แชร์

BAB 83

ผู้เขียน: Rayna Velyse
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-25 22:35:02

Ronan menatap Caelum dengan sorot mata tajam, lalu melirik Damien yang masih tampak tidak percaya dengan permintaan sang pangeran. Keheningan menyelimuti ruangan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Akhirnya, Ronan menarik napas dalam dan berkata dengan tegas, "Aku tidak bisa memberi jawaban sekarang. Kami akan membicarakannya dengan keluarga terlebih dahulu. Setelah itu, baru kami akan memutuskan apakah kami akan membantumu mencari utusan dewa atau tidak."

Caelum tampak ingin membantah, tetapi ia menahan dirinya. Ia tahu bahwa ini bukan keputusan yang bisa dibuat dengan mudah. "Baiklah," katanya akhirnya, meskipun jelas terlihat bahwa ia menginginkan jawaban yang lebih cepat.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ronan berdiri dan melangkah keluar, diikuti oleh Damien dan Elian. Damien masih sesekali menoleh ke belakang, memastikan bahwa Caelum tidak akan mencoba melakukan sesuatu yang mencurigakan. Ketika mereka sudah cukup jauh dari ruangan, Damien akhirny
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Sisa Takdir   BAB 84

    Malam terasa panjang bagi Elian. Meskipun Damien sudah meninggalkan kamarnya, pikirannya masih terus berputar. Apa yang akan terjadi jika keluarganya mengetahui kebenaran ini? Bagaimana mereka akan menanggapinya? Ketakutan yang selama ini berusaha ia kubur perlahan kembali mengusik pikirannya. Apakah mereka akan tetap melihatnya sebagai Elian Silvercrest atau sebagai ancaman yang bisa membahayakan keluarga mereka? Ia menatap langit-langit kamarnya yang diterangi cahaya remang dari lilin di sudut ruangan. Bayangan nyala lilin menari di dinding, seolah menciptakan sosok-sosok samar yang mengintainya dalam kesunyian. Angin malam yang masuk melalui celah jendela terasa dingin, menusuk hingga ke tulangnya, membuatnya semakin gelisah. Ada keinginan untuk beranjak, keluar dari kamarnya, dan menguping pembicaraan mereka. Namun, ia menahan diri. Apa pun yang terjadi malam ini, ia tidak bisa mengubah kenyataan bahwa dirinya adalah utusan dewa yang mereka cari. Ia

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-26
  • Sisa Takdir   BAB 85

    Suasana pagi terasa lebih sunyi dari biasanya. Cahaya matahari yang menyelinap melalui celah tirai tidak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti kamar Elian. Ia terbangun dengan kepala yang masih berat, pikirannya berkabut oleh berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi setelah percakapan semalam. Ia tidak tahu keputusan seperti apa yang telah diambil keluarganya, tapi firasatnya mengatakan bahwa malam itu mengubah segalanya. Elian duduk di atas ranjang, merasakan kelembutan selimut yang membalut tubuhnya. Namun, kenyamanan itu tidak mampu menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Ia mencoba menenangkan dirinya dengan menarik napas dalam, tetapi bayangan percakapan Damien dan orang tuanya terus berputar di kepalanya. Apakah mereka memutuskan untuk menjauhinya? Ataukah mereka masih bisa menerimanya sebagai bagian dari keluarga Silvercrest? Terdengar ketukan pelan di pintu. Elian menoleh, lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan sebelum menjawa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-27
  • Sisa Takdir   BAB 86

    Hari-hari berlalu dengan cepat setelah keputusan keluarga Silvercrest untuk mendukung Pangeran Caelum. Mereka tidak berjanji akan menemukan utusan dewa, tetapi mereka berkomitmen untuk membantu pangeran ketiga dalam perjuangannya. Sementara itu, keributan yang sempat terjadi mulai mereda seiring dengan persidangan yang akan segera digelar. Pangeran Caelum telah mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk menjatuhkan hukuman pada Tuan Rotherham, dalang dari kekacauan yang hampir menghancurkan kestabilan kerajaan. Bukti itu bukan hanya sekadar kesaksian, tetapi juga dokumen dan kesaksian para saksi yang mengarah langsung pada keterlibatan Rotherham dalam konspirasi yang terjadi. Meskipun telah memutuskan untuk berada di kubu Pangeran Caelum, keluarga Silvercrest memilih untuk tetap mengamati dan memastikan kepercayaan mereka sebelum benar-benar menyerahkan kesetiaan mereka sepenuhnya. *** Di sisi lain, Pangeran Kedua, Leander, mengamuk di kamarnya.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-28
  • Sisa Takdir   BAB 87

    Malam terasa begitu sunyi ketika seorang pelayan mengetuk pelan pintu kamar Pangeran Kedua Leander. Ketukan itu nyaris tenggelam dalam keheningan, tetapi di dalam kamar, seseorang telah menantikannya. Dari balik pintu, Azrael berdiri dengan tenang, menunggu izin untuk masuk. Begitu pintu terbuka, ia melangkah masuk, matanya langsung menyapu ruangan yang kacau balau. Kamar Leander gelap, hanya diterangi cahaya remang dari lilin yang hampir habis di sudut ruangan. Pecahan beling berserakan di lantai, beberapa di antaranya masih berkilauan akibat pantulan cahaya. Aroma alkohol bercampur debu memenuhi udara. Namun, sebelum Azrael sempat mengamati lebih jauh, sebuah tangan mencengkeram kerahnya dengan kuat. “Bajingan! Pengkhianat sepertimu berani muncul di hadapanku?” Leander menarik Azrael dengan kasar, lalu menampar wajahnya dengan keras. Azrael terhuyung, namun dengan cepat menyeimbangkan diri. Bukannya marah, ia malah tersenyum tipis sembari menyentuh pi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-01
  • Sisa Takdir   BAB 88

    Elian mengetuk pintu ruang kerja Lucien dengan perlahan. Ketukan itu tidak terlalu keras, tetapi cukup untuk memberi tanda bahwa seseorang ingin masuk. Tak lama, suara dari dalam terdengar samar, mengizinkannya untuk masuk. Elian membuka pintu dan melangkah masuk dengan tenang. Matanya langsung tertuju pada sosok Lucien yang tengah sibuk dengan tumpukan dokumen di mejanya. Laki-laki itu belum menoleh untuk melihat siapa yang datang, masih fokus dengan pekerjaannya. "Apakah saya mengganggu Anda, Ayah?" tanya Elian dengan nada sopan. Lucien mengangkat wajahnya dari dokumen, alisnya sedikit berkerut karena masih tenggelam dalam pikirannya. Namun, saat menyadari siapa yang datang, garis tegang di wajahnya perlahan melunak. Sudut bibirnya sedikit terangkat, menciptakan senyum samar yang jarang terlihat kecuali untuk keluarganya. "Oh, Elian." Elian tersenyum kecil. "Bolehkah saya berbicara sebentar denganmu, Yah?" Lucien seketika menghenti

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-02
  • Sisa Takdir   BAB 89

    Elian keluar dari ruangan Lucien dengan langkah pelan. Koridor kediaman Silvercrest terasa sunyi, hanya terdengar suara sepatu botnya yang menyentuh lantai marmer yang dingin. Cahaya bulan masuk melalui jendela besar, membentuk bayangan samar di sepanjang dinding. Pikirannya dipenuhi kenangan akan masa lalu. Pangeran pertama, Kaelian dihukum mati karena tuduhan penghianatan. Sebuah tuduhan keji yang dibuat oleh Pangeran kedua, Leander, hanya karena Kaelian memiliki pengaruh kuat di militer. Caelum, sang Pangeran ketiga, telah berusaha keras untuk membela kakaknya, tetapi kebencian Leander telah membutakan akalnya. Elian mengepalkan tangannya. Ia mengingat bagaimana Kaelian dituduh merencanakan kudeta, padahal semua itu hanya dalih Leander untuk menyingkirkan saingan. Apa aku bisa menyelamatkannya kali ini? Setelah masuk ke dalam kamarnya, Elian menutup pintu dengan pelan, lalu merebahkan diri di atas ranjang. Matanya menatap tangannya yang terbuka.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-03
  • Sisa Takdir   BAB 90

    Diruang pribadi pangeran pertama, cahaya matahari pagi menerobos masuk melalui jendela-jendela besar, menerangi ruangan dengan lembut. Lucien dan Elian berdiri di hadapan Kaelian, sementara beberapa ksatria istana berjaga di sudut ruangan. "Sepertinya inilah saatnya kami berpamitan," ujar Lucien dengan suara tenang namun penuh makna. "Aku berterima kasih atas keramahan anda pangeran." Kaelian mengangguk ringan. "Keamanan kalian adalah prioritas. Dengan situasi kerajaan yang seperti ini, aku tidak bisa menjamin perjalanan yang sepenuhnya aman, tapi aku akan memastikan tidak ada yang mengusik kalian sampai kalian keluar dari wilayah ini." Elian, yang sejak tadi diam, akhirnya membuka suara. "Pangeran, saya berharap anda mempertimbangkan dengan serius apa yang saya beritahukan sebelumnya." Lucien menatap Kaelian melanjukan kata-kata Elian, "Dan saya harap anda akan memberi kami kabar secepat mungkin. Keluarga Silvercrest tidak bisa sering datang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-04
  • Sisa Takdir   BAB 91

    Malam purnama yang dijanjikan akhirnya tiba. Cahaya bulan menyelimuti Kuil Astra dengan sinar keperakan yang menambah aura mistis di sekitar bangunan tua itu. Angin malam berembus pelan, membawa bisikan dedaunan yang bergesekan satu sama lain. Caelum melangkah mantap menuju kuil, mengikuti petunjuk yang diberikan Ronan. Ia tidak tahu pasti apa yang menunggunya di sana, tetapi ia sudah mempersiapkan diri. Di pelataran kuil, Ronan sudah berdiri menunggunya. Namun, bukan hanya Ronan yang ada di sana. Di sampingnya, berdiri seorang pria berjubah yang tampak tidak asing bagi Caelum. Meski wajah pria itu tersembunyi dalam bayangan tudung, ada sesuatu dalam posturnya yang membuat Caelum merasa pernah melihatnya sebelumnya. Ronan meliriknya sekilas sebelum berkata, "Apakah kau sudah siap? Kau masih bisa mundur jika tidak ingin melakukan perjanjian ini." Caelum menatap Ronan dengan mantap. "Aku akan melakukannya. Jadi, apa syarat berikutnya?" tanyanya, sesekali

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-05

บทล่าสุด

  • Sisa Takdir   BAB 145

    Hujan belum turun, tapi aroma tanah basah sudah memenuhi udara malam. Caine memandang tubuh Elian yang tergeletak di pelukannya terluka, lemah, sekarat. Setiap tarikan napas pemuda itu terdengar berat, seakan dunia terlalu kejam untuk membiarkannya bernapas lebih lama. Caine menahan napas saat merasakan betapa ringan tubuh Elian. ‘Bagaimana mungkin seseorang yang begitu kuat di dalam, terlihat begitu rapuh dari luar?’ Ada darah di mana-mana mengalir dari luka di pahanya, dari lebam di rusuknya, dari sayatan kecil yang berserakan di seluruh tubuhnya. Caine tahu dia tak bisa diam saja. Kalau dibiarkan, Elian akan mati malam ini. Dengan gerakan cekatan yang bersembunyi di balik tangan yang gemetar, Caine membaringkan Elian di atas tanah kering, dekat api kecil yang ia buat dari ranting basah. Ia mengeluarkan kantung air dan beberapa potong kain bersih seadanya. Jari-jarinya bergerak cepat, namun pikirannya berantakan. ‘Aku gagal...’ Rasa bersalah

  • Sisa Takdir   BAB 144

    Lorong batu itu seperti mulut naga gelap, sempit, dan seolah menghirup seluruh udara dari paru-paru Elian. Setiap langkahnya menggema pelan, seakan mengumumkan keberadaannya di tengah kekacauan yang baru saja meledak di belakang. Napasnya kasar, tubuhnya berguncang dengan setiap gerakan, tapi ia tidak berhenti. Tidak bisa. Cahaya api dari ruang tahanan masih menari di dinding-dinding lorong, menciptakan bayangan liar yang bergerak bersamaan dengan langkahnya. Elian menekan dirinya ke dinding saat mendengar teriakan beberapa penjaga berusaha mengendalikan api, yang lain mulai mencari dirinya. Dia harus lebih cepat. Tangan kirinya yang bebas menggenggam tongkat kayu yang tadi ia rebut, jemarinya yang berdarah nyaris kehilangan kekuatan untuk memegangnya dengan erat. Tapi Elian tahu, bahkan tongkat sederhana ini adalah perbedaan antara hidup dan mati. Lorong itu bercabang. Tanpa waktu untuk berpikir panjang, ia memilih jalur kiri lebih gelap, leb

  • Sisa Takdir   BAB 143

    Denyut pelan di pelipis Elian terasa seperti ketukan genderang perang yang hampir tak terdengar, tapi cukup untuk membangunkannya dari tepi kehancuran. Setiap tarikan napas terasa seperti menghirup pisau tumpul, menggores bagian dalam paru-parunya. Namun di balik rasa sakit itu, ada kesadaran yang perlahan-lahan mengeras kesadaran bahwa waktu sedang habis. Ia menahan napas, mengerahkan sisa tenaga untuk tidak bergerak sembarangan. Telinganya masih berdengung, tapi ia bisa menangkap suara langkah menjauh, percakapan yang semakin memudar ke ujung ruangan. Mungkin mereka mengira ia sudah terlalu lemah untuk mendengar. Mungkin itu kesalahan pertama mereka. Dalam kegelapan yang berdenyut itu, Elian memaksa dirinya berpikir. Batu sihir. Energi hidup. Penyiksaan perlahan. Mereka ingin memerasnya hingga kering, meninggalkannya sebagai cangkang kosong. Tapi tidak. Ia tidak akan menyerahkan dirinya begitu saja. Perlahan, Elian mengerakkan jari-jarinya.

  • Sisa Takdir   BAB 142

    Keheningan menyeruak di ruangan itu seperti kabut dingin yang tak diundang. Sunyi bukan lagi jeda; ia berubah menjadi makhluk hidup, mengendap-endap dengan napas dingin, seolah mengintai setiap detak jantung sebagai mangsa. Menyusup ke setiap celah dinding batu yang lembab, merayap perlahan melalui retakan-retakan tua yang tak pernah disentuh cahaya. Ruangan itu luas, tapi tertutup. Dinding-dindingnya kokoh dari batu hitam yang memantulkan dingin ke udara. Lentera kuno bergoyang pelan di dinding sebelah kanan, nyalanya redup dan bergetar, seolah ketakutan terhadap suasana yang menyelimuti sekitarnya. Asap tipis mengepul dari dasar lentera, mengaduk aroma logam, darah, dan kelembapan yang terlalu lama terperangkap. Di dekat sudut ruangan, tubuh Elian bersandar lemah pada dinding yang basah. Napasnya pendek-pendek, seperti sedang berusaha tetap hidup meski paru-parunya menolak. Kepalanya tertunduk, rambut hitam yang berantakan menutupi sebagian wajahnya. Darah meng

  • Sisa Takdir   BAB 141

    Leandor duduk di sudut ruangan, diam, tubuhnya condong sedikit ke depan, tangan terkepal di atas lutut. Cahaya temaram dari obor di dinding memantulkan bayangan wajahnya yang masih muda, tapi penuh tekanan. Napasnya berat. Matanya menatap lantai batu seperti hendak menembusnya. Ia masih mencoba mengontrol emosi meski jelas gagal. ‘Sungguh mudah,’ pikir Elian, untuk membuat Leandor kehilangan kendali. Meskipun ia telah memasuki usia dewasa, cara berpikirnya masih sangat kanak-kanak. Ia meledak karena kata-kata, bukan karena alasan. Sebenarnya bukan Elian yang membuatnya marah. Leandor hanya iri dengan semua pencapaian kakak dan adiknya. Ia hidup di antara bayang-bayang. Bayang-bayang Kaelian yang sempurna, bayang-bayang Caelium yang menawan. Dan mungkin, pikir Elian lagi, tawaran Azrael terlalu menggiurkan baginya. Kekuasaan, pengakuan, kesempatan untuk akhirnya menjadi ‘yang paling menonjol’ dalam hidupnya. Siapa yang bisa menolak? D

  • Sisa Takdir   BAB 140

    Kain hitam masih membalut mata Elian, menyekat pandangannya dari dunia luar. Tak ada cahaya, tak ada bentuk. Hanya suara langkah kaki, derit ranting yang patah, dan deru napas yang berat. Mereka telah berjalan entah berapa lama. Tubuh Elian lunglai, setiap langkah seperti menyeret tulangnya sendiri. Kaki-kakinya becek oleh lumpur, kadang tenggelam dalam genangan air dangkal yang terasa dingin menembus sepatu. Angin menyapu wajahnya sesekali, membawa aroma tanah basah dan dedaunan membusuk. Itu satu-satunya petunjuk yang bisa ia rasakan aroma dan tekstur dunia yang masih bisa disentuhnya, saat matanya tertutup rapat oleh kain kasar. Langkah-langkah itu berhenti. Sebuah tangan kasar menarik paksa lengannya, menyeret tubuhnya menuju suatu tempat. Tidak ada kata, hanya gemeretak sepatu dan suara percikan air dari bawah mereka. Semakin jauh mereka masuk, semakin pekat bau tanah lembab menusuk hidungnya. Bau logam tua juga mulai terasa sam

  • Sisa Takdir   BAB 139

    Angin malam membawa aroma tanah basah dan dedaunan lembap. Langit gelap tanpa bintang, seolah ikut menyembunyikan jejak mereka. Elian melangkah pelan di belakang Azrael, tubuhnya terbungkus jubah gelap yang terlalu besar. Setiap langkah membuat pahanya berdenyut, dan sesekali ia harus berhenti untuk mengatur napas yang semakin berat. Azrael menoleh sesekali, memastikan Elian masih mengikutinya. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Hening. Sunyi. Hanya suara dedaunan yang terinjak dan napas tertahan Elian yang menjadi pengisi malam. Langkah Elian terhenti sejenak. Kepalanya sedikit pening, dan rasa panas menjalar dari dadanya hingga ke tengkuk. Racun itu mulai bergerak lebih cepat. Ia bisa merasakannya. “Kau melambat,” suara Azrael terdengar seperti teguran dingin. Elian mendongak, menatap pria itu dengan mata lelah. “Aku… hanya butuh waktu sedikit.” Azrael menatapnya sejenak. “Kau harus kuat, Elian. Kita masih jauh dari tempat tuj

  • Sisa Takdir   BAB 138

    Darah mengering di pahanya, meninggalkan bekas lengket dan dingin. Elian menggeliat pelan, mencoba duduk dengan menyandarkan tubuh pada dinding batu yang kasar. Udara di ruangan itu begitu lembap dan pengap, membuat paru-parunya terasa sempit setiap kali ia menarik napas. Rasa nyeri di dada kadang datang dan pergi seperti tamu tak diundang. Tapi untuk saat ini, ia masih bisa menahannya. Rasa sakit di pahanyalah yang justru lebih menyiksa. Luka yang menganga itu belum tertutup, dan setiap kali ia bergerak sedikit saja, denyutnya seperti ribuan jarum menusuk bersamaan. Terbatuk. Napasnya pendek dan terputus. Ada rasa logam yang menempel di lidahnya, darah. Ia tahu tubuhnya sedang melawan racun yang ada di dalam tubuhnya. Tapi satu-satunya keberuntungannya, racun itu bekerja perlahan. Masih ada waktu… meski ia tak tahu seberapa lama. "Bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini…" pikirnya sambil mengamati sekeliling. Tak ada jendela, hanya pintu be

  • Sisa Takdir   BAB 137

    Rasa sakit itu seperti api yang menjalar. Dimulai dari luka di paha kirinya lalu menyebar cepat, membakar syaraf, merambat naik ke perut, punggung, dan menjalari tulang belakang. Rasanya seperti daging yang mengelupas pelan setiap kali ia bernapas. Elian menggigit bibirnya sampai berdarah. Tangannya yang kini telah bebas setelah berjam-jam menggerogoti tali dengan luka yang menganga terkulai lemah di lantai. Ia tidak lagi bisa duduk, tidak bisa merangkak. Ia hanya merebahkan tubuhnya di lantai kotor, tubuhnya bergetar hebat, seperti seseorang yang sedang meregang nyawa dalam diam. Nafasnya putus-putus. Setiap tarikan udara bagai bara yang menyambar paru-paru. Kegelapan menyelimutinya begitu pekat, seolah matanya tak lagi berfungsi. Bau darah kering, tanah lembap, dan sesuatu yang busuk menggantung di udara. Tidak ada suara selain detak jantungnya sendiri dan sesekali, tetesan air dari langit-langit yang jatuh ke genangan tak kasatmata di lantai. Langit-langit pen

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status