“Anak pintar.” Rendi mengulas senyum dan mengusap pucuk kepala Naya, begitu nasi habis tak bersisaKedua pipi Naya bersemu merah. Mendapat pujian dari Rendi, dan agak segan karena tadinya ia menolak untuk makan. Nyatanya disuapi Rendi nasi bungkus malah habis tak bersisa.“Sekarang kamu berkemas. Saya akan ajak kamu ke satu tempat!” pinta Rendi seraya mengemasi bekas makan Naya.“Ke-kemana, Pak?” Naya menengadah ke arah Rendi yang kini berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk.“Berkemas saja. Nanti kamu akan tahu sendiri kemana kita akan pergi.” Melihat jam yang melingkar di tangannya. “Saya tunggu sepuluh menit. Tidak usah dandan, kamu sudah cantik,” tuturnya sebelum keluar dari kamar Naya.Tidak tahu kemana Rendi mengajaknya tengah malam begini, tapi tak mampu membuat Naya menolak. Ia tetap mengikuti perintah Rendi. Beringsut duduk dan meraih pakaiannya yang terletak tidak jauh dari kasur tipis yang ia duduki. Cepat Naya mengenakannya dan menyusul langkah Rendi keluar.Tadinya Naya i
"Kamu sudah gila! Datang kesini ….""Ini untukmu," ucap seorang pria yang tiba-tiba saja masuk ke rumah dan memeluk Herni dengan kuat. Membuat wanita itu meronta, meminta dilepaskan.Takut tiba-tiba saja Kendra dan Aira kembali. Tentu saja ini akan menjadi masalah yang sangat besar baginya. Berpelukan dengan laki-laki lain di rumah tanpa ada lagi orang lain disana."Apa ini?" Herni mendengus, kesal dengan Tio yang tak pernah sabar. Padahal mereka berjanji bertemu di tempat biasa pukul sebelas siang. Nyatanya Tio tiba-tiba ke rumah, untung Kendra dan Aira sudah pergi ke toko baru mereka.Dan meskipun Herni kesal, ia tetap saja mengambil kantong yang ada di tangan pria itu. Membukanya dan mengulas senyum."Tumben kamu belikan makanan untukku. Biasanya cuma bawa badan saja," sindirnya seraya mengeluarkan bolu pandan dan nasi bungkus dari kantong tersebut."Itu untuk Febi dari Naya, tapi aku bawa kesini daripada mubazir," sahut Tio seraya menutup dan mengunci pintu rumah. Tidak ingin ada
“Nay, kamu nggak ikut acara di balai desa?” Seorang wanita paruh baya yang tengah berpapasan dengan Naya, menegurnya. Tampak wanita itu sudah selesai dengan pekerjaannya di sawah, padahal hari masih siang. Bukan hanya wanita itu, beberapa temannya yang lain juga ikut menyusul langkahnya untuk keluar dari sawah. Naya menggeleng. “Tidak, Bu. Pekerjaanku masih banyak dan ini semua harus selesai dalam lima hari lagi. Tapi, kalau boleh tahu ada acara apa di balai desa?” Meskipun tidak ikut, tetap saja rasa ingin tahu Naya amatlah besar. Tidak bisa menikmati acara, setidaknya ia tahu acara apa yang sedang berlangsung di desanya. “Biasa, Nay. Kenduri selamatan karena hasil panen di kampung kita sangat berlimpah. Pak kades dan istrinya menggelar acara yang sangat meriah. Siang ini katanya ada artis ibu kota yang datang. Daripada bekerja lebih baik kita melihat acara itu, lagian ini mau hujan.” Menatap langit yang mulai mendung. “Tunggu dulu. Ibu yakin di balai desa ada acara?” Naya kemb
“Kamu datang kesini mau bertemu ibumu?” tanya Tio, saat Naya sudah berdiri di depan pintu rumah. Dengan tubuh yang basah kuyup karena hujan tak kunjung berhenti dari tadi siang.Di tangannya juga terdapat sebungkus nasi, yang didapat dari Kardi. Makanan yang diberikan Rendi tadi pagi sudah dirampas ayahnya, tentu saja Naya harus mengganti dengan makanan miliknya. Karena ia yakin sang ibu tidak pernah makan jika ia tak memberikan uang kepada sang ayah.Naya hanya mengangguk. Ingin masuk tapi, tangan Tio sudah terangkat dan memintanya untuk berhenti.“Diam disitu dan berikan uang untuk ayahmu ini terlebih dahulu.” Tio bangkit dan mendekati Naya. Menengadahkan tangannya untuk meminta uang. “Jangan katakan kamu tidak memiliki uang, sedangkan makanan tadi pagi harganya sangat mahal.”Naya memejamkan matanya. “Aku tidak memiliki uang, Yah. Makanan yang tadi pagi diberikan oleh ayah mertuaku.”“Kalau begitu katakan padanya ayahmu ini meminta uang.” Merampas makanan yang ada di tangan Naya. “
Aira tidak pernah berhenti mencebikkan bibir melihat Herni yang bersenandung kecil. Bahagia karena pertemuannya dengan Randi, pria yang membuat Herni tak pernah sanggup jatuh cinta kepada sosok Rendi. Padahal pria Itu memperlakukan Herni dengan sangat baik, melebihi dari seorang ratu.Sesekali Aira menggeleng. Mengusir bayangan menjijikan saat Herni bergumul dengan Randi di bangku belakang mobil. Sedangkan dirinya harus berkonsentrasi menyetir mobil yang diminta Herni untuk berkeliling kampung agar tak ada yang curiga. Karena di rumah Randi ada istrinya, otomatis mereka tidak bisa bertempur di sana.Maka dari itu, dengan sangat terpaksa Aira harus mau menjadi supir agar Herni dan Randi bisa menyalurkan hasrat mereka. Andai saja tidak ingat perjanjian yang terikat dengan Herni, tidak akan mungkin Aira mau melangkah sejauh ini.Rasanya ia begitu mual mencium aroma pelepasan Herni dan Randi. Benar-benar sangat menjijikkan ketika menggoda indra penciumannya. Dan yang paling parah, Aira ti
“Kalau tidak mau mengaku saya akan laporkan ke pihak berwajib, sebaiknya jujur apa yang membuatmu datang kesini? Menyelinap ke rumah saya seperti tadi, padahal kita tidak saling mengenal dan bertegur sapa.” Rendi melipat kedua tangannya di depan dada, mengintimidasi Kardi yang kini duduk di hadapannya.Kardi yang tertangkap basah ingin masuk ke rumahnya tentu saja membuat Rendi naik darah. Terlebih lagi Naya tiba-tiba saja diberi obat oleh Aira, tentu saja ia berpikir kedatangan Kardi ada hubungannya dengan itu.Alih-alih meminta maaf, Kardi justru bangkit dari tempatnya duduk. Menarik satu sudut bibirnya, mengejek Rendi yang kini sedang marah padanya.“Laporkan saja kalau tidak ingin saya laporkan balik. Karena semua tuduhan yang anda berikan tidak memiliki bukti apapun. Lagipula saya datang kesini karena pesan yang dititipkan Naya kepada Aira. Dia mengatakan tidak masuk hari ini karena sedang sakit. Jadi apa salahnya saya datang untuk membesuk?” Mengusap dagunya. “Aira juga meminta
Kendra mengerang. Melepaskan banyak calon kehidupan di dalam tubuh Lisa. Nafasnya tersengal. Lututnya ikut lemas dikala selesai dengan segala gaya yang diajarkan Aira. Dan gaya terakhir yang dipilih Kendra adalah, menggendong Lisa Menyandarkan punggung Lisa ke dinding dan bergerak, menusuk Lisa dibawah guyuran air shower.Tak jauh berbeda dengan Kendra yang telah selesai, Lisa pun sama. Tubuhnya bergetar hebat dengan nafas yang putus-putus. Menahan gelombang kenikmatan yang diiringi rasa kebas di pangkal pahanya. Sehingga tubuhnya terkulai lemas di gendongan Kendra, yang masih bersarang di tubuhnya.“Kak, aku tidak yakin kamu bisa melepaskan aku,” bisik Lisa dengan senyuman nakal di bibirnya. Saat otak kotornya tiba-tiba saja ingin memiliki Kendra secara utuh.Di matanya Aira mengambil Kendra dari Naya. Tentu saja ketika ia mengambil Kendra dari Aira, tidak akan menyakiti siapapun. Karena Aira harus tahu ada hukum karma yang berlaku ketika ia merebut milik orang lain. Dan Lisa merasa
"Aira, Kendra mana?”Kardi melongok ke dalam toko elektronik milik Kendra yang baru saja dibuka. Mencari sosok pria yang bisa saja muncul dan menanggalkan giginya jika ketahuan menggoda Aira.Aira memutar bola matanya malas. “Pulang. Mengantar obat untuk ayah. Kenapa? Nggak puas sama pelayanan Naya?” dengusnya.“Puas bagaimana? Ayah mertuamu datang dan nyaris saja melaporkan aku ke kantor polisi!” Kardi masuk dengan omelan yang masih bertahan di bibirnya. “Kalau aku ketahuan tadi, bisa dipastikan apa yang kita lakukan selama ini ikut terbongkar.”Ucapan Kardi yang lebih mirip dengan ancaman itu seketika membuat Aira membeku. Tak sanggup lagi melawan ucapan Kardi yang tengah melihat mesin cuci.“Karena kelalaianmu membuatku tidak bisa menikmati Naya. Maka kamu harus melayaniku, Ra.” Kardi melirik Aira dengan sudut matanya. “Jangan menolak karena kamu sudah menipuku.”“Tidak bisa begitu.” Aira menyusul Kardi yang sengaja berbicara dari jarak jauh agar ada yang mengetahui pembicaraan mer