Share

BAB 77

Penulis: Rayna Velyse
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-19 22:15:10

Rotherham menatap terkejut, matanya tertuju pada tangan Caelum yang tampak normal, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, keterkejutan itu segera tergantikan oleh seringai licik yang perlahan muncul di wajahnya.

"Menarik," gumamnya, sorot matanya penuh arti. Bibirnya melengkung membentuk seringai tipis, tetapi di baliknya ada jejak ketegangan halus seperti binatang yang sadar dirinya sedang diawasi oleh pemangsa lain.

Rotherham melangkah mendekat, seolah ingin memastikan sesuatu, tetapi Caelum tidak bergerak mundur sedikit pun. Tatapan mereka bertemu, dan dalam keheningan itu, ada ketegangan yang tak kasat mata, seperti dua binatang buas yang saling menilai lawan.

Caelum menurunkan tangannya, ekspresinya tetap dingin, tetapi matanya berkilat tajam. Ia tidak suka permainan ini, tetapi jika Rotherham ingin bermain, maka ia akan memastikan permainan itu berakhir dengan kekalahan lawannya.

"Mari kita lihat sampai kapan Anda bisa menyembunyikannya, P
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Sisa Takdir   BAB 78

    Setelah keributan yang terjadi di aula utama, Caelum mengajak mereka untuk berdiskusi di kamar pribadinya. Udara malam yang dingin menyelinap melalui celah jendela yang terbuka, membawa serta keheningan yang mencekam setelah insiden yang baru saja terjadi. Sisa aroma darah samar masih terasa, bercampur dengan hawa lembap yang menyusup hingga ke tulang. Di luar, suara burung malam sesekali terdengar, tetapi di dalam ruangan ini, tidak ada yang berbicara lebih dulu. "Silakan duduk di mana pun kalian merasa nyaman," ujar Caelum santai. "Mari kita lupakan status kita sejenak." Tanpa ragu, ia merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang berada di tengah ruangan. Gerakannya tampak santai, namun sorot matanya tajam, memperlihatkan bahwa pikirannya tengah bekerja. "Apa kau merekamnya, Gavier?" tanyanya, melirik ajudannya yang berdiri di dekat pintu. Gavier mengangguk, mendekat, dan menyerahkan sebuah bola perekam kepada Caelum. Sang pangeran menerimanya d

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-20
  • Sisa Takdir   BAB 79

    Caelum menghela napas frustrasi di dalam kamarnya. Tangannya mengepal di atas meja, jemarinya sedikit bergetar menahan emosi yang membuncah di dadanya. Rahangnya mengatup rapat, seakan menahan sesuatu yang ingin ia teriakkan. Matanya menatap tajam ke arah Gavier yang masih berdiri di dekat pintu, menjaga dirinya dengan penuh kewaspadaan. Sekalipun ruangan itu luas, ia merasa seolah terkurung dalam tekanan yang semakin menghimpit. Hening menyelimuti ruangan, hanya terdengar suara detak jam yang seakan mempermainkan pikirannya yang kalut. "Apa aku membuat kesalahan?" tanyanya akhirnya, suaranya bergetar tipis, seolah tak yakin pada dirinya sendiri. Rahangnya mengatup, dan dadanya naik turun dalam ritme napas yang berat. Ada kepanikan yang berusaha ia tekan, tetapi semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin jelas rasa frustrasi itu terasa. Gavier, yang sedari tadi memperhatikan sikap Caelum, menghela napas panjang sebelum akhirnya mengambil sikap yang lebih santai.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-21
  • Sisa Takdir   BAB 80

    Tiga hari telah berlalu, namun tak ada tanda-tanda Caelum menemui keluarga Silvercrest. Entah dia masih bingung atau ada halangan lain yang menghambatnya. Elian duduk di taman rumahnya, menyeruput teh hangat dengan tenang. Mata merahnya menatap kosong ke arah langit yang cerah, sementara angin sepoi-sepoi menerpa rambut hitamnya. "Caine, apakah ada pergerakan dari Azrael yang kau ketahui?" tanya Elian tanpa menoleh. Caine, yang berdiri tak jauh darinya, melangkah mendekat lalu mengecilkan suaranya, "Saat ini tidak ada, Tuan. Saya dengar dia selalu berada di ruang kerjanya, mengurus wilayahnya. Tidak ada kabar tentang tindakan mencurigakan yang dilakukannya." Elian meletakkan cangkirnya dengan anggun di atas meja kecil di sampingnya. "Benarkah? Apakah kau masih menemuinya?" Caine menegakkan badannya. "Tidak, saya hanya selalu mengirim surat untuk melaporkan tentang Anda." Elian tersenyum kecil, namun tak ada keceriaan dalam senyum itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-22
  • Sisa Takdir   BAB 81

    Suasana di ruang tamu keluarga Silvercrest masih terasa tegang setelah pernyataan mengejutkan dari Pangeran Caelum. Ronan menyandarkan punggungnya ke kursi, ekspresinya tetap tajam saat menilai pria yang berlutut di hadapannya. Sementara itu, Damien tampak lebih tenang, menunggu Caelum menjelaskan lebih lanjut. Lucien menyilangkan jemarinya, menatap sang pangeran dengan sorot penuh pertimbangan. "Pangeran, kesetiaan bukan sesuatu yang bisa diberikan begitu saja tanpa konsekuensi. Anda sendiri pasti memahami hal itu. Apa yang membuat Anda begitu yakin ingin bersekutu dengan kami?" Caelum mengangkat kepalanya, matanya masih menyiratkan tekad yang sama seperti sebelumnya. "Saya telah menghabiskan waktu memikirkan ini. Ayah saya, Raja, mulai menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap rakyat. Pangeran Kedua memiliki ambisi besar, dan jika dibiarkan, ia akan menyeret kerajaan ke dalam kekacauan. Saya tidak bisa tinggal diam lagi." Damien mengangguk kecil. "Jadi,

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-23
  • Sisa Takdir   BAB 82

    Percakapan itu akhirnya mereka sudahi. Pangeran Caelum diminta untuk beristirahat lebih dahulu agar dapat memulihkan tenaganya. Lucien keluar lebih dulu dari ruangan itu, diikuti oleh Elsya yang dengan sigap melangkah di belakangnya. Ronan, Damien, dan Elian masih berada di dalam ruangan, baru akan beranjak pergi ketika suara Caelum menghentikan langkah mereka. "Bolehkah aku berbicara dengan kalian?" Ronan melirik Damien sekilas sebelum kembali duduk. Ada keraguan di matanya, tetapi ketegasannya tak berkurang. "Aku mendengarkan." Caelum menarik napas dalam, matanya menatap tajam ke arah mereka. "Apakah kalian mengingat pesan monster malam itu? Dia mengatakan bahwa utusan dewa telah bangkit." Keheningan sejenak menyelimuti ruangan. Ronan mengusap dagunya, berpikir sejenak sebelum mengangguk. "Ya, aku ingat. Lalu?" tanyanya, matanya menatap tajam ke arah Caelum. Caelum menggenggam kedua tangannya erat. "Tolong bantu aku menemukannya."

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Sisa Takdir   BAB 83

    Ronan menatap Caelum dengan sorot mata tajam, lalu melirik Damien yang masih tampak tidak percaya dengan permintaan sang pangeran. Keheningan menyelimuti ruangan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Akhirnya, Ronan menarik napas dalam dan berkata dengan tegas, "Aku tidak bisa memberi jawaban sekarang. Kami akan membicarakannya dengan keluarga terlebih dahulu. Setelah itu, baru kami akan memutuskan apakah kami akan membantumu mencari utusan dewa atau tidak." Caelum tampak ingin membantah, tetapi ia menahan dirinya. Ia tahu bahwa ini bukan keputusan yang bisa dibuat dengan mudah. "Baiklah," katanya akhirnya, meskipun jelas terlihat bahwa ia menginginkan jawaban yang lebih cepat. Tanpa berkata apa-apa lagi, Ronan berdiri dan melangkah keluar, diikuti oleh Damien dan Elian. Damien masih sesekali menoleh ke belakang, memastikan bahwa Caelum tidak akan mencoba melakukan sesuatu yang mencurigakan. Ketika mereka sudah cukup jauh dari ruangan, Damien akhirny

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Sisa Takdir   BAB 84

    Malam terasa panjang bagi Elian. Meskipun Damien sudah meninggalkan kamarnya, pikirannya masih terus berputar. Apa yang akan terjadi jika keluarganya mengetahui kebenaran ini? Bagaimana mereka akan menanggapinya? Ketakutan yang selama ini berusaha ia kubur perlahan kembali mengusik pikirannya. Apakah mereka akan tetap melihatnya sebagai Elian Silvercrest atau sebagai ancaman yang bisa membahayakan keluarga mereka? Ia menatap langit-langit kamarnya yang diterangi cahaya remang dari lilin di sudut ruangan. Bayangan nyala lilin menari di dinding, seolah menciptakan sosok-sosok samar yang mengintainya dalam kesunyian. Angin malam yang masuk melalui celah jendela terasa dingin, menusuk hingga ke tulangnya, membuatnya semakin gelisah. Ada keinginan untuk beranjak, keluar dari kamarnya, dan menguping pembicaraan mereka. Namun, ia menahan diri. Apa pun yang terjadi malam ini, ia tidak bisa mengubah kenyataan bahwa dirinya adalah utusan dewa yang mereka cari. Ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Sisa Takdir   BAB 85

    Suasana pagi terasa lebih sunyi dari biasanya. Cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai tidak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti kamar Elian. Ia terbangun dengan kepala yang masih berat, pikirannya berkabut oleh berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi setelah percakapan semalam. Ia tidak tahu keputusan seperti apa yang telah diambil keluarganya, tapi firasatnya mengatakan bahwa malam itu mengubah segalanya. Elian duduk di atas ranjang, merasakan kelembutan selimut yang membalut tubuhnya. Namun, kenyamanan itu tidak mampu menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam, tetapi bayangan percakapan Damien dan orang tuanya terus berputar di kepalanya. Apakah mereka memutuskan untuk menjauhinya? Ataukah mereka masih bisa menerimanya sebagai bagian dari keluarga Silvercrest? Terdengar ketukan pelan di pintu. Elian menoleh, lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sebelum menjawa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Sisa Takdir   BAB 124

    Senja menggantung indah di langit Eldoria, mewarnai ruangan pertemuan dengan semburat keemasan yang temaram. Jendela-jendela tinggi berbingkai kaca patri membiaskan cahaya lembut yang menari di lantai marmer, menciptakan bayangan seperti lukisan yang bergerak perlahan. Aroma teh dan kudapan manis memenuhi udara, menghadirkan kenyamanan langka di tempat yang biasanya penuh tekanan politik. Caelium duduk dengan santai di kursi utama, menyilangkan kaki dan memandang keluar jendela sejenak sebelum menoleh ke Elian, yang duduk di sampingnya. Elian tampak ragu, tangan di pangkuannya diam, tatapannya masih canggung pasca pelukan mendadak tadi. Sementara itu, Ethan dan Caine berdiri di dekat sisi ruangan, namun atas permintaan Caelium sendiri, mereka ikut bergabung duduk di kursi kecil. Teko teh telah disiapkan di atas meja bundar, lengkap dengan berbagai kudapan yang tampaknya terlalu mewah untuk hanya empat orang. “Silakan, Ethan, Caine. Tidak perlu terlalu k

  • Sisa Takdir   BAB 123

    Langkah-langkah mereka bergema lembut di koridor marmer yang panjang. Pilar-pilar tinggi menjulang di sisi kiri dan kanan, dihiasi ukiran rumit khas kerajaan Eldoria garis-garis lengkung berkilau, seolah memantulkan kenangan yang tersembunyi di balik tiap lekuknya. Cahaya mentari sore menembus jendela kaca patri, menciptakan bayangan warna-warni di lantai, seakan mengantar mereka menuju takdir yang telah lama menunggu di ujung lorong. Elian menggenggam sisi jubahnya erat-erat. Bukan karena gugup setidaknya, bukan hanya karena itu. Detak jantungnya terasa terlalu keras, terlalu cepat, dan terlalu nyata. Seolah tubuhnya tahu, jauh sebelum pikirannya sempat menyadari, bahwa ini bukan pertemuan biasa. Ethan berjalan setengah langkah di belakangnya, seperti biasa menjaga jarak namun tetap waspada. Caine ada di sisi lain, matanya awas, tapi sesekali melirik ke arah Elian. Ia tahu betul, bukan bahaya dari luar yang sedang dihadapi Elian kali ini melainkan badai yang ber

  • Sisa Takdir   BAB 122

    Langit mulai berubah jingga saat Elian, Ronan, dan Kaelian melangkah keluar dari bangunan kayu tua itu. Dinding-dinding yang retak dan aroma lembap bercampur darah masih terasa menggantung di udara, meskipun mereka sudah menjauh. Angin sore menyapu pelan, membawa bau dedaunan kering dan sedikit aroma tanah yang baru disiram hujan. Elian menghela napas panjang. Kepalanya sedikit tertunduk, dan matanya menatap kosong ke arah rerumputan yang bergoyang pelan tertiup angin. Senja menurunkan ketegangan di tubuh mereka, tapi tidak dengan beban di pikirannya. Sebenarnya, Elian bisa saja menghapus kutukan itu. Energinya cukup lebih dari cukup jika ia ingin memaksakan diri. Namun ia tahu, tubuhnya tidak akan kuat menanggung konsekuensinya. Kekuatan yang mengalir dalam dirinya tidak seperti sihir biasa. Terlalu dalam, terlalu luas, dan terlalu tak terkendali. Dan ia tahu, kakak-kakaknya pasti tak akan mengizinkannya. Diam-diam ia menoleh ke arah Kaelian dan Ronan

  • Sisa Takdir   BAB 121

    Suasana di dalam ruang bawah tanah itu berubah menjadi mencekam setelah tubuh makhluk itu terjatuh, terbelah antara tubuh dan kepala yang kini terpisah, kedua bagian tersebut tergeletak terpisah di lantai dengan darah hitam yang mengalir deras, berkilau di bawah cahaya redup obor. Darah itu memercik, bercampur dengan kotoran dan sisa-sisa kotoran lainnya yang membuat ruangan itu semakin bau. Namun yang lebih menakutkan adalah keheningan yang langsung menyelimuti tempat itu. Seakan-akan seluruh dunia terdiam, hanya menyisakan suara tetesan darah yang jatuh perlahan dari kepala makhluk itu yang terperangkap di antara jeruji besi. Setiap tetes darah yang jatuh itu terdengar nyaring di telinga mereka, seolah menggema di seluruh ruangan yang gelap dan kotor itu. Masing-masing dari mereka berdiri terdiam, merasakan beratnya suasana yang mencekam. Semua terhanyut dalam keterkejutannya, menatap bagian tubuh yang telah terpisah itu dengan rasa ngeri yang sulit dijelaskan.

  • Sisa Takdir   BAB 120

    Langkah kaki mereka bergema di lorong gelap dan lembap. Udara dingin berbau tanah basah dan besi berkarat memenuhi ruang bawah tanah itu. Cahaya obor yang berpendar redup memantulkan bayangan panjang di dinding batu kasar, menciptakan ilusi makhluk-makhluk bersembunyi di setiap sudut gelap. Elian berjalan di depan, diapit oleh Ronan, Caine, Damien dan Kaelian yang menjaga posisi mereka dengan waspada. "Tempat ini... penuh dengan sihir terkutuk," gumam Caine, matanya menyipit saat memandang jauh ke dalam kegelapan. Ronan mendengus. "Azrael selalu terobsesi dengan kekuatan terlarang. Tempat ini adalah bukti betapa gilanya dia." Elian diam saja, pikirannya terfokus pada apa yang akan mereka hadapi. Setiap langkah yang diambil mendekatkannya pada sosok yang dikurung di balik jeruji besi—makhluk yang pernah menjadi manusia sebelum direnggut oleh kutukan yang jahat. Suara desahan dan erangan samar mulai terdengar, menggema seperti bisikan hantu. Akh

  • Sisa Takdir   BAB 119

    Hutan yang dilalui Elian semakin lebat seiring langkah kudanya yang terus melaju. Pepohonan menjulang tinggi dengan ranting-ranting kering yang menggantung seperti tangan kurus hendak merenggut siapa saja yang lewat. Daun-daun gugur berdesir tertiup angin, menciptakan bunyi lirih yang mengiringi perjalanan mereka. Aroma tanah basah dan dedaunan busuk menyusup ke dalam hidung, menciptakan sensasi mencekam seolah makhluk tak kasat mata mengawasi dari balik semak-semak. Bayangan pepohonan bergerak pelan saat angin berhembus, membuatnya tampak seperti sosok-sosok mengintai dalam kegelapan. Suara burung hantu sesekali terdengar, serupa bisikan ancaman di tengah hutan yang kelam. Ethan dan Caine mengikuti di belakang Elian dengan waspada. Sorot mata mereka terus mengawasi lingkungan sekitar, seakan siap menghadapi serangan mendadak. Jalan setapak yang sempit dan penuh akar pohon mengharuskan mereka berjalan perlahan, tapi Elian tak mau memperlambat laju kudanya. Meski luka di tu

  • Sisa Takdir   BAB 118

    Angin pagi yang sejuk menyusup melalui celah jendela kamar Elian, membawa aroma dedaunan basah dan embusan kabut tipis. Cahaya matahari yang lembut menembus tirai tipis, memercikkan warna keemasan pada lantai kayu yang mengilap. Namun, ketenangan itu terasa rapuh seolah-olah pagi yang damai ini menyembunyikan badai yang akan datang. Suasana kamar terasa sunyi, terlalu sunyi, seakan menunggu sesuatu yang tak terelakkan. Ia berdiri di depan cermin tinggi dengan ekspresi datar, mengenakan kemeja putih sederhana yang disulam halus. Jubah tebal berwarna hitam dengan lapisan bulu abu-abu terlipat rapi di kursi dekatnya, terabaikan. Caine berdiri di samping meja dengan tangan terlipat di dada, tatapannya keras dan penuh keteguhan. “Tuan Muda, Anda harus mengenakan jubah ini,” tegas Caine, nadanya tajam namun berlapis kekhawatiran yang tak tersamarkan. Elian mendengus dan mengibaskan tangan, tapi gerakannya kaku, seolah mengabaikan rasa nyeri yang masih tersisa

  • Sisa Takdir   BAB 117

    Suara detik jam terdengar jelas dalam kesunyian kamar Elian. Udara dingin menusuk, membuat api di perapian berkedip-kedip memancarkan cahaya keemasan yang samar. Elian duduk bersandar di ranjangnya, tatapannya fokus pada meja rendah di depannya yang penuh dengan kertas, peta, dan catatan tentang pergerakan Azrael dan kutukan yang menyebar. Ethan berdiri beberapa langkah di belakangnya, menjaga jarak namun selalu siap menerima perintah. Caine berdiri di sisi lain, sikapnya kaku dengan tangan terlipat di dada. “Aku ingin melihat korban yang masih sadar,” ucap Elian tiba-tiba, memecah kesunyian. Ethan dan Caine saling pandang sebelum Ethan membungkuk hormat. “Tuan Muda, apakah Anda yakin? Korban-korban itu sudah berada dalam tahap kutukan yang parah. Pangeran Pertama dan Tuan Ronan sudah mengamankan mereka dengan pengawasan ketat.” “Itu sebabnya aku harus melihat mereka langsung,” tegas Elian. “Aku ingin memahami apa yang kita hadapi.”

  • Sisa Takdir   BAB 116

    Caine menggeliat pelan dari tempat duduknya, tubuhnya terasa pegal dan kaku setelah tertidur dalam posisi yang kurang nyaman. Suara kursi berderit pelan saat ia bergerak, menciptakan bunyi yang terdengar jelas di ruangan yang sunyi. Matanya perlahan membuka, mengerjap beberapa kali untuk mengusir kantuk, sementara cahaya pagi yang menyelinap dari balik jendela besar membuat matanya sedikit menyipit. Udara dingin menyentuh kulitnya, membawa aroma teh hangat yang samar namun menenangkan. Di depannya, Elian duduk tenang di tepi ranjang dengan secangkir teh hangat dalam genggamannya, uapnya masih mengepul. "Selamat pagi, Caine," sapa Elian dengan senyum lembut yang terasa begitu menenangkan, uap teh hangat masih mengepul di cangkirnya. Caine mengerjap lagi, berusaha mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya yang masih tercecer. Matanya tertuju pada Elian yang tampak santai, kontras dengan kekhawatiran yang memenuhi pikirannya sejak kemarin. Pikirannya berusaha me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status