Tubuh Lana menegang ketika mendapat pesan dari Rudi. Pria itu menanyakan keberadaannya setelah tidak menemukan dirinya di kantor.“Ada apa?” desak Raka, matanya mencari jawaban dalam kegelisahan Lana. Seolah-olah pikirannya bisa menembus dinding-dinding rahasia yang dibangun oleh wanita itu.Lana menelan ludah, mencari alasan terbaik untuk menutupi ketegangan yang dirasakannya. “Nggak ada apa-apa. Cuma pesan dari Lia,” jawabnya dengan suara yang sedikit gemetar, berusaha menyembunyikan kebohongan yang terselip di balik kata-katanya.Mata Raka menyelidiki wajah Lana dengan penuh perhatian, mencoba membaca di balik setiap ekspresi yang terpancar di sana. Namun, Lana segera mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan ketegangannya. Dengan cepat, dia mematikan ponselnya dan menyimpannya
“Ada apa? Kenapa lihat aku kayak gitu?” tanya Raka sambil melirik ke arah Lana sekilas ketika mereka baru saja keluar dari rumah Rosa. Lana menggeleng sambil tersenyum. “Terima kasih ya sudah ajak aku ke sini.” “Kamu senang?” tanya Raka dengan lembut.Lana mengangguk, ekspresinya penuh dengan kebahagiaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. "Syukurlah kalau kamu senang," jawab Raka sambil membukakan pintu mobilnya, mempersilakan Lana masuk.Saat mereka berdua sudah duduk di dalam mobil, Lana tidak bisa menahan diri untuk tidak mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya. "Aku nggak nyangka kamu bisa sedekat ini sama pengasuhmu," ujar Lana dengan rasa ingin tahu yang menggelora.Raka tersenyum pahit, tangannya memegang kemudi dengan erat. Dia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Bahkan aku lebih dekat sama pengasuhku daripada dengan orang tuaku sendiri."Kata-kata Raka menggantung di udara, mengisi ruang di antara mereka dengan ketegangan yang semakin terasa kuat. Lana me
Lana baru saja selesai memasukkan ponselnya ke dalam tas ketika pintu ruangannya terbuka, dan langkah berat Rudi memecah keheningan.“Sudah mau pulang?” tanya Rudi, menyapa Lana dengan penuh kelembutan.Lana mengangguk, matanya hanya sekilas menatap suaminya. "Iya," jawabnya singkat, mencoba menyembunyikan kegelisahannya."Sudah makan malam?" tanya Rudi lagi, mencoba mencari peluang untuk menembus dinding ketidaknyamanan yang mulai terbentuk di antara mereka."Sudah. Tadi aku pesan makan," jawab Lana tanpa mengangkat pandangannya. "Sekarang aku mau langsung pulang."Rudi menggumamkan tawaran dengan nada lembut. "Aku antar, ya?"“Nggak perlu, Rud. Aku bawa mobil s
Tiga hari telah berlalu sejak Lana terakhir kali melihat Raka di gedung kantornya. Setiap pesan dan panggilannya tidak mendapat jawaban. Rasa cemas mulai menyelinap ke dalam hati Lana, mengganggu pikirannya setiap saat. Bagaimanapun, dia merasa bertanggung jawab atas keadaan Raka.Dia menggosok pelipisnya dengan gemas, mencoba mengusir rasa sakit yang menyeruak di kepalanya. Lana tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah yang menghantuinya. Biar bagaimana pun, dia yang telah menyeret Raka ke dalam kehidupannya, memberinya harapan tentang masa depan mereka bersama. Sekarang, ketidakpastian itu menyeruak ke dalam pikirannya dengan ganas.Lana duduk termangu di ruangannya, membiarkan lamunan menyelimuti dirinya. Suara ketukan di pintu mengganggu lamunannya. “Maaf, Bu. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Ibu,” ujar LiaLana bangkit dari kursinya dengan cepat, hatinya berdebar dengan harapan yang baru saja muncul. "Siapa, Lia?"“Pak Max Jonathan, Bu. Dari MJ Group,” jawab Lia, memperh
Setelah pertemuan dengan Max Jonathan, Lana merasa semakin tertekan. Kekhawatirannya terhadap Raka semakin memuncak, membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya.Hingga beberapa hari setelah pertemuan dengan Max Jonathan, Lana menerima kabar bahwa Raka bisa ditemui di rumahnya dan Max akan membantunya agar mereka bisa bertemu. Rumah mewah keluarga Rakasena terlihat begitu megah dengan halaman yang luas dan taman yang indah. Max, sebagai pemimpin MJ Group, memang memiliki pengaruh yang besar, dan itu sangat membantu dalam mengatur pertemuan krusial ini.Lana keluar dari mobil dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar-debar saat melihat pintu gerbang yang terbuka. Dia tahu bahwa di balik pintu itu, ada banyak hal yang menanti, termasuk pertemuan dengan Raka yang begitu dinanti-nantikan.Lana keluar dari mobil dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdebar-debar saat melihat pintu gerbang yang terbuka. Sesampainya di dalam rumah, dia disambut dan diantar oleh pelayan ke sa
Setelah momen yang penuh gairah di antara Lana dan Raka, suasana ruangan dipenuhi kehangatan dan keintiman. Raka tampak begitu bahagia, senyum merekah di wajahnya. Tubuhnya terasa segar, dan suasana setelah bercinta itu seakan menjadi pencerahan bagi pria itu.Lana, meskipun merasa kenikmatan dari momen tersebut, tetap memiliki beban pikiran yang mengganggu. Dengan penuh kehati-hatian, dia mencoba untuk mengulang pembicaraan yang sempat terhenti sebelumnya."Raka, sekarang kita perlu bicara tentang masalah yang sebenarnya," ujar Lana, berusaha memfokuskan kembali perhatian mereka pada hal-hal yang perlu dibicarakan.Namun, Raka tampaknya tidak mau membiarkan suasana menjadi serius. Dia mengelus rambut Lana dengan lembut sambil tersenyum manis. "Sebentar lagi ya, Sayang.”
Waktu berlalu, dan Raka akhirnya setuju untuk meneruskan bisnis keluarganya. Keputusan itu membuatnya semakin sibuk, dengan banyak tanggung jawab yang harus diemban. Hari-harinya dihabiskan di kantor atau dalam pertemuan bisnis, dan waktu yang bisa dia habiskan bersama Lana semakin berkurang.Mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk bertemu, biasanya hanya pada malam hari setelah mereka pulang dari kantor. Meskipun begitu, mereka berdua tetap berusaha menjaga hubungan mereka tetap kuat dan mesra.Di sisi lain, Rudi masih terus berusaha mendekatinya. Meskipun Lana masih belum tahu apa yang harus dia lakukan dengan perasaannya terhadap Rudi, dia memutuskan untuk menerima perlakuan suaminya dengan sewajarnya saja.Mereka berdua masih berkomunikasi secara sopan, tetapi Lana berusaha untuk tetap menjaga jarak yang
Lana tiba di rumah Rudi dengan hati yang berdebar. Pintu rumah terbuka, dan Rudi muncul di ambang pintu dengan senyuman cerah di wajahnya. Lana mencoba membalas senyum itu, meskipun rasa cemasnya masih terasa. “Ayo masuk, Na.” Rudi memberi jalan untuk Lana. Lana menghela napas dalam-dalam saat dia melangkah masuk ke dalam rumah, dia melihat dekorasi yang agak romantis di ruang makan, dengan lilin-lilin yang menyala lembut dan meja yang dihiasi dengan bunga-bunga segar. Rudi tersenyum lebar saat melihat Lana memasuki rumah, seolah yakin bahwa semuanya akan kembali seperti sediakala. “Aku senang akhirnya kamu pulang," sambut Rudi dengan senyum cerah, mencoba menyembunyikan kegembiraannya yang sebenarnya. Lana merasa gugup melihat ekspresi senang Rudi. Hatin