawa Hannah dengan kedua lengannya.Sebastian mendudukkan Hannah di sofa, bergegas membuka wardrobe dan memilih pakaian ganti untuk Hannah.“Ayo, Sayang, kita harus melepaskan pakaian ini. Kau kedinginan.”Hannah sama sekali tidak bereaksi.Sebastian membuka satu persatu kancing kemeja Hannah, melepas semua pakaian yang melekat di tubuh wanita itu yan

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Gejala Depresi?

    “Kau menjadi sangat pendiam sekarang.”Hannah menyeret kepalanya yang sedang memandang jalanan dari mobil yang membawa mereka pulang sehingga bisa melihat Sebastian.“Tidak banyak yang bisa dikatakan,” sahutnya pelan, kembali memalingkan pandangan.“Kau baik-baik saja?”Sebastian menarik tangan Hannah, mencium satu persatu jari-jari tangannya.“Aku baik,” balasnya singkat.Baik? Setidaknya ia masih bisa bernapas itu artinya baik bukan? Meski sekarang ada lubang dalam dadanya. Hannah menggeleng samar, tidak ingin pikirannya menyeretnya pada kenangan yang hanya akan membuatnya merasa kesulitan bernapas.“Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Hanya kita berdua. Ada tempat tertentu yang ingin kau kunjungi, Sayang?”Hannah menggeleng. “Aku ingin istirahat.”Sebastian menatap Hannah lamat, tapi akhirnya menyerah. Tidak mengatakan apa pun setelahnya. Keheningan menenangkan di dalam mobil kembali menyeret Hannah ke dalam kenangan pahit yang baru saja ia alami.“Kumohon, jangan menangis, Sayang. K

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Yang Tersisa

    Sebastian sudah berdiri beberapa lamanya di depan ruangan Hannah. Namun, ia ragu untuk membukanya. Sebastian mendaratkan keningnya di daun pintu dengan mata setengah terpejam. Mereka berdua terluka tapi seperti yang dikatakan Grace, ia harus kuat. Demi Hannah.Sebastian membuka pintu dan mendapati Hannah memandang langit-langit ruangan nyaris tanpa berkedip. Pemandangan yang ia lihat begitu menyesakkan sampai setengah dari keberaniannya menghilang tanpa jejak.Hannah tidak menyadari kedatangannya bahkan jika iya, ia ragu Hannah mau memandangnya.“Hannah …” ujarnya lembut, setengah berbisik.Tidak ada sahutan.“Hei,” gumamnya kembali saat berdiri di sisi Hannah. Pandangan wanita itu sama sekali tidak berpindah ke arahnya.Sebastian menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Tidak mengatakan apa pun. Hanya terus memandang wajah pucat Hannah. Keheningan menjadi nyanyian pilu yang menemani diam mereka. Sebastian masih terus menatap Hannah meski wanita itu tidak membalas tatapannya.“

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Kehilangan Menyakitkan

    Sebastian bertolak ke rumah sakit begitu urusannya dengan Carla selesai.“Apa kita akan membiarkannya seperti itu, Sir?”Sebastian merenungkan pertanyaan itu beberapa saat. Kemudian kepalanya bergerak sedikit. “Biarkan tetap seperti itu. Ketakutan akan membuatnya menderita.”Sebastian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi staf keuangan perusahaannya.“Bill, berikan dana pinjaman pada Benedict Corporation. Berapapun yang mereka inginkan aku tidak peduli bahkan semakin besar jumlahnya semakin bagus. Sebagai gantinya aku menginginkan seluruh asset Charles benedict sebagai jaminan. Ya, lakukan bersama Bean, pengacara kita.”Sebastian tersenyum sinis begitu menutup panggilan.Kit melirik Sebastian. “Apa Anda ingin membuat perusahaan tersebut hancur, Sir?”“Semakin banyak utang perusahaan kinerja perusahaan tersebut akan dipertanyakan dan harga saham mereka akan turun. Jika mereka tidak sanggup membayar utang…”Maka asset mereka akan disita sebagai gantinya.“Mereka main-main dengan nyawa

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Pisau Berdarah

    Ia mulai membenci rumah sakit.Rasanya ingin memaki semua orang yang ada di sini.Menyalahkan mereka atas apa yang terjadi pada dirinya. Pada Hannah. Pada kehidupan mereka.Sudah berapa kali mereka terjebak di tempat sialan ini?Rasanya seolah seluruh tulangnya dilolosi satu persatu saat mengingat kengerian yang menyambutnya begitu melihat tubuh Hannah tergeletak di tanah bersimbah darah. Keinginan membunuh nyaris mengambil seluruh akal sehatnya. Jika saja Kit tidak menghentikannya …“Sir.”Sebastian mengangkat kepalanya dengan enggan. Kemarahan yang terpancar dari tubuhnya pastilah sangat jelas karena Kit yang biasanya tenang kini terlihat gelisah.“Kami sudah mengamankan Carla, Sir.”Kalimat itu berhasil mengirimkan denyut menyakitkan pada tubuhnya. Ketegangan mengancam menghancurkan pengendalian dirinya, tapi Sebastian berusaha dengan susah payah agar tidak kehilangan kendali. Sudut mulutnya terangkat menunjukkan seringai keji yang menghiasi wajahnya. Sesaat pandangannya terpaku pa

  • Skandal Cinta Pengantin Pesanan   Tragedi Berdarah

    Aku mencintaimu.Apa permintaannya terlalu mustahil?Ia hanya ingin mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Sebastian tapi sampai sekarang ia tidak pernah mendengarnya. Ia sudah melakukan segalanya, menunjukkan perasaannya, menelanjangi harga dirinya tapi tetap tidak ada apa pun.Meski Sebastian bersikap lembut dan penuh perhatian, ia tidak merasa itu cukup. Ia membutuhkan kepastian bukannya benak yang dipenuhi dengan tanda tanya.“Apa yang kau pikirkan?”Hannah menoleh, menatap Sebastian yang sedang sibuk dengan komputer tabletnya.“Tidak ada, hanya menikmati pemandangan.”Udara musim gugur kini mulai terasa dingin menusuk kulit. Meski mereka berada di ruangan yang memiliki perapian modern tetap saja saat memandang keluar melalui jendela besar setinggi atap rumah ini ia bisa melihat kalau cuaca diluar cukup dingin.“Kau kedinginan?”Hannah menatap kain panjang yang membalut tubuhnya. “Tidak. Apa akan badai?” tanyanya saat melihat awan gelap yang menyelimuti langit Glosaria.Sebasti

DMCA.com Protection Status