“Astaga! Kenapa aku mendadak bodoh?” batin Daisy seraya berusaha tetap sadar saat Davis berada di depannya. Ia mengabaikan tatapan semua orang, berusaha setenang mungkin. Susan memutar bola mata saat melihat ekspresi Daisy. “Kau tidak perlu berteriak hanya untuk memanggilku. Apa yang kau inginkan?” tanya Davis seraya mengamati Daisy. Ia menoleh pada Dariel yang berada agak jauh darinya. “Dariel, apa yang dia inginkan?” gumamnya. Susan menyikut Daisy. “Kenapa kau diam saja, Nona? Kau seharusnya berbicara sekarang sebelum Davis pergi.”Daisy menarik napas panjang, menunduk sembari meremas pakaiannya. “Aku datang ... untuk bertemu denganmu, Davis. Maksudku, aku datang ... untuk mengucapkan terima kasih padamu karena ... karena kau menolongku saat di rumah sakit berhantu tempo hari.”“Rumah sakit berhantu?” gumam Davis. Ia teringat dengan momen pertemuan pertamanya dengan Daisy di tempat itu. Meski sistem memberikan peringatan untuk menjauhi wanita itu, tetapi ia tidak membiarkan wanit
“Kau ingin aku mengikuti Battle Arena?” Draco tiba-tiba tertawa, memegang telinga beberapa kali. “Apa aku tidak salah mendengar sekarang?”“Aku serius. Henry Tolando adalah pemilik Battle Arena itu. Dia bekerja sama dengan seorang pebisnis baru. Meski Battle Arena itu baru saja buka semalam, tetapi orang-orang sangat antusias menonton pertandingan semalam. Bahkan, berita mengenai Battle Arena itu menjadi topik panas bagi penyuka pertarungan bebas.”Logan menunjukkan video pertarungan si Dewa Kematian dengan para penantang bertopeng. “Lihatlah video pertarungan ini baik-baik.”Draco berhenti tertawa, menonton pertandingan di layar saksama. “Pria bertopeng serigala itu cukup kuat. Dia mengalahkan orang-orang bertopeng itu tanpa kesulitan.”Ludwig menjelaskan, “Pria bertopeng serigala itu adalah si Dewa Kematian, raja arena di Battle Arena milik Henry Tolando. Dia berhasil mengalahkan para penantang yang merupakan para pengawal terbaik dari para tamu VIP dan VVIP semalam. Saat ini, Battl
Di waktu yang sama, Jack tengah berada di kantornya. Ia mendengkus kesal saat mengingat pertarungan semalam. “Dasar brengsek! Davis terus saja membuatku sangat kesal! Bagaimana dia bisa mendapatkan petarung-petarung kuat? Siapa dia sebenarnya sampai Tuan Henry mau bekerja sama dengannya?”Jack mengendurkan ikatan dasi, berdiri dari kursi. Ia mengamati pemandangan kota melalui jendela, mengepalkan tangan erat-erat. “Tommy adalah petarung yang kuat, tetapi dia kalah dari si Dewa Kematian itu. Aku ingin merekrut petarung kuat untuk pertarungan minggu depan.”Tommy memasuki ruangan. “Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu sekarang, Jack.”“Siapa si brengsek itu? Aku tidak memiliki janji dengan siapa pun sekarang.” Jack mendengkus kesal. Jeremy memasuki ruangan bersama para pengawalnya. Seorang pria dengan topi hitam berada di barisan paling belakang. Jack segera menghampiri Jeremy, terkejut. Ia menyenggol Tommy, memelotot tajam. “Ayah, aku tidak tahu kau akan datang. Apa ada sesuat
“Apa kau yakin jika orang itu berada di tempat ini, Benny?” tanya Grey seraya mengamati rumah-rumah kumuh di dekat sungai kotor. Benny menoleh pada kerumunan orang di sebuah gubuk. “Kau sudah bertanya hal yang sama berkali-kali padaku, sialan! Aku juga tidak tahu apakah orang itu memang berada di tempat ini atau tidak. Informasi yang kita miliki merujuk pada tempat ini.”“Perumahan ini tampaknya tempat tinggal para gelandangan dan orang-orang miskin.” Benny menuruni tangga, mengawasi keadaan sekeliling. “Orang-orang itu mulai memperhatikan kita. Mereka tampaknya ingin mengambil uang dan barang-barang kita setelah mereka melihat mobil kita,” ujar Grey seraya mengamati orang-orang yang mulai bermunculan dari beberapa rumah. Grey dan Benny terus memasuki perkampungan, berjalan di sebuah jalanan kecil. Sampah tampak berserakan di mana-mana, disusul oleh bau menyengat. Beberapa orang tampak tertidur di lantai dan dekat tong sampah, sisanya mulai mengikuti mereka berdua. “Siapa kalian d
Si pelayan segera mendekati si wanita. “Mereka adalah lawan yang tangguh, Nenek.”“Tutup mulutmu, Sanu. Bagaimana bisa kau kesulitan menghadapi dua pria tua itu? Aku harus melatihmu lebih keras besok! Kau justru bertambah lembek karena lebih sering menghabiskan waktu di dapur.” Wanita itu mengamati Grey dan Benny. “Gerakan-gerakan mereka mengingatkanku pada .... Aku harus menguji mereka lebih dahulu.”“Kau hadapi pria botak itu, Sanu. Aku akan menghadapi pria yang satunya. Jika mereka adalah bawahan kelompok sialan itu, kita harus menghabisi mereka sekarang juga.”“Aku mengerti, Nek.” Sanu mengambil tongkat besi dari dinding, mengarahkannya pada Grey. Ia melompat maju, mengelilingi pria itu.Benny mengamati sosok wanita di depannya, mengambil pisau di dinding. “Aku tahu dia adalah seorang petarung. Dia hanya berpura-pura menjadi wanita lemah. Lemparan pisau itu bukanlah lemparan seorang pemula.”Grey melemparkan dua kursi pada Sanu. Sanu segera menepis kursi-kursi itu dengan tongkat b
Pria berambut putih itu terkejut saat mendengar suara yang memanggilnya barusan. Ia menatap Grey dan Benny lekat-lekat, menoleh pada layar ponsel yang menyala. Pria itu mengambil ponsel, terdiam saat melihat Sebastian di layar. Ingatannya seketika tertuju pada masa lalu. “Simon?”Grey dan Benny saling bertatapan, mengembus napas lega. Sosok yang mereka cari berada di depan mereka saat ini. Tak hanya itu, mereka juga bertemu dengan Sonya. “Apa kau benar-benar Simon?” tanya Sung sembari mengamati Sebastian lekat-lekat, menatap Grey dan Benny, beralih para kedai yang berantakan. “Apa yang terjadi di sini?” Sanu menggaruk rambut, duduk di kursi. Ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga memilih diam. “Dua pria itu ternyata junior dari nenek. Mereka tampaknya mencari kakek. Tapi, siapa yang sudah mengirim mereka, dan siapa sosok Simon?” gumamnya. Sebastian melirik ke arah pintu sesaat, mengembus napas panjang. Ia merasa senang karena Grey dan Benny menemukan Sung dan Sonya sek
Pria berhelm putih menarik rambut pria itu, mendengkus kesal. “Jadi, pengejaran yang kita lakukan barusan hanya sia-sia.”“Pengejaran kita tidaklah sia-sia,” sahut pria lain sembari melepas helm, mengembus napas panjang. “Berandal itu memberikan reaksi saat kita menunjukkan foto Dylan. Dia kemungkinan pernah melihat Dylan di suatu tempat. Kita tidak boleh melepaskan satu petunjuk pun.”Pria lain melepas helm, menginjak si berandal, dan duduk di atas tubuhnya. “Aku mulai bosan dengan pekerjaan ini. Kita sudah menangkap beberapa anggota Technoram, tetapi mereka sama sekali tidak pernah mau memberi tahu soal teman-teman mereka meski kita sudah memaksa mereka dengan beragam cara.”“Kita tidak memiliki pilihan selain terus mencari Dylan dan Dustin. Kau tentu tahu hukuman yang kita terima jika kita gagal menemukan mereka.”“Mengeluh adalah hal manusia. Tidak masalah jika aku dan kau mengeluh sesekali.” Pria berambut biru tua, menguap beberapa kali. “Kita sebaiknya segera pergi dari lorong b
“Aku sudah mendengar semuanya dari Harold,” ujar Henry Tolando sembari meletakkan gelas di meja, menatap Harry dan Helga bergantian.Henry Tolando tersenyum. “Kalian harus membina hubungan baik dengan Dariel dan Daisy. Mereka berdua adalah kunci kita untuk membangun hubungan dengan keluarga Miller.”“Aku juga tidak menduga jika Dariel akan mengajakku untuk menonton pertandingan minggu depan, Ayah. Aku bahkan berkali-kali memastikan kebenaran berita itu dari Jack.” Harry tertawa. “Sial! Jack sangat beruntung karena bisa berbicara dengan Dariel.”Henry Tolando menoleh pada Helga. “Apa yang terjadi padamu, Helga? Kenapa kau justru cemberut setelah bertemu dengan Daisy? Kau seharusnya merasa senang dan lega karena dia tidak menghukum keluarga kita. Kita semua bisa hancur jika dia melapor pada ayahnya.”Helga berpura-pura memijat kepala, berdiri dari sofa. “Aku hanya kelelahan, Ayah. Aku sebaiknya segera beristirahat sekarang.”“Tunggu!” Henry Tolando menahan tangan Helga, menarik putrinya
Lucas, Liam, Levon, dan Ludwig tengah sarapan bersama di meja makan. Hujan deras menemani kesunyian. Beberapa petir menggelegar, tetapi masih tidak ada obrolan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Lucas, Liam, Levon, dan Ludwig saling melirik sesekali, menoleh pada pintu. Mereka tidak sabar mendengar cerita dari Logan mengenai pertemuannya dengan seniornya. Levon mengutuk Levon dalam hati. Ia amat kesal pada Logan, tetapi tidak bisa melakukan apa pun selain mengalah saat ini. Levon meneguk minuman hingga habis, mengamati hujan dari jendela. “Tempat ini jauh lebih baik dibandingkan penjara, tetapi aku merasa sangat kesal”Levon mengembus napas panjang, memejamkan mata erat-erat. “Aku seharusnya berterima kasih pada Logan karena dia sudah menolongku dan keluargaku. Aku seharusnya tidak menjadikannya sasaran kebencianku karena situasi yang aku dan keluargaku hadapi sekarang.”Levon mengamati Lucas, Liam, dan Ludwig sekilas. “Dibandingkan terus merasa jengkel dan benci, aku seha
“Selamat, kau berhasil lolos dari ujian, Logan.”Aaron bertepuk tangan, tersenyum saat melihat para pengawalnya terbaring tidak sadarkan diri di lantai. “Kau memang pantas menjadi juniorku.”Logan tiba-tiba terjatuh terduduk, mengendalikan napas yang terengah-engah. Ia mengamati tetes keringatnya di lantai, menoleh pada para pengawal di sekelilingnya. “Aku berhasil lolos dari ujian.” Logan mengamati pistol di tangannya, tersenyum. “Sialan! Aku pikir aku akan gagal.”“Jadi, sampai kapan kau akan duduk di lantai, Logan? Apa kau tidak ingin mengelilingi bangunan ini sebelum kau kembali ke rumahmu? Kau tidak memiliki waktu untuk beristirahat.”Logan memaksakan berdiri, terhuyung-huyung sesaat. Ia menampar wajahnya saat penglihatannya tidak jelas. “Tentu saja, Tuan.” Logan menghadap Aaron. “Aku siap untuk berkeliling.”“Kau bebas pergi ke mana pun yang kau mau di lantai ini. Sayangnya, kau harus pergi sendiri. Aku akan kembali ke ruanganku untuk beristirahat.”“Aku mengerti, Tuan.”Aaron
Logan turun dari kapal, mengamati keadaan sekeliling.“Tempat ini adalah tempat persembunyian yang sangat menarik.” Logan tersenyum saat kakinya menyentuh pasir putih pantai.Logan dan beberapa pengawalnya berjalan memasuki kawasan hutan. Dari kejauhan, beberapa pria bertopeng sudah berbaris di depan pintu masuk.“Aku datang untuk bertemu dengan Tuan Aaron,” ujar Logan sembari menunjukkan sebuah pesan di ponsel.Seorang penjaga memindai tulisan dan kode di ponsel, mengangguk pada temannya. “Kode yang kau tunjukkan adalah asli. Tapi sebelum kau memasuki bangunan, kami harus memeriksanya dan para pengawalmu lebih dahulu.”“Aku sama sekali tidak keberatan. Aku datang dengan damai.”Para penjaga memeriksa Logan dan para pengawalnya, membuka jalan bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan.Para penjaga kembali muncul dan melakukan pemeriksaan hingga berkali-kali hingga Logan dan para pengawalnya tiba di depan sebuah bangunan.“Siapa yang mengira ada sebuah bangunan unik di pulau terpencil s
Suara alarm membangunkan Dariel. Pria itu mengerjap beberapa kali, duduk di kasur. Tatapannya memindai sekeliling kamar.Dariel merenggangkan badan beberapa kali, menatap pantulan dirinya di cermin. Ia menyentuh dahi, leher, dan lengannya. “Aku sudah sembuh?”Dariel melompat dari kasur, tersenyum. “Aku tidak merasakan pusing.”“Tunggu, apa ini?” Dariel terdiam saat melihat tulisan di layar hologram. “Quest sudah terbuka. Aku harus berolahraga selama satu jam untuk mendapatkan EXP.”“Ini adalah quest pertamaku. Aku harus menyelesaikan quest ini dengan baik.”Dariel bergegas mencuci wajah, bersiap-siap berolahraga, keluar dari kamar.“Ke mana Anda akan pergi, Tuan Muda?” tanya Chris.Dariel menoleh pada Chris dan Adrian. “Kalian berdua datang di waktu yang tepat. Aku ingin kalian menemaniku berolahraga di halaman belakang.”“Anda masih harus beristirahat, Tuan Muda,” kata Adrian, “kondisi Anda ....”“Aku sudah sehat sekarang. Aku akan memastikan aku bertanggung jawab jika terjadi sesuat
“Aku sangat menantikan pertemuan itu, Tuan.”Logan tersenyum, mengamati ponselnya sesaat. “Tuan Aaron tampaknya sedang dalam keadaan bahagia sekarang. Kabar apa yang akan dia berikan padaku?”“Apa pun kabar itu, aku tampaknya akan mendapatkan sesuatu yang menarik.”Logan berjalan menuju ruangan utama, mengamati Lucas, Liam, Levon, dan Ludwig. “Sampah-sampah itu membuatku semakin kesal. Mereka bertingkah layaknya seorang raja.”“Siapa yang meneleponmu, Logan?” tanya Levon. “Seniorku baru saja menghubungiku. Dia ingin bertemu denganku besok.” Logan duduk di sofa, mengambil minuman di meja. “Kau harus mempertemukanku dengan seniormu, Logan. Kau sudah berjanji padaku.”“Aku tentu ingin mengenalkan kalian pada seniorku. Akan tetapi, semua tergantung seniorku. Aku tidak bisa memaksanya.”Lucas, Liam, Levon, dan Ludwig menatap Logan tajam. Logan tertawa. “Jangan berpikiran buruk tentangku. Aku akan memberikan kalian sedikit cara agar seniorku mau membantu kalian.”“Katakan,” ujar Liam. “
“Apa kau mengatakan sesuatu, Dariel?” tanya Daniel. Dariel teringat dengan pembicaraannya dengan Green. “Aku tidak boleh memberi tahu siapa pun mengenai kemampuanku dan cincin ini, termasuk pada ayah,” gumamnya. “Kau sepertinya harus segera beristirahat, Dariel. Kau tampak pucat.” Daniel melirik Donald dan Deric sekilas, berbisik di telinga Dariel. “Kau harus mengabaikan mereka, Dariel.”“Aku mengerti, Ayah.” Dariel merasakan kepalanya pusing. Dariel dan Daniel pergi menuju ruangan, mengabaikan Donald dan Deric yang masih berada di lantai atas. Dariel memejamkan mata untuk mengurangi pening. Saat akan menaiki tangga, ia mendadak ambruk dan tidak sadarkan diri. “Dariel!” teriak Daniel sembari mengguncang tubuh Dariel. Kekhawatiran dan ketakutan terlihat sangat jelas di wajahnya. “Panggilkan dokter sekarang juga!”Chris segera menghubungi dokter, memberi tanda pada Adrian. Tiga dokter datang bersama beberapa pengawal tak lama setelahnya. Mereka membawa Dariel ke sebuah ruangan.“D
Dariel tengah berjalan di lorong. Pandangannya mengabur dan telinganya berdengung kencang. Ia bersikap senormal mungkin meski ia nyaris tidak bisa mengendalikan dirinya.Dariel merasakan tubuhnya sangat kesakitan. Ia memilih untuk beristirahat di hotel dibandingkan terus melanjutkan perjalanan. Ia tidak ingin membuat ayahnya khawatir karena kondisinya yang tiba-tiba memburuk.Chris, Adrian, dan para pengawal tidak berani bertanya meski mereka melihat kondisi Dariel yang aneh.“Aku tidak diganggu sampai dua jam ke depan,” ujar Dariel saat di depan sebuah kamar.Chris, Adrian, dan para pengawal sontak mengangguk.Dariel bergegas memasuki kamar, mengunci pintu. Ia berjalan pontang-panting hingga akhirnya terjatuh ke lantai.“Tuan muda,” panggil Chris sembari mengetuk pintu. “Apa Anda baik-baik saja?”Dariel nyaris tidak bisa menggerakkan tubuhnya sekarang. Semua benda di sekelilingnya seperti berputar-
“Aku dengan senang hati akan menyerangmu.”Dariel tersenyum, menggeser layar. Ia hanya menemukan satu jenis serangan. “Pelumpuh.”“Jenis serangan akan bertambah seiring dengan levelmu, Tuan.” Green berdiri, mundur beberapa langkah, merentangkan kedua tangan. “Baiklah, serang aku sekarang, Tuan.”Dariel berdiri dari sofa, melirik Chris dan Adrian yang masih berada di tempat mereka sekilas. “Mereka sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka.”“Jangan mengkhawatirkan keadaanku, Tuan. Aku akan baik-baik saja,” kata Green.Dariel menekan tombol serang. Aliran listrik seketika muncul dan menyerang Green.Sebuah pelindung muncul di depan Green untuk menghadang serangan.Dariel terkejut, mengamati cincin di jarinya. “Cincin ini benar-benar hebat, bahkan jauh lebih hebat dibandingkan dengan cincinku.”Dariel menatap Green lekat-lekat. “Mereka tidak mungkin memberikan cincin canggih ini padaku secara cuma-cuma. Aku tidak boleh lengah.”“Apakah sekarang kau percaya, Tuan?” Green duduk di sofa
“Serum bakat itu sudah menyebar ke seluruh tubuhmu, Tuan. Tubuhmu sedang beradaptasi dengan kemampuan itu sekarang. Kau sedang tidak sehat sejak kemarin, bukan?”Green menunjukkan layar. “Kemampuanmu akan aktif kurang dari dua jam. Semakin dekat waktu pengaktifan kemampuan itu, semakin besar rasa sakit yang akan kau rasakan. Kau hanya perlu bertahan selama proses berlangsung.”Green melanjutkan, “Jika serum bakat itu tidak cocok denganmu, kau pasti akan langsung tewas. Akan tetapi, karena serum bakat itu cocok, kau mampu bertahan hingga sekarang.”“Bakat apa yang akan aku dapatkan?” tanya Dariel.“Kau akan mendapatkan bakat untuk melihat masa depan.”Dariel sontak tertegun, menatap Green lekat-lekat. Suasana menjadi sangat hening, tetapi kesunyian mendadak lenyap saat Dariel tertawa. Dariel memelotot tajam. “Hentikan semua omong kosong ini! Aku tidak ingin mendengarkan semua penjelasan tidak masuk akalmu lagi.” “Ah!” Dariel tiba-tiba meringis, menyentuh leher belakangnya. Dariel m