Share

BAB 58

Author: Rayna Velyse
last update Last Updated: 2025-01-31 21:38:58

Pagi itu, langit cerah di atas akademi, namun tidak ada yang dapat menenangkan kegelisahan yang melingkupi Elian. Udara yang sejuk seakan tidak mampu mengusir kegelisahan yang tumbuh dalam dirinya. Ia duduk di bangku taman, matanya memandangi jalan setapak yang berkelok, namun pikirannya tetap jauh melayang, terjebak dalam kebingungannya sendiri. Mimpi yang ia alami, dengan cahaya emas yang memenuhi tangannya, masih membayangi dirinya. Apa artinya itu? Mengapa ia merasa begitu kuat dan penuh perasaan meski tak memahami maknanya?

Damien mendekat dengan langkah cepat, wajahnya tampak penuh kekhawatiran yang terselubung. Langkahnya terkesan terburu-buru, seolah ia berusaha menghindari sesuatu. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia menyempatkan diri untuk mengambil jubah hitam yang tergantung di kursi sebelahnya, lalu menyerahkannya pada Elian dengan tangan yang agak gemetar.

"Bagaimana keadaanmu?" Damien akhirnya bertanya, suaranya terdengar tegang dan sedikit dipaksak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Sisa Takdir   BAB 59

    Elian menatap kakaknya dengan kebingungan. Ia bisa melihat kepanikan yang terpancar jelas dari wajah Damien, sesuatu yang sangat jarang terjadi. Damien terduduk di kursi tua yang berdebu, tangannya masih erat menggenggam tangan Elian, seolah takut kehilangan sesuatu yang berharga. Nafasnya terdengar berat, pikirannya tampak berkecamuk dalam kebingungan yang sulit dijelaskan. "Kak, apa yang terjadi?" tanya Elian dengan suara pelan namun penuh dengan ketegangan. Damien mengangkat wajahnya, menatap Elian dengan mata yang penuh kegelisahan. Tangannya sedikit gemetar, dan napasnya tercekat, seolah ada sesuatu yang berat menindih dadanya. "Elian... dengar aku baik-baik. Jangan pernah tunjukkan kekuatanmu ini kepada siapapun. Apa kamu mengerti?" suaranya tegas, hampir memerintah. "Dan jangan pernah menggunakannya kecuali dalam keadaan yang benar-benar darurat." Elian masih menatap Damien dengan rasa penasaran yang semakin besar. "Apa maksudmu, Kak? Tolong jela

    Last Updated : 2025-02-01
  • Sisa Takdir   BAB 60

    Damien tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya. Sejak percakapan mereka, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan buruk. Kekeras kepalaan adalah sifat turun-temurun keluarga Silvercrest, dan Elian jelas tidak terkecuali. Ia tahu betul bahwa adiknya tidak akan tinggal diam meski sudah diperingatkan berkali-kali. Dan itu membuatnya takut. Selama ini, Damien berusaha keras untuk tetap berada di sisi Elian, melindunginya dari ancaman yang tidak terlihat dan mencegahnya mengambil langkah gegabah. Namun, ia tahu bahwa dirinya tidak bisa selalu ada di sana. Penelitiannya harus segera diselesaikan, dan itu berarti ia harus meninggalkan Elian untuk sementara waktu. Meski begitu, ada kegelisahan yang terus menghantuinya ketakutan bahwa begitu ia berpaling, Elian akan melakukan sesuatu yang berbahaya. Ia menghela napas berat. Elian bukan lagi anak kecil, dan meskipun Damien ingin selalu melindunginya, ada batasan yang tidak bisa ia lewati. Yang bisa ia lakukan hany

    Last Updated : 2025-02-02
  • Sisa Takdir   BAB 61

    Damien masuk ke kamar dengan langkah berat, bahunya sedikit tegang. Napasnya terdengar lebih berat dari biasanya, seolah menahan sesuatu yang sulit diungkapkan. Matanya menatap lurus ke depan, tapi sesekali alisnya bertaut, menandakan pikirannya yang dipenuhi kecemasan. Di tangannya tergenggam sebuah surat berwarna emas, berlambang matahari yang bersinar di tengah gulungan lilin merah. Ia berdiri di ambang pintu sejenak sebelum melangkah lebih dekat dan duduk di tepi ranjang Elian. Elian, yang sedang membaca buku di mejanya, menoleh dan mengangkat alis melihat ekspresi serius kakaknya. "Ada apa, Kak?" Damien menyerahkan surat itu kepadanya tanpa berkata-kata selama beberapa detik. Lalu, ia menghela napas lagi dan berkata, "Entah apa yang sedang terjadi. Biasanya, jika seorang pangeran berulang tahun, setiap keluarga bangsawan hanya perlu mengirim satu perwakilan untuk hadir. Tapi kali ini... Pangeran Ketiga malah mengundang semua bangsawan muda tanpa terkecuali."

    Last Updated : 2025-02-03
  • Sisa Takdir   BAB 62

    Dua hari berlalu dengan cepat. Di pagi yang masih diselimuti kabut tipis, suara derap kuda menggema di halaman Akademi Eldoria. Ronan turun dari kudanya dengan gerakan anggun, mantel panjangnya berkibar tertiup angin saat ia melangkah menuju bangunan utama. Begitu tiba di depan kamar adik-adiknya, Ronan mengetuk pintu dua kali sebelum membukanya. “Elian, Damien,” panggilnya. Damien, yang sedang merapikan gulungan kertas di mejanya, menoleh. “Kau akhirnya datang.” Elian, yang tengah duduk di sofa dengan secangkir teh, hanya melirik sekilas sebelum kembali menyesap minumannya. Ronan menaruh sebuah kotak panjang di atas meja, membuka tutupnya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat dua set pakaian resmi yang megah namun tetap mencerminkan keanggunan keluarga mereka. Jubah biru tua yang dihiasi bordiran perak di tepinya, serta mantel hitam yang memberikan kesan gagah. “Aku membawakan pakaian resmi untuk kalian,” kata Ronan. “Bes

    Last Updated : 2025-02-04
  • Sisa Takdir   BAB 63

    Elian, Damien, dan Ronan melangkah masuk ke koridor utama istana, mengikuti jejak pelayan-pelayan yang sibuk berlalu-lalang. Cahaya lampu kristal yang bergelantungan di langit-langit memancarkan kilauan keemasan, memantulkan bayangan tamu-tamu yang sudah lebih dulu datang. Suasana pesta begitu megah dengan deretan meja panjang yang dipenuhi hidangan lezat serta tumpukan hadiah yang menggunung di sudut ruangan. Dengan penuh wibawa, Ronan memimpin langkah mereka menuju pintu aula utama. Begitu tiba di ambang pintu, ia menyerahkan kartu undangan kepada penjaga yang berjaga di sana. Suara baritonnya terdengar tegas namun sopan, menandakan kedatangan mereka. “Perwakilan keluarga Silvercrest, Ronan Silvercrest, Damien Silvercrest dan Elian Silvercrest telah tiba.” Seruan penjaga itu menggema di seluruh aula, menarik perhatian para tamu yang sedang berbincang dan menikmati anggur mereka. Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan, hanya diiringi oleh gemerincing

    Last Updated : 2025-02-05
  • Sisa Takdir   BAB 64

    Pesta malam itu berjalan dengan lancar. Lampu-lampu kristal yang menggantung indah di langit-langit ruang utama memancarkan cahaya lembut, sementara suara musik yang dimainkan oleh orkestra menciptakan suasana elegan yang mengisi setiap sudut ruangan. Para tamu, dengan pakaian mewah dan raut wajah penuh kegembiraan, berbincang ringan dan menikmati hidangan lezat yang disajikan. Namun di balik kemewahan dan kebahagiaan yang tampak, ada banyak ketegangan yang tersembunyi, dan Elian merasa semakin terperangkap di dalamnya. Pangeran Caelum, Pangeran Ketiga yang menjadi pusat perhatian malam itu, akhirnya turun dari singgasana tinggi yang selama ini ia tempati. Dengan langkah elegan, ia mulai mendekati kelompok bangsawan yang tengah berbincang. Senyum penuh kepercayaan diri terpancar di wajahnya, menarik perhatian banyak orang, terutama para gadis muda yang berusaha mendekati sang pangeran. Mereka berdiri dengan malu-malu, namun terlihat jelas bahwa niat mereka hanya satu untuk

    Last Updated : 2025-02-06
  • Sisa Takdir   BAB 65

    Alunan musik menggema di ruangan pesta, memenuhi udara dengan nada yang merdu. Cahaya lilin dan lampu kristal berpadu sempurna, menciptakan suasana megah yang memanjakan mata. Para bangsawan berbincang, tertawa, dan bersulang, merayakan ulang tahun Pangeran Ketiga dengan penuh suka cita. Di tengah keramaian, Adipati Vaught, pemimpin wilayah barat, melangkah dengan percaya diri ke arah Elian dan Damien. Senyum khasnya menghiasi wajahnya yang berwibawa, sementara di tangannya tergenggam dua gelas wine berwarna merah rubi yang menggoda. “Apakah Anda berdua menikmati pestanya, Tuan Muda Silvercrest?” tanyanya sambil menyodorkan gelas-gelas tersebut. Elian dan Damien menunduk hormat sebelum menerima gelas masing-masing. “Selamat malam, Tuan Vaught. Menyenangkan dapat berjumpa dengan Anda,” ujar Damien dengan sopan. Adipati Vaught tertawa ringan. “Aku melihat kalian berdua hanya berdiri di sini sambil menikmati camilan. Kuharap kalian juga mencicipi

    Last Updated : 2025-02-07
  • Sisa Takdir   BAB 66

    Angin malam masih berembus lembut ketika Damien membawa Elian kembali ke kamar mereka di istana. Wajah adiknya yang merah karena alkohol membuatnya menghela napas panjang. Meski sudah berulang kali memperingatkan Elian untuk tidak minum, anak itu tetap saja mengabaikannya. "Kau ini benar-benar merepotkan," gumam Damien sembari membaringkan Elian di tempat tidur. Damien merebahkan tubuh Elian dengan hati-hati. Wajah adiknya terlihat damai, tetapi alisnya sesekali berkerut, seolah sedang memimpikan sesuatu yang buruk. Tidak lama, bibir Elian bergerak, bergumam dengan suara pelan, "Jangan ambil mereka lagi dariku..." Damien yang tengah duduk di sampingnya menoleh, mendekatkan wajahnya ke arah Elian. "Apa maksudmu?" bisiknya pelan, namun tak ada jawaban selain desahan napas yang teratur. "Apa kau bermimpi buruk?" lanjutnya sambil bersandar di kursi. "Seharusnya kau lebih takut membayangkan hari esok. Bagaimana kau akan bertemu dengan Pangeran Ketiga setelah

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Sisa Takdir   BAB 141

    Leandor duduk di sudut ruangan, diam, tubuhnya condong sedikit ke depan, tangan terkepal di atas lutut. Cahaya temaram dari obor di dinding memantulkan bayangan wajahnya yang masih muda, tapi penuh tekanan. Napasnya berat. Matanya menatap lantai batu seperti hendak menembusnya. Ia masih mencoba mengontrol emosi meski jelas gagal. ‘Sungguh mudah,’ pikir Elian, untuk membuat Leandor kehilangan kendali. Meskipun ia telah memasuki usia dewasa, cara berpikirnya masih sangat kanak-kanak. Ia meledak karena kata-kata, bukan karena alasan. Sebenarnya bukan Elian yang membuatnya marah. Leandor hanya iri dengan semua pencapaian kakak dan adiknya. Ia hidup di antara bayang-bayang. Bayang-bayang Kaelian yang sempurna, bayang-bayang Caelium yang menawan. Dan mungkin, pikir Elian lagi, tawaran Azrael terlalu menggiurkan baginya. Kekuasaan, pengakuan, kesempatan untuk akhirnya menjadi ‘yang paling menonjol’ dalam hidupnya. Siapa yang bisa menolak? D

  • Sisa Takdir   BAB 140

    Kain hitam masih membalut mata Elian, menyekat pandangannya dari dunia luar. Tak ada cahaya, tak ada bentuk. Hanya suara langkah kaki, derit ranting yang patah, dan deru napas yang berat. Mereka telah berjalan entah berapa lama. Tubuh Elian lunglai, setiap langkah seperti menyeret tulangnya sendiri. Kaki-kakinya becek oleh lumpur, kadang tenggelam dalam genangan air dangkal yang terasa dingin menembus sepatu. Angin menyapu wajahnya sesekali, membawa aroma tanah basah dan dedaunan membusuk. Itu satu-satunya petunjuk yang bisa ia rasakan aroma dan tekstur dunia yang masih bisa disentuhnya, saat matanya tertutup rapat oleh kain kasar. Langkah-langkah itu berhenti. Sebuah tangan kasar menarik paksa lengannya, menyeret tubuhnya menuju suatu tempat. Tidak ada kata, hanya gemeretak sepatu dan suara percikan air dari bawah mereka. Semakin jauh mereka masuk, semakin pekat bau tanah lembab menusuk hidungnya. Bau logam tua juga mulai terasa sam

  • Sisa Takdir   BAB 139

    Angin malam membawa aroma tanah basah dan dedaunan lembap. Langit gelap tanpa bintang, seolah ikut menyembunyikan jejak mereka. Elian melangkah pelan di belakang Azrael, tubuhnya terbungkus jubah gelap yang terlalu besar. Setiap langkah membuat pahanya berdenyut, dan sesekali ia harus berhenti untuk mengatur napas yang semakin berat. Azrael menoleh sesekali, memastikan Elian masih mengikutinya. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Hening. Sunyi. Hanya suara dedaunan yang terinjak dan napas tertahan Elian yang menjadi pengisi malam. Langkah Elian terhenti sejenak. Kepalanya sedikit pening, dan rasa panas menjalar dari dadanya hingga ke tengkuk. Racun itu mulai bergerak lebih cepat. Ia bisa merasakannya. “Kau melambat,” suara Azrael terdengar seperti teguran dingin. Elian mendongak, menatap pria itu dengan mata lelah. “Aku… hanya butuh waktu sedikit.” Azrael menatapnya sejenak. “Kau harus kuat, Elian. Kita masih jauh dari tempat tuj

  • Sisa Takdir   BAB 138

    Darah mengering di pahanya, meninggalkan bekas lengket dan dingin. Elian menggeliat pelan, mencoba duduk dengan menyandarkan tubuh pada dinding batu yang kasar. Udara di ruangan itu begitu lembap dan pengap, membuat paru-parunya terasa sempit setiap kali ia menarik napas. Rasa nyeri di dada kadang datang dan pergi seperti tamu tak diundang. Tapi untuk saat ini, ia masih bisa menahannya. Rasa sakit di pahanyalah yang justru lebih menyiksa. Luka yang menganga itu belum tertutup, dan setiap kali ia bergerak sedikit saja, denyutnya seperti ribuan jarum menusuk bersamaan. Terbatuk. Napasnya pendek dan terputus. Ada rasa logam yang menempel di lidahnya, darah. Ia tahu tubuhnya sedang melawan racun yang ada di dalam tubuhnya. Tapi satu-satunya keberuntungannya, racun itu bekerja perlahan. Masih ada waktu… meski ia tak tahu seberapa lama. "Bagaimana aku bisa keluar dari tempat ini…" pikirnya sambil mengamati sekeliling. Tak ada jendela, hanya pintu be

  • Sisa Takdir   BAB 137

    Rasa sakit itu seperti api yang menjalar. Dimulai dari luka di paha kirinya lalu menyebar cepat, membakar syaraf, merambat naik ke perut, punggung, dan menjalari tulang belakang. Rasanya seperti daging yang mengelupas pelan setiap kali ia bernapas. Elian menggigit bibirnya sampai berdarah. Tangannya yang kini telah bebas setelah berjam-jam menggerogoti tali dengan luka yang menganga terkulai lemah di lantai. Ia tidak lagi bisa duduk, tidak bisa merangkak. Ia hanya merebahkan tubuhnya di lantai kotor, tubuhnya bergetar hebat, seperti seseorang yang sedang meregang nyawa dalam diam. Nafasnya putus-putus. Setiap tarikan udara bagai bara yang menyambar paru-paru. Kegelapan menyelimutinya begitu pekat, seolah matanya tak lagi berfungsi. Bau darah kering, tanah lembap, dan sesuatu yang busuk menggantung di udara. Tidak ada suara selain detak jantungnya sendiri dan sesekali, tetesan air dari langit-langit yang jatuh ke genangan tak kasatmata di lantai. Langit-langit pen

  • Sisa Takdir   BAB 136

    Hening. Elian duduk di kegelapan yang begitu pekat hingga matanya tak lagi bisa membedakan apakah ia sedang terpejam atau tidak. Satu-satunya yang bisa ia dengar adalah suara napasnya sendiri, tersengal, terputus-putus, seakan tubuhnya menolak udara. Ia mencoba menenangkan dirinya, menarik napas perlahan melalui hidung, lalu menghembuskannya dengan lirih. Tapi setiap kali ia mencoba, rasa sakit dari dada dan pergelangan tangannya membuat napas itu terganggu. Tangannya masih terikat erat dan kasar. Sesekali ia merasakan cairan hangat merembes di pergelangan, mungkin darah. Tapi ia bahkan tak peduli. Entah sudah berapa lama sejak Azrael terakhir datang. Beberapa jam? Sehari? Elian tak tahu. Di tempat ini, waktu tidak berjalan seperti biasanya. Tidak ada siang, tidak ada malam. Hanya keabadian dalam kesakitan. Haruskah ia menghela napas lega karena Azrael belum kembali? Tidak. Justru sebaliknya. Ketidakhadiran Azrael adalah ta

  • Sisa Takdir   BAB 135

    Langkah kaki Ethan menggema cepat di lorong kediaman Silvercrest. Nafasnya pendek, tubuhnya tegang, dan matanya terus mencari satu sosok Caine. Elian menghilang. Ethan menolak mempercayai itu pada awalnya, tapi kenyataannya terlalu jelas. Tidak ada tanda perlawanan, tidak ada suara, tidak ada jejak kaki menuju keluar. Ini bukan pelarian. Ini penculikan yang rapi terencana. Ia sampai di depan kamar Caine dan mengetuk keras. “Caine! Cepat buka! Ini penting!” Butuh beberapa detik sebelum pintu dibuka. Caine muncul dengan mata sedikit sembab, rambut acak-acakan. “Ethan? Ada apa?” Suara Ethan gemetar. “Elian... dia menghilang.” Caine langsung membeku. Seolah tubuhnya tersambar petir. “Apa maksudmu menghilang?” “Kamarnya kosong. Jendela terbuka. Ada sihir, tapi sangat halus. Seseorang membawanya... dan dia tidak melawan. Sepertinya tidak sadarkan diri.” Tatapan Caine kosong, wajahnya seputih kertas. Lalu amara

  • Sisa Takdir   BAB 134

    Byurrr. Air dingin menghantam kepala Elian dan langsung menyusup ke seluruh tubuhnya. Aliran itu begitu tiba-tiba, menusuk kulit dan tulangnya seperti sembilu, membuat tubuhnya menggigil hebat. Elian terbatuk keras, nyaris tersedak oleh air yang mengucur deras ke wajah dan lehernya. Matanya terbuka dengan paksa, pandangannya buram oleh sisa air. Detik pertama, yang ia rasakan hanya pusing, tubuh yang berat, dan nyeri di setiap persendiannya. Pandangannya mulai fokus perlahan. Yang pertama ia lihat adalah… kegelapan. Dinding-dinding batu yang lembap mengelilinginya, retak-retak dan berlumut. Di atasnya, lampu kristal kecil menggantung redup, melemparkan cahaya kekuningan yang gemetar, seolah ragu untuk menyinari tempat ini. Udara di sekelilingnya dingin dan berbau apek perpaduan antara darah kering, logam, dan jamur tua. Ruangan ini… asing. Sunyi. Tak ada jendela, hanya tembok batu dan lantai yang dipenuhi goresan samar bekas lingkaran sihir yang telah m

  • Sisa Takdir   BAB 133

    Malam mulai merayap pelan, membawa serta udara dingin dan bayangan panjang di lorong-lorong kediaman Silvercrest. Lentera-lentera mulai dinyalakan, menyebarkan cahaya kekuningan yang temaram. Di antara pelayan yang lalu lalang, Ethan berjalan cepat, menyusuri koridor batu yang mulai sepi. Di tangannya ada nampan kecil berisi selembar catatan dari kepala keluarga Silvercrest. Hari ini Elian diharuskan hadir dalam makan malam keluarga. Dengan langkah ringan tapi hati-hati, Ethan sampai di depan pintu kamar tuannya. Ia mengetuk pelan, “Tuan muda, waktunya makan malam. Tuan Lucien ingin Anda hadir.” Ia sempat menunduk sebentar, mendengarkan. Biasanya, Elian menjawab walau hanya dengan dengusan pelan atau ucapan singkat dari balik pintu. Tapi kali ini… tidak ada. Dahi Ethan berkerut. Ia menempelkan telinga ke pintu, mencoba menangkap suara gerakan, desahan napas, apa pun. Tapi yang ia temukan hanyalah keheningan. Ia menunggu beberapa detik, lalu ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status