Karena tak ingin tampak tegang dan membuat Cindy malu, Roy berupaya untuk menyesuaikan diri. Tangan Roy digandeng hingga ke sebuah meja yang di sana terdapat kursi sofa, Roy pun ikut duduk di sana berbarengan wanita yang sejatinya merupakan atasannya di kantor itu.Cindy yang tahu Roy pasti tak pernah masuk ke dalam night club, maka dia yang mengambil peranan mulai dari membuka botol yang berisi minuman di atas meja hingga menuangkannya ke dalam gelas yang juga tersedia di atas meja itu.“Mari Roy, kita bersulang!” ajak Cindy, Roy pun mengangguk.Setelah mentos gelas yang telah berisi minuman mahal itu di tangan mereka, mereka pun meneguknya. Tentu saja Roy kembali merasa asing akan hal yang tak pernah ia lakukan termasuk meminum minuman botol yang dituangkan Cindy ke dalam gelas di tangannya itu, di samping rasanya baru kali pertama ia rasakan minuman itu juga mengandung alkohol meskipun dalam kadar rendah.“Cukup Tante, jangan tambah lagi!” pinta Roy ketika Cindy untuk kesekian kali
Ruangan kamar VIP yang dipesan Cindy memang luas dan tentu saja mewah kesannya, jangankan untuk dua orang untuk 3 pasangan sekaliguspun kamar itu masih memadai.Masalahnya di sini Roy tak menyangka jika Cindy hanya memesan satu kamar saja di hotel mewah itu, sementara Roy tentu saja merasa tak karuan dan tak tahu harus berkata maupun bertanya apa pada atasannya di kantor perusahaan itu.Dengan sungkan Roy yang diajak masuk ke kamar itu oleh Cindy mengekor di belakang, karena tak tahu harus bersikap apa Roy pun hanya mengitari pandangannya ke seluruh ruangan kamar yang ia masuki itu.Melihat sikapnya Roy bukan saja baru pertama kali masuk ke kamar hotel mewah, melainkan juga merasa risih berduaan dengan Cindy di kamar itu.“Sini Roy! Loh, kok malah bengong?” ajak Cindy duduk di kursi sofa yang juga tersedia di dalam kamar itu berjarak sekitar 4 meter dari ranjang dan bertaut dengan dinding.“I.. Iya Tante,” Roy tergagap lalu menghampiri Cindy yang lebih dulu duduk di sofa itu.“Kamar i
Jika awalnya Cindy yang nampak agresif, namun saat ini diambil alih oleh Roy hingga membuat CEO cantik perusahaan itu merasa melayang akan gerakan-gerakan yang dilakukan Roy terhadap seluruh bagian tubuhnya terutama di area sensitif.Gerakan-gerakan yang dilakukan Roy makin intens hingga Cindy tak mampu membendung sesuatu hal yang dahsyat ingin ke luar dari dalam tubuhnya, tubuh Cindy mengejang beberapa detik lalu terkulai lemas diiringi lenguhan birahi mengapai titik klimaks percintaan di ranjang.Roy yang mengetahui hal itu segera hentikan gerakan-gerakan liarnya, ia seperti sengaja agar Cindy menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja ia raih. Setelah dirasa keadaan tubuh Cindy normal kembali dengan berpedoman tarikan napasnya yang sudah teratur, Roy kembali melakukan gerakan-gerakan liarnya.Awalnya Roy memaju mundurkan tubuhnya perlahan-lahan, namun semakin lama semakin cepat hingga kembali Cindy merasakan tubuhnya bak terbang ke langit yang ketujuh. Cindy tak mampu lagi menah
Cindy bukannya ikut kaget ketika Roy mengatakan jika saat itu jam telah menunjukan pukul 9 pagi, ia malah sunggingkan senyum.“Loh, kenapa Tante malah tersenyum?” tanya Roy penasaran.“Hemmm, aku tahu hari ini hari kerja dan semestinya masuk kantor tapi nggak perlu kamu pikirin itu semua kan yang punya kantor dan perusahaan itu aku. Kamu lupa ya, Roy?” jawab Cindy dengan santainya dan kembali diiringi senyumnya.“Nggak lupa kok Tante, tapi gimana dengan para karyawan di sana melihat aku juga nggak masuk kantor hari ini?” Roy menjelaskan kekuatirannya.“Gampang, nanti aku hubungi Tari memberi tahunya kalau kita ada kegiatan dan urusan di luar kota. Kamu kan asisten pribadiku jadi udah sepatutnya pula ikut jika memang ada urusan penting di luar kantor,” tutur Cindy.“Dengan memberi tahu Mbak Tari seperti itu apa nanti nggak ada karyawan yang merasa gimana dan bertanya-tanya tentang aku yang nggak ikut masuk kerja hari ini, Tante?” Roy kembali bertanya ingin memastikan jika tidak masukny
“Maaf Pak, numpang tanya apa benar alamat ini berada di kawasan perumahan ini?” tanya Roy pada Satpam sambil menunjukan pesan WA di ponselnya yang diberikan Ronal sahabatnya itu.“Ya benar, dan kebetulan rumah yang ada di alamat itu rumah yang aku jaga sekarang. Kamu dari mana? Dan ingin bertemu dengan siapa?” jawab Satpam itu balik bertanya.Roy tak langsung menjawab, tiba-tiba saja hadir keraguan di hati pasalnya rumah yang dijaga Satpam itu sangat besar dan mewah tak seperti kos-kosan.“Aku dari desa Pak, aku ke sini ingin bertemu dengan Ronal. Apakah dia tinggal di rumah ini?”Sekarang giliran Satpam itu yang terlihat bingung akan pertanyaan yang dilontarkan Roy.“Ronal? Tidak ada yang bernama Ronal di rumah ini, mungkin temanmu itu salah memberikan alamat.”Terdengar tarikan napas yang berat dari Roy, apa yang membuatnya tadi ragu bertanya ternyata benar adanya.“Mungkin juga Pak, akupun saat turun dari taksi tadi juga ragu jika alamat yang diberikan sahabatku itu berada di kawas
“Aku pemilik rumah ini, Kamu tamatan apa?”“SMA Bu.”Angel nampak terkejut mendengar jawaban dari Roy.“Nekad sekali dia, hanya berijasah SMA datang ke Jakarta mencari pekerjaan. Tapi aku lihat dia orangnya polos dan jujur, mungkin temannya itu memang sengaja memberikan alamat yang salah hingga Roy menyasar ke rumah ini. Kasihan, tapi tentu saja aku nggak bisa menerimanya bekerja di kantor sebagai Office Boy untuk saat ini. Apa dia mau aku pekerjakan di rumah ini merawat taman untuk sementara waktu?” gumam Angel dalam hati, di samping merasa kasihan ia juga melihat sosok Roy pria yang polos dan jujur.Angel kemudian bertanya kembali.“Lalu sekarang kamu akan mencari temanmu itu ke mana?”Roy menarik napas dalam-dalam, rasa kesal dan sedih di hatinya bertambah dengan sebuah kekecewaan.“Entahlah Tante, aku juga bingung harus mencarinya ke mana. Sementara ponselnya tidak aktif sejak aku tiba di kota ini.”Untuk beberapa saat lamanya Angel memperhatikan Roy dari ujung kaki hingga ujung k
“Ya sudah, aku nggak akan bertanya masalah gaji lagi. Nanti aku akan memberimu berupa uang jajan saja ya? Dan itu nggak akan aku pastikan setiap akhir bulan, kapan aku mau memberimu dan berapapun jumlahnya kamu nggak boleh menolaknya,” tutur Angel.Roy tersenyum lalu menganggukan kepalanya.“Iya Tante, terima kasih. Kapan aku mulai bekerja?”Angel kembali tersenyum, baru kali ini ia melihat kepolosan yang benar-benar nyata dari sosok pria muda di jaman yang modern terlebih di Ibu Kota itu.“Hemmm, sabar. Kamu nyantai aja dulu di rumah ini, sebaiknya sekarang kamu masukan dulu barang-barang bawaanmu itu ke dalam kamar yang dulu juga di tempati pekerja taman di rumah ini.”“Bi Surti..” panggil Angel.“Ya Nyonya,” terdengar sautan dari ruang belakang diiringi datangnya seorang wanita yang tadi mengantarkan minuman untuk Roy.“Antarkan Mas Roy ini ke kamar yang dulu ditempati Pak Yana, dia aku pekerjakan menggantikan Pak Yana untuk mengurus taman di depan rumah.”Wanita berusia 40 tahunan
“Nah, itu yang aku nggak tahu. Sementara sahabatnya itu nggak pernah datang bertamu ke rumah ini kata Pak Rudi, tapi aku nggak heran zaman sekarang apa saja bisa terjadi. Paling sahabatnya itu asal tulis alamat saja dan kebetulan pula tertulis alamat rumah ini,” jelas Angel yang mengganggap hal itu wajar terjadi dan sebuah kebetulan saja.“Aku juga melihat sosok Mas Roy baik orangnya dan tidak ada yang musti diwaspadai maupun dikuatirkan darinya meskipun kita baru mengenalnya,” ujar Bi Surti.“Ya, meskipun kita dituntut untuk tidak terlalu percaya pada orang yang baru dikenal, terlebih di kota besar seperti Jakarta ini. Namun kita juga bisa menilai mana sosok yang benar-benar bisa dipercaya, mana yang hanya berpura-pura baik saja. Suruh Roy sarapan dulu gih, Bi!” Angel meminta Bi Surti menemui Roy di perkarangan belakang dan menyuruhnya untuk sarapan dulu.“Baik Nyonya.”Tak terasa sudah seminggu pula Roy berada di rumah Angel sebagai pekerja taman, meskipun ditugaskan hanya untuk mer
“Hemmm, kan emang perjanjiannya sejak awal begitu.” ulas Alice.“Perjanjian apa? Aku merasa nggak pernah buat perjanjian soal honor berkaitan dengan menemani kamu jalan,” ujar Roy heran.“Aku dan Pak Ardi yang berjanji, jika nanti kamu mau menemaniku jalan ke kawasan wisata pulau ini aku akan memberi honor.” Jelas Alice.“Wah, serius aku nggak tahu jika kamu dan Bang Ardi berjanji begitu. Aku bersedia menemani kamu jalan karena Bang Ardi yang meminta, aku akan bilang sama Bang Ardi nanti agar uang yang kamu berikan itu diserahkan lagi sama kamu.” Ujar Roy yang memang tak pernah berharap honor sepesepun atas kesediaannya menemani Alice.“Nggak Roy, aku harap kamu mau menerimanya karena aku udah terlanjur berjanji sama Pak Ardi dan mohon jangan kamu menolak atau meminta Pak Ardi untuk mengembalikannya sama aku. Anggap aja itu sebagai ucapan terima kasihku atas kesediaanmu menemani selama aku di sini,” pinta Alice.Roy tak dapat berkata apa-apa lagi atau kembali menolak, dia tak ingin me
Sepeninggalnya Alice kembali ke hotel tempat ia menginap, Puspa pun menghubungi Roy melalui ponselnya.“Hallo Bu Puspa,” sapa Roy setelah mengangkat panggilan di ponselnya.“Hallo juga Mas, masih di lapangankan?” tanya Puspa.“Iya, kan waktu istirahat siang belum masuk. Emang ada apa Bu?” jawab Roy balik bertanya.“Barusan ada bule datang menemuiku, namanya Alice. Mas Roy kenalkan?” tanya Puspa.“Ya, dia menginap di hotel tempat Bang Ardi kerja.” jawab Roy, dalam hatinya mulai merasa tak enak dan terkejut mendengar jika Alice mendatangi kantor menemui Puspa.“Dia minta Mas menemuinya karena ada hal penting yang akan disampaikannya, Mas bersediakan?” jelas Puspa sembari meminta kesediaan Roy.“Iya Bu, nanti jam istirahat siang aku akan menemui.” Karena yang meminta itu Puspa dan berkaitan dengan urusan kantor maka dengan berat hati Roy bersedia.“Oke deh kalau begitu, silahkan Mas Roy lanjutkan kerjaannya.” Ulas Puspa.“Iya Bu, terima kasih.” Ucap Roy, lalu percakapan mereka melalui sa
Di sebuah meja makan malam itu di Qatar, Pak Husein dan Bu Astrid bercakap-cakap sembari menikmati makan malam mereka.“Bagaimana cara kita menyampaikan perihal Viola yang menolak dijodohkan dengan Rehan pada kedua orang tuanya, Pi?” tanya Bu Astrid.“Itulah yang membuatku pusing karena mereka terlalu berharap perjodohan itu akan terlaksana,” jawab Pak Husein dengan raut wajah yang risau.“Tapi kita nggak boleh diam aja, apapun itu harus kita beri tahu mereka agar nanti masalahnya nggak semakin rumit,” Bu Astrid menyarankan.“Ya, aku cari waktu yang tepat untuk menyampaikannya pada mereka.” ulas Pak Husein tak bersemangat.“Papa dan Mama sepertinya memang nggak ingin Viola berpisah dengan mereka makanya mereka ngotot membela penolakan Viola yang akan kita jodohkan dengan Rehan,” ujar Bu Astrid.“Aku sampai nggak kepikiran jika Papa dan Mama akan menyangkut pautkan dengan masa lalu kita hingga kita nggak berkutik dibuatnya, tapi aku tetap nggak akan setuju jika Viola memilih Roy untuk
“Ada yang perlu aku bantu Non Alice?” tanya Ardi saat bule cantik berambut pirang itu menghampirinya di ruangan manajer hotel itu.“Sepertinya Roy marah sama aku, beberapa kali aku telpon nggak diangkatnya,” jawab Alice.“Loh, emangnya ada masalah apa sampai Roy nggak mau mengangkat telpon dari Non?” tanya Ardi lagi.“Mungkin karena kejadian malam itu,” ulas Alice merasa ragu untuk menjelaskan lebih rinci.“Kejadian? Kejadian apa?” Ardi penasaran.“Malam itu aku ngajak Roy jalan dan pulang ke hotel ini lewat dari jam 11 malam, sebelum kembali ke sini kami singgah dulu di night club dan karena cukup banyak minum membuat kami setengah mabuk. Saat itulah setiba di kamar kami hampir saja berhubungan badan, Roy kemudian pergi dengan raut wajah kesal karena aku memang aku yang memancingnya untuk melakukan hubungan badan itu.” jelas Alice.“Wah, kok sampai kamu kepikiran untuk melakukan hubungan badan dengannya?” Ardi terkejut.“Aku juga nggak tahu kenapa setiap kali aku jalan dengan Roy, ak
“Husein...!” Opa yang sejak tadi hanya diam mendengar tiba-tiba membentak.Pak Husein seketika itu juga terkejut, ia tak menyangka jika Opa akan membentaknya setelah berbicara lantang pada Viola, ia hanya berani menatap Opa sejenak lalu alihkan pandangan pada Bu Astrid.“Apa kamu lupa dulu sewaktu kedua orang tuamu menjodohkan kamu dengan wanita di Qatar sana? Kamu juga menolak dan bersikeras untuk memilih Astrid jadi istrimu. Waktu itu Astrid baru saja menyelesaikan kuliahnya dan hanya bekerja membantuku mengelola sebuah hotel,” sambung Opa, Pak Husein dan Bu Astrid hanya diam.“Kedua orang tuamu nggak merestui hubungan kalian dan tetap bersikeras pula agar kamu menikah dengan wanita pilihan mereka yang memiliki beberapa perusahaan itu, mereka sempat pula meremehkan Astrid dan juga kami dan hal itu membuat aku sangat tersinggung hingga tak menyetujui pula Astrid menjalin hubungan denganmu. Namun kamu tetap bersikukuh untuk menyakinkan kedua orang tuamu itu termasuk kami dan akhirnya
“Iya Pi, besok kita udah harus kembali ke Qatar. Tapi apa nggak sebaiknya kita tunggu Viola pulang dari kantor agar pembicaraan kita nantinya lebih jelas arahnya dan kita juga bisa langsung mengetahui tanggapan dari Viola?” ujar Bu Astrid.“Ya kita tunggu Viola pulang dari kantor dulu baru kita bicara sama Papa dan Mama, menurut Mami apakah Viola nggak akan menolak jika kita jodohkan dengan Rehan?” ulas Pak Husein yang ternyata tak sepenuhnya yakin jika putrinya itu bersedia dijodohkan dengan Rehan.“Kita dengar saja nanti bagaimana tanggapan Viola ketika kita menyampaikan keinginan kita itu di hadapan Papa dan Mama,” ujar Bu Astrid.“Ini adalah kesempatan baik karena Hamid bilang Rehan sendiri yang berkeinginan untuk dijodohkan dengan Viola, dulunya dia nggak merespon saat Hamid mengusulkan perjodohan itu,” tutur Pak Husein.“Oh, jadi dulunya Papi dan Bang Hamid udah pernah bicara soal keinginan menjodohkan Viola dengan Rehan? Kok aku nggak dikasih tahu?” ujar Bu Astrid terkejut.“Iy
“Sebaiknya mulai saat ini aku nggak lagi menerima ajakan Alice, jangankan menemaninya jalan bertemu pun kalau bisa jangan sampai terjadi lagi.” gumam Roy yang membuat keputusan tidak akan jalan bahkan bertemu dengan bule cantik berambut pirang itu.Sementara siang itu setelah Viola dan kedua orang tuanya mengantar Rehan sekeluarga ke bandara untuk kembali ke Qatar lebih dulu, Viola yang tiba di rumah pamit pada Papi dan Maminya untuk ke kantor karena sudah dua hari ini ia tidak masuk demi menghormati Rehan dan kedua orang tuanya.“Loh, kan sekarang udah siang dan sebentar lagi waktunya istirahat kerja. Apa nggak sebaiknya besok pagi aja kamu ke kantornya?” ujar Bu Astrid.“Udah dua hari aku nggak masuk Mi, aku rasa di kantor udah banyak kerjaan yang menumpuk yang musti aku tangani.” Tutur Viola.“Oh ya udah kalau gitu, berangkatlah tapi hati-hati di jalan nggak usah terburu-buru!” ujar Bu Astrid, Viola menggangguk dan setelah mencium tangan kedua orang tuanya itu, Viola pun menuju ke
Makanya sampai saat ini sosok Viola sangat berarti dalam hidupnya, CEO muda berparas sangat cantik itu juga mampu menghadirkan rasa cinta di hatinya yang selama ini seakan mati rasa dan tak pernah percaya akan cinta dari seorang wanita.Dalam lamunannya itu juga hadir sosok Rehan yang saat ini tentu masih bersama kekasihnya itu, hal itu membuat ia tiba-tiba saja terlihat cemberut karena siapapun prianya pasti tidak akan rela jika ada pria lain yang saat ini sedang mendekati kekasihnya terlebih pria itu menjadi pilihan kedua orang tua kekasihnya untuk mereka jodohkan.“Roy, kamu kenapa diam aja?” tanya Alice membuat Roy tersentak dari lamunannya.“Oh, nggak kenapa-kenapa kok,” jawab Roy.“Kalau kamu udah mulai bosan di sini, yuk kita jalan lagi!” ajak Alice.“Oke, yuk.” Ulas Roy yang tak ingin kembali mengingat masalah Rehan yang sekarang bersama Viola di rumah Opa.Beberapa menit berkeliling di seputar kawasan tempat wisata malam hari di Pulau Bali itu, Alice kembali mengajak Roy ke n
“Hemmm, mungkin itu karena kamu emang baru pertama kali ke sini makanya begitu.” ulas Roy.“Emang setiap orang yang baru pertama kali berkunjung ke sini akan merasakan hal yang sama ya, seperti hal aku merasa betah dan ingin di sini lebih lama lagi?” tanya Alice.“Ya nggak tahu sih, aku hanya nebak aja. Tapi emang kebanyakan dari para pengunjung yang baru datang ke sini akan merasa betah dan ingin kembali ke sini lagi,” jawab Roy.Setelah makan malam Roy dan Alice memang ke luar dari dalam restoran itu, akan tetapi Alice masih ingin menikmati panorama laut dari atas perbukitan itu, makanya mereka memutuskan untuk tetap berada di sana yang kali ini mereka duduk lebih dekat ke tebing bukit di mana di sana juga tersedia tempat duduk untuk bersantai.Alice benar-benar takjub akan pemandangan pantai di kala malam dilihat dari atas perbukitan itu, meskipun malam bukan berarti tak dapat memandang lepas ke tengah lautan, di sana banyak sekali terlihat pancaran lampu dari kapal kecil dan perah