Bab 68Rahasia yang TersembunyiKinanti duduk di sofa ruang tamu, tangannya menggenggam erat tangan sahabatnya. Wajah Sarah tampak muram, dan matanya yang sembab menunjukkan betapa berat beban yang ia rasakan. Sementara itu, Brian berdiri tidak jauh dari mereka, menyandarkan tubuhnya di dinding, dengan ekspresi tegang yang berusaha ia sembunyikan."Sarah, tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang menyebabkan kak Reymond meninggal?" desak Kinanti dengan lembut, namun tegas. Sarah menunduk, matanya bergetar dan tangannya mulai gemetar. "Kinanti, ini terlalu berat untukku. Aku tidak tahu harus mulai dari mana," jawab Sarah dengan suara bergetar. Kinanti memegang kedua bahu Sarah, menatapnya dalam-dalam. "Aku ada di sini untukmu, Sarah. Tolong, jangan pendam sendiri. Aku bisa membantu, tapi aku harus tahu apa yang sebenarnya terjadi."Sarah terdiam, bibirnya bergerak seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, namun ia kembali diam. Matanya sesekali melirik ke arah Brian yang mas
Di Balik Wajah yang TerlindungKinanti duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong ke arah dinding kamar yang sepi. Hatinya bergemuruh dengan perasaan yang sulit ia jelaskan. Pikirannya kembali pada Sarah, sahabatnya, yang baru saja meninggalkan rumah mereka dengan wajah yang penuh kesedihan. Kinanti tak bisa mengusir bayangan itu dari benaknya. Ada sesuatu yang Sarah sembunyikan darinya, sesuatu yang berkaitan dengan kematian kakaknya, Reymond. Rasa curiga itu kian menguat, apalagi setelah Sarah menolak untuk berbicara dan terus menghindari pertanyaannya.Kinanti merasa perlu mencari jawaban, bahkan jika itu berarti ia harus menghadapi kenyataan pahit tentang suaminya, Brian.Brian melangkah masuk ke kamar dengan langkah berat. Melihat Kinanti yang duduk dengan wajah tegang membuatnya khawatir. Ia sudah melakukan segalanya untuk memastikan pengobatan Reymond berjalan dengan baik. Namun, curiga yang dilontarkan Kinanti kepadanya tadi membuat hatinya hancur. Ia merasa diperlakukan tidak
Bab 71Mencari Kebenaran yang TersembunyiMarco bergegas keluar dari kantor Brian dengan tekad kuat. Langkahnya terasa berat saat ia memikirkan apa yang mungkin akan ia temukan. Kematian Reymond telah menimbulkan banyak tanda tanya, dan kini ia harus mencari jawaban yang selama ini tersembunyi. Hatinya dipenuhi kekhawatiran, terutama setelah mengetahui bahwa Sarah, adik Reymond, seolah menyimpan sesuatu yang lebih besar dari sekadar duka kehilangan kakaknya.Marco segera menuju tempat rehabilitasi tempat Reymond terakhir kali dirawat sebelum meninggal. Sesampainya di sana, ia langsung menemui salah satu petugas yang dulu bertanggung jawab atas perawatan Reymond."Apa benar Sarah pernah dibawa pergi dari sini dengan paksa?" tanya Marco tanpa basa-basi.Petugas itu terlihat gugup, matanya gelisah, seolah menimbang apakah harus berbicara atau tidak. "Iya, benar... Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa, Pak. Orang yang membawa Sarah bilang bahwa itu atas perintah Tuan Brian."Marco mengern
Bab 72Menguak Tabir Kegelapan"Nanti dulu Kinanti, aku bicara dengan Marco dulu." Brian berdiri dan mengajak Marco ke ruang kerjanya, tapi Kinanti yang penasaran justru menguping dari luar pintu ruangan tanpa sepengetahuan Brian dan Marco. Yang mana kala itu Brian duduk di ruang kerjanya dengan tatapan penuh amarah yang tak dapat disembunyikan. Marco berdiri di hadapannya, menatap sahabatnya yang sedang bergumul dengan rasa marah dan bingung. Di tangannya, Brian memegang sebuah USB yang berisi rekaman CCTV yang berhasil Marco temukan. Rekaman itu adalah bukti nyata tentang pembunuhan Reymond dan kejahatan yang dilakukan pada Sarah.“Ini semua sudah keterlaluan,” Brian akhirnya berbicara dengan suara pelan tapi sarat dengan kemarahan yang tertahan. “Bagaimana mungkin seseorang menggunakan namaku untuk melakukan hal seperti ini?”Marco mengangguk. “Aku juga tidak percaya ketika pertama kali melihatnya, Brian. Tapi kita harus bertindak cepat. Jika ini sampai tersebar, bukan hanya namam
Bab 73Keputusan Berat di Tengah PenderitaanKinanti duduk di tepi tempat tidur, matanya menatap kosong ke arah jendela kamar rumah pribadi Brian yang menghadap ke laut biru di luar negeri. Tetesan air mata mengalir tanpa henti di pipinya. Keputusan Brian untuk membawa dirinya ke luar negeri begitu mendadak, dan meskipun dia tahu itu demi kebaikan bayinya, hatinya tetap terasa hancur. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang Sarah, sahabatnya yang entah bagaimana nasibnya sekarang.Brian melangkah masuk ke kamar, membawa segelas air putih untuk istrinya. "Kinanti, kau harus banyak istirahat. Ini semua demi kebaikanmu dan bayi kita," katanya dengan suara lembut, tapi nada tegas tetap terasa di dalamnya.Kinanti menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Brian, aku mengerti apa yang kau lakukan. Tapi... setidaknya izinkan aku untuk terakhir kalinya bertemu dengan Sarah. Aku harus katakan padanya bahwa aku pergi dan tidak bisa menemaninya. Aku... aku tidak bisa meninggalkannya begitu sa
Bab 74Rahasia Gelap di Balik PenderitaanMalam itu, Kinanti terbangun dari tidurnya dengan perasaan gelisah. Meski Brian berusaha menenangkannya dengan segala cara, bayangan tentang nasib Sarah terus menghantui pikirannya. Ia merasa ada sesuatu yang salah, sesuatu yang lebih dari sekadar kehilangan kontak dengan sahabatnya.Brian yang tengah duduk di kursi dekat jendela, menatap Kinanti dengan cemas. Dia tahu bahwa istrinya sedang menghadapi tekanan besar. "Kinanti, apa yang terjadi? Kau terlihat sangat terganggu," tanya Brian lembut, berusaha membuka percakapan.Kinanti menggeleng pelan, menundukkan kepala. "Aku hanya... aku merasa ada sesuatu yang buruk terjadi, Brian. Aku tidak bisa berhenti memikirkan Sarah. Mengapa sampai sekarang kita belum mendengar kabar darinya?"Brian menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya sendiri sebelum menjawab. "Marco sedang bekerja keras mencari Sarah, sayang. Dia sangat bisa diandalkan. Aku yakin, cepat atau lambat, dia akan menemukan ses
Bab 75 Pencarian Sarah Malam mulai larut ketika Brian duduk di ruang kerjanya, merenungkan langkah berikutnya. Pikirannya penuh dengan kecemasan setelah mendengar kabar dari Marco mengenai nasib Sarah yang lebih buruk dari yang bisa ia bayangkan. Dia masih terngiang akan pesan terakhir dari Marco, tentang kebenaran mengerikan yang baru saja mereka temukan."Apa yang akan aku katakan pada Kinanti?"Telepon Berdering, membuyarkan pikiran Brian. "Marco," kata Brian dengan gerakan tangan nya yang segera meraih ponsel yang ada di atas meja. "Apa dia sudah dapat kabar keberadaan, Sarah?" Karena tidak ingin penasaran membuat Brian segera mungkin menjawab panggilan masuk itu. "Iya halo, Marco." Brian memulai pembicaraan. “Brian, kita punya masalah besar,” suara Marco terdengar tegang di seberang.“Apa yang terjadi? Kau sudah menemukan Sarah, kan?” tanya Brian, suaranya serak menahan ketegangan.Marco menghela napas berat, seperti mencoba menahan amarah yang semakin mendidih. “Ya, aku me
Bab 76Kabar Baik, Kabar BurukSudah tiga bulan berlalu sejak Sarah menghilang dari kehidupan Kinanti, dan setiap hari terasa semakin berat bagi Kinanti. Di satu sisi, dia terus menunggu kabar dari Brian tentang sahabatnya, tapi Brian tak pernah membawa Sarah ke hadapannya. Awalnya, Kinanti merasakan kemarahan yang mendalam dan mengira bahwa Brian mungkin menyembunyikan sesuatu darinya, tapi seiring waktu, rasa kecewa itu mulai menghilang. Kini, dia lebih banyak berpasrah, berusaha menerima apa pun yang terjadi. "Apa Kinanti baik-baik saja?" Brian bertanya di dalam hati, sembari tatapan matanya memperhatikan Kinanti yang tidak begitu semangat, seperti sikapnya tengah menyembunyikan sesuatu. "Apa dia teringat pada Sarah lagi? Astaga Kinanti, seberapa berharganya sih wanita itu di matamu Kinanti. Sampai kamu sebegitunya memikirkannya, Kinanti," sambung Brian yang sedikit kesal. Brian memiliki alasan sendiri, kenapa dia tidak memberi kabar tentang Sarah ke Kinanti, padahal Brian tahu