Bab 66Brian menatap ponselnya dengan penuh kekhawatiran setelah melihat deretan panggilan tak terjawab dan pesan dari Kinanti. Dengan cepat, ia menghubungi salah satu anak buahnya yang bertugas mengawasi keamanan di rumah mereka, setelah panggilan pertamanya tidak dijawab oleh Kinanti."Bagaimana keadaan Kinanti?" tanya Brian, suaranya penuh tekanan.Di ujung telepon, salah satu anak buahnya menjawab dengan nada gugup, "Tuan Brian, maafkan kami. Kinanti sangat marah pada kami. Kami tidak bisa mengizinkannya keluar karena Anda tidak memberikan perintah. Dia sudah mencoba menghubungi Anda berkali-kali."Brian menghela napas panjang, merasa bersalah atas kelalaiannya. "Di mana dia sekarang?"Anak buah itu menjawab, "Nyonya Kinanti sedang berada di ruang tamu, tampaknya frustasi dan sangat kesal. Kami sudah mencoba menenangkannya, tapi sepertinya dia sangat ingin pergi menemui Sarah."Brian mengangguk, merasa sedikit lega mendengar bahwa Kinanti dalam keadaan baik-baik saja. "Baiklah, pa
Bab 67Kecewa yang MendalamMalam itu, Brian akhirnya tiba di rumah setelah hari yang panjang dan melelahkan. Pikiran tentang Kinanti terus menghantui kepalanya. Ia merasa bersalah karena telah mengabaikan keinginannya untuk bertemu Sarah, dan lebih dari itu, ia merasa bersalah karena tidak memberinya perhatian yang cukup. Brian menghela napas berat saat ia berjalan ke kamar tidur mereka.Saat ia membuka pintu kamar, Brian melihat Kinanti sudah tertidur pulas di atas ranjang. Wajahnya terlihat tenang, namun ada bayangan kecemasan yang jelas tergambar di wajahnya. Brian mendekat, mencoba menyentuh pipinya dengan lembut, namun segera menarik tangannya kembali, takut mengganggu tidurnya.Brian duduk di tepi ranjang, menatap Kinanti dengan perasaan bersalah yang semakin dalam. Ia tahu bahwa dia telah mengecewakannya. Tanpa banyak bicara, Brian mengambil bunga dan kalung yang sudah disiapkan oleh Marco dari tasnya, meletakkannya di atas meja samping tempat tidur. Setelah itu, ia merebahkan
Bab 68 Air Mata yang Tak TerbendungKinanti duduk di tepi ranjang, menggigit bibirnya untuk menahan tangis. Matanya menatap kosong ke arah jendela, tetapi pikirannya penuh dengan bayangan Sarah. Bayangan sahabatnya yang terluka, membutuhkan dukungan, namun tidak ada sosok Kinanti di sampingnya. Rasanya seperti ada beban berat yang menekan dadanya, membuatnya sulit bernapas.Air mata yang sejak tadi ia tahan, akhirnya mengalir tanpa henti. Kinanti terisak, merasa kecewa dan marah terutama pada dirinya sendiri. Ia menyalahkan dirinya karena membiarkan Brian mengatur segalanya, hingga membuatnya tidak bisa ada untuk Sarah di saat-saat yang paling penting. "Sarah, maafkan aku...," gumamnya lirih di antara isak tangis.Di luar kamar, Brian berdiri dengan gelisah. Suara tangisan Kinanti yang terdengar samar dari balik pintu membuat hatinya terasa remuk. Ia tahu, kali ini, ia telah melukai hati wanita yang paling ia cintai. Ia tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya, tetapi ia tahu ia haru
Bab 68Rahasia yang TersembunyiKinanti duduk di sofa ruang tamu, tangannya menggenggam erat tangan sahabatnya. Wajah Sarah tampak muram, dan matanya yang sembab menunjukkan betapa berat beban yang ia rasakan. Sementara itu, Brian berdiri tidak jauh dari mereka, menyandarkan tubuhnya di dinding, dengan ekspresi tegang yang berusaha ia sembunyikan."Sarah, tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang menyebabkan kak Reymond meninggal?" desak Kinanti dengan lembut, namun tegas. Sarah menunduk, matanya bergetar dan tangannya mulai gemetar. "Kinanti, ini terlalu berat untukku. Aku tidak tahu harus mulai dari mana," jawab Sarah dengan suara bergetar. Kinanti memegang kedua bahu Sarah, menatapnya dalam-dalam. "Aku ada di sini untukmu, Sarah. Tolong, jangan pendam sendiri. Aku bisa membantu, tapi aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."Sarah terdiam, bibirnya bergerak seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, namun ia kembali diam. Matanya sesekali melirik ke arah Brian yang mas
Di Balik Wajah yang TerlindungKinanti duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke arah dinding kamar yang sepi. Hatinya bergemuruh dengan perasaan yang sulit ia jelaskan. Pikirannya kembali pada Sarah, sahabatnya, yang baru saja meninggalkan rumah mereka dengan wajah yang penuh kesedihan. Kinanti tak bisa mengusir bayangan itu dari benaknya. Ada sesuatu yang Sarah sembunyikan darinya, sesuatu yang berkaitan dengan kematian kakaknya, Reymond. Rasa curiga itu kian menguat, apalagi setelah Sarah menolak untuk berbicara dan terus menghindari pertanyaannya.Kinanti merasa perlu mencari jawaban, bahkan jika itu berarti ia harus menghadapi kenyataan pahit tentang suaminya, Brian.Brian melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Melihat Kinanti yang duduk dengan wajah tegang membuatnya khawatir. Ia sudah melakukan segalanya untuk memastikan pengobatan Reymond berjalan dengan baik. Namun, curiga yang dilontarkan Kinanti kepadanya tadi membuat hatinya hancur. Ia merasa diperlakukan tidak
Bab 71Mencari Kebenaran yang TersembunyiMarco bergegas keluar dari kantor Brian dengan tekad kuat. Langkahnya terasa berat saat ia memikirkan apa yang mungkin akan ia temukan. Kematian Reymond telah menimbulkan banyak tanda tanya, dan kini ia harus mencari jawaban yang selama ini tersembunyi. Hatinya dipenuhi kekhawatiran, terutama setelah mengetahui bahwa Sarah, adik Reymond, seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar dari sekadar duka kehilangan kakaknya.Marco segera menuju tempat rehabilitasi tempat Reymond terakhir kali dirawat sebelum meninggal. Sesampainya di sana, ia langsung menemui salah satu petugas yang dulu bertanggung jawab atas perawatan Reymond."Apa benar Sarah pernah dibawa pergi dari sini dengan paksa?" tanya Marco tanpa basa-basi.Petugas itu terlihat gugup, matanya gelisah, seolah menimbang apakah harus berbicara atau tidak. "Iya, benar... Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa, Pak. Orang yang membawa Sarah bilang bahwa itu atas perintah Tuan Brian."Marco mengern
Bab 72Menguak Tabir Kegelapan"Nanti dulu Kinanti, aku bicara dengan Marco dulu." Brian berdiri dan mengajak Marco ke ruang kerjanya, tapi Kinanti yang penasaran justru menguping dari luar pintu ruangan tanpa sepengetahuan Brian dan Marco. Yang mana kala itu Brian duduk di ruang kerjanya dengan tatapan penuh amarah yang tak dapat disembunyikan. Marco berdiri di hadapannya, menatap sahabatnya yang sedang bergumul dengan rasa marah dan bingung. Di tangannya, Brian memegang sebuah USB yang berisi rekaman CCTV yang berhasil Marco temukan. Rekaman itu adalah bukti nyata tentang pembunuhan Reymond dan kejahatan yang dilakukan pada Sarah.“Ini semua sudah keterlaluan,” Brian akhirnya berbicara dengan suara pelan tapi sarat dengan kemarahan yang tertahan. “Bagaimana mungkin seseorang menggunakan namaku untuk melakukan hal seperti ini?”Marco mengangguk. “Aku juga tidak percaya ketika pertama kali melihatnya, Brian. Tapi kita harus bertindak cepat. Jika ini sampai tersebar, bukan hanya namam
Bab 73Keputusan Berat di Tengah PenderitaanKinanti duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap kosong ke arah jendela kamar rumah pribadi Brian yang menghadap ke laut biru di luar negeri. Tetesan air mata mengalir tanpa henti di pipinya. Keputusan Brian untuk membawa dirinya ke luar negeri begitu mendadak, dan meskipun dia tahu itu demi kebaikan bayinya, hatinya tetap terasa hancur. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang Sarah, sahabatnya yang entah bagaimana nasibnya sekarang.Brian melangkah masuk ke kamar, membawa segelas air putih untuk istrinya. "Kinanti, kau harus banyak istirahat. Ini semua demi kebaikanmu dan bayi kita," katanya dengan suara lembut, tapi nada tegas tetap terasa di dalamnya.Kinanti menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Brian, aku mengerti apa yang kau lakukan. Tapi... setidaknya izinkan aku untuk terakhir kalinya bertemu dengan Sarah. Aku harus katakan padanya bahwa aku pergi dan tidak bisa menemaninya. Aku... aku tidak bisa meninggalkannya begitu sa