Share

Bab 151

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2025-01-22 19:19:00

Di Ruang Perawatan ....

"Kalian menikah saja! Bukannya Papa mau menghentikan langkah Kanaya, tapi sepertinya hubungan kalian sudah cukup jauh," sambung Pak Rama, yang mengetahui video Alan, dan Kanaya yang tersebar.

Sebagai laki-laki dewasa dia cukup paham, sejauh mana hubungan Kanaya, dan Alan. Apalagi, Alan juga sudah berumah tangga. Pak Rama yakin, hubungan putrinya, dan Alan pasti tidaklah hanya pada sebatas berpegangan tangan.

Alan, dan Kanaya pun saling berpandangan. Lalu, Alan mulai membuka suaranya, "Saya akan bertanggung jawab atas hubungan ini, Pa. Saya memang serius dengan Kanaya. Meskipun Kanaya masih muda, tapi untuk saat ini Kanaya masih duduk di bangku kuliah. Saya takut Kanaya keberatan, dan tidak mau menghambat masa depan Kanaya."

"Setelah kejadian ini, memangnya kamu masih ingin melanjutkan kuliah kamu, Naya?" sahut Pak Rama, cemas jika Kanaya akan mendapat perundungan jika di luar sana.

Bahkan, laki-laki paruh baya pun rasanya belum ingin membiarkan Kanaya pergi seo
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 152

    Di Ruang Perawatan Arumi ....Boby menatap Arumi yang kini terlihat begitu sendu. "Arumi, lo mau makan nggak? Gue suapin ya!"Arumi tak menjawab. Dia terlihat begitu asyik dalam pemikirannya sendiri, seolah sedang mengolok keadaannya yang sudah hancur.Karir, rumah tanggal, dan citra yang dia bangun selama bertahun-tahun kini hancur. Arumi bahkan tak tahu, dan belum memiliki rencana apapun setelah kejadian ini. Karirnya cemerlang, kini semua itu hanya ilusi yang sekarang telah tercerai-berai.Skandal itu datang seperti badai di musim kemarau—tidak terduga, dan menghancurkan segalanya dalam sekejap. Kolega yang dulu mengaguminya kini memalingkan muka. Dunia kerja yang dulu menjadi tempat ia bersinar berubah menjadi ruang penuh bisik-bisik dan penghakiman.Namun, penderitaannya tak berhenti di sana. Karena rumah tangganya pun kini juga hancur.Arumi duduk, sembari bergumam lirih, "Mengapa ini terjadi? Apa salahku? Bagaimana aku bisa memperbaiki semuanya?"Akan tetapi, sebanyak apapun pe

    Last Updated : 2025-01-22
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 153

    Arumi tampak begitu kesal, saat mendengar Pak Rama menyuruhnya pergi ke luar negeri. Wanita itu, kini hanya terdiam. Lalu, menoleh ke jendela yang menghadap ke taman dengan wajah yang tegang dan napas berat. Dia membelakangi Pak Rama yang kini duduk di sampingnya, sambil memandang Arumi, dengan tatapan dingin bercampur khawatir, akan masa depan putrinya.Tak dapat dipungkiri, perkataan Pak Rama, membuat dadanya bergemuruh. Kata-kata ayahnya bergema di pikirannya, seperti palu yang memukul bertubi-tubi."Kenapa diam? Percayalah, ini jalan terbaik untuk meredam semua berita buruk tentangmu. Setelah situasinya lebih terkendali, kau bisa pulang lagi ke tanah air. Kau juga bebas memilih negara, di mana kau akan tinggal, Arumi."Arumi membalikkan wajah yang kini terlihat memerah, menahan amarah."Jadi ini solusi Papa? Mengirimku pergi ke luar negeri seperti barang yang harus disembunyikan? Papa mau buang aku karena udah nemuin anak kesayangan Papa, 'kan?"Pak Rama tetap terlihat tenang, ta

    Last Updated : 2025-01-24
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 154

    Malam ini, suasana rumah sakit lengang. Hanya terdengar bunyi mesin EKG dari beberapa ruangan dan langkah kaki perawat yang sesekali melintas di koridor.Lampu-lampu redup di lorong menciptakan bayangan panjang yang menari di dinding. Di salah satu kamar rawat inap, seorang wanita duduk di tepi tempat tidurnya dengan napas tertahan.Tangannya gemetar, rasa cemas dan takut sebenarnya begitu menghantui. Namun, Arumi yang sudah bertekad untuk pergi, menghalau rasa cemas tersebut.Akan tetapi, saat ini Arumi sendiri. Boby memang bersedia mengambil kunci itu, tapi enggan menemani Arumi saat melarikan diri dari rumah sakit. Lelaki gemulai itu, tak memiliki keberanian untuk melakukannya.Arumi melirik ke arah pintu. Suara langkah kaki perawat mendekat, lalu menjauh. Ini adalah kesempatannya. Dengan hati-hati, ia mencopot selang infus dari tangannya, menahan nyeri yang menusuk. Darah kecil mengalir, tetapi ia tak peduli.Arumi bergumam pada dirinya sendiri, "Aku nggak bisa tinggal di sini leb

    Last Updated : 2025-01-24
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 155

    Setelah melihat keadaan Bu Dahlia yang kian tak memungkinkan jika harus menjalani proses hukum, akhirnya malam ini juga, Pak Rama, beserta pihak kepolisian membawa Bu Dahlia ke rumah sakit jiwa.Pak Rama saat ini tampak melewati pintu rumah sakit jiwa dengan istrinya, Bu Dahlia. Lalu, seorang polosi berjalan di belakang mereka.Pak Rama sebenarnya sudah menyadari jika akhir-akhir ini, mental Bu Dahlia sedang tidak baik-baik saja. Mungkin, dia sudah memiliki firasat jika kejahatannya akan terkuak, hingga membuat wanita paruh baya itu tampak bingung dan tak terkendali.Bahkan, sejak satu minggu terakhir, dia sering kali berteriak ketakutan tanpa sebab, dan berbicara sendiri. Pak Rama juga pernah memergoki Bu Dahlia melukai dirinya sendiri dengan memukul-mukul kepalanya seraya menangis terisak saat dia sedang bercermin. Mungkin, bayang-bayang adik tirinya yang telah dia bunuh, terus menghantui dalam benaknya.Meskipun masih diselimuti amarah. Namun, Pak Rama tak tega membiarkan istrinya

    Last Updated : 2025-01-25
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 156

    "Kenapa Mama di sini?" tanya Kenan, dengan nada cukup ketus "Kenan ...." Suara Arumi terdengar bergetar, lembut, tapi penuh desakan, "Kenan ayo ikut Mama sekarang." Kenan mendongak, sembari menatap Arumi dengan tatapan tak bersahabat. "Aku nggak mau pulang sama Mama, Kenan maunya sama Papa. Mama jahat!" Arumi kemudian berlutut, sembari terisak dan menggenggam tangan Kenan dengan erat. "Kenan, Oma Dahlia sakit, Nak ... Oma sakit. Kenan jenguk Oma sekarang ya!" Mata Kenan melebar, bibirnya gemetar. "Oma sakit? Sakit apa, Ma?" tanyanya dengan nada cemas. Arumi menarik napas panjang, berusaha menahan air matanya kembali. "Mama juga belum tahu pasti. Oma masih dalam pemeriksaan dokter. Sejak Oma sakit, Oma nanyain Kenan terus. Oma pengen ketemu sama Kenan. Kenan mau kan ikut sama Mama?" Kenan terdiam sejenak, melihat wajah Arumi yang dipenuhi kecemasan, Kenan merasa bimbang. Apalagi, ada kaitannya dengan neneknya. "Kenan jangan takut, Mama udah bilang sama Oma Sinta, dan

    Last Updated : 2025-01-26
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 157

    Pak Rama duduk di sofa dengan raut wajah penuh kelelahan, setelah dua hari kemarin, sibuk mengurus Arumi, dan Bu Dahlia.Hari ini, dia ingin bersantai di rumah saja. Pak Rama sudah merasa cukup lega, dan tenang, saat tadi malam diberi tahu oleh Arumi jika hari ini, dia akan pulang dari rumah sakit bersama Boby. Namun, ketenangan itu seketika berubah ketika pintu rumah diketuk dengan keras.Di depan pintu, Alan berdiri dengan napas tersengal-sengal dan wajah penuh kecemasan. Pak Rama yang baru saja membuka pintu, tentunya terkejut saat melihatnya."Papa, kenapa Papa nggak angkat telepon dari aku dan rumah sakit, tempat Arumi dirawat?"Kening Pak Rama pun seketika mengernyit. "Maaf, tadi malam Papa anter Mamanya Arumi ke rumah sakit, dan mengurusnya di sana sampai dini hari. Papa bangun kesiangan, dan lupa belum mengaktifkan ponsel. Memangnya ada apa, Alan?""Pa, apa Arumi sempat pulang ke rumah?"Jantung Pak Rama, kian berdegup kencang mendengar pertanyaan Alan. "Arumi? Arumi belum pul

    Last Updated : 2025-01-26
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 158

    "Aku mau ketemu Papa sama Kak Naya."Tangisan Kenan, terus terdengar, menggema di seluruh sudut kamar. Matanya sudah basah oleh air mata. Arumi yang duduk di dekatnya, masih berusaha mencoba menenangkan.Akan tetapi, tangisan Kenan justru kian kencang, bahkan teriakan pun mulai terdengar. Arumi yang melihatnya kian dihinggapi frustasi."Aku mau ketemu Papa! Aku mau Papa sekarang juga! Aku nggak mau di sini.""Sayang, Papa lagi nggak bisa ke sini sekarang. Papa lagi jaga Kak Naya di rumah sakit. Kamu sama Mama aja ya," sahut Arumi, dengan suara lembut, tapi terdengar bergetar.Akan tetapi, berapa kali Arumi membujuk, Kenan justru menangis lebih keras, bahkan juga memukul-mukul lantai."Aku mau sama Papa! Mama suka boong. Oma Dahlia itu nggak sakit, 'kan?"Tubuh Arumi seketika menegang. Dia kemudian mencoba meraih tangan Kenan. "Kamu nggak bisa pergi ke sana sekarang. Papa lagi sibuk jagain Kak Naya. Kita cari waktu yang tepat ya biar bisa ketemu Papa."Kenan menatap Arumi penuh amarah

    Last Updated : 2025-01-26
  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 159

    Malam ini, langit mendung, seolah menyuarakan hati Alan yang kacau balau. Di ruang perawatan Kanaya yang penuh dengan keheningan mencekam, Alan mondar-mandir. Wajahnya kusut, tangannya mengepal kuat, dan matanya memerah. Setelah menutup sambungan telepon dari Arumi, Alan begitu kesal padanya. Bu Sinta yang baru saja datang, tepat ketika Alan sedang menelepon Arumi, mencoba menenangkan putranya."Kenan nggak pantas dijadikan alat, Arumi benar-benar keterlaluan!" gerutu Alan."Mama tahu ini berat, tapi kamu harus tenang. Kalau kamu kehilangan kendali, itu nggak akan menyelesaikan apa-apa."Bu Sinta menyahut, dengan suara tenang. Sedangkan Kanaya, kini sudah terlelap. Setelah meminum obat, tak lama mata Kanaya terpejam. Mungkin, obat yang dikonsumsi Kanaya, mengandung obat tidur, agar Kanaya bisa beristirahat."Tenang? Aku nggak bisa, Ma. Aku yakin, besok pasti Arumi akan membuat penawaran, dan aku nggak suka caranya yang licik kaya gini dengan menggunakan Kenan!""Bagaimana kalau kita

    Last Updated : 2025-01-27

Latest chapter

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 179

    Langit mendung menggantung rendah, seolah ikut menekan dada Alan yang dipenuhi amarah. Tangannya mencengkeram erat setir mobil, sementara kakinya menginjak pedal gas dengan kasar. Jalanan di depan terasa sempit, padahal itu hanyalah perasaannya yang terbakar. Klakson berbunyi nyaring, bukan karena keadaan darurat, tetapi karena hatinya yang tak mampu lagi menahan gejolak emosi.Alan yang begitu diselimuti amarah, menyalip sebuah mobil di depannya dengan gerakan tajam, hampir menyerempet trotoar.Alan kemudian membentak sambil menekan klakson berulang kali. "Dasar brengsek! Bodoh, kalian!" umpat Alan kembali, sembari menghela napas kasar, jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir dengan geram.Detak jantung Alan masih berpacu cepat. Amarah di dadanya belum reda, justru semakin menyala seiring dengan ketidaksabaran yang menggumpal.Beberapa saat kemudian, Alan yang masih diselimuti amarah pun akhirnya sampai di rumah orang tuanya.Matahari mulai condong ke barat ketika Alan turun dari mobil,

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 178

    Alan memarkir mobilnya di depan sebuah rumah mewah, yang dulu pernah menjadi tempat yang cukup istimewa baginya.Rumah tersebut, selalu membuat dadanya berdesir hebat tatkala hendak menemui seorang wanita yang membuat dirinya merasakan apa yang disebut cinta pertama. Saat ini, Alan memang mendatangi rumah Arumi. Tadi dia memang cuma berpamitan untuk menemui Kenan. Alan sengaja tak mengatakan hal tersebut pada Kanaya, karena jika Kanaya tahu Alan mendatangi Arumi untuk melupakan amarahnya, Kanaya pasti akan mencegah.Langkah Alan terasa berat saat mengetuk pintu. Hatinya masih dipenuhi amarah, kecewa, dan kebingungan setelah tahu kebenaran yang baru saja dia ketahui, tentang anak yang selama ini dia besarkan dengan penuh kasih ternyata bukan darah dagingnya.Pintu terbuka, seorang pembantu tampak berdiri di depan Alan."Bisa say bertemu dengan Arumi?" "Sebentar, Tuan. Silahkan Tuan Alan duduk dulu."Pembantu tersebut, lalu masuk ke dalam rumah. Sedangkan Alan masih berdiri di ambang

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 177

    Kanaya yang penasaran, lalu mengambil kertas yang dibawa oleh Alan yang dia letakkan begitu saja di samping tubuhnya. Kanaya lalu membaca kertas itu, dan betapa terkejutnya dia saat membaca kertas tersebut.Kanaya tampak menutup mulutnya sambil melirik Alan yang saat ini masih terisak. Kanaya paham, ditampar kenyataan sepahit ini pasti sangat menyakitkan.Rasanya memang tidak mudah menghadapi kenyataan tak terduga yang membuat hati Alan hancur berkeping-keping.Alan tak menyangka jika rumah tangganya selama ini, ternyata seperti sebuah lelocon yang membuat dirinya terlihat bodoh.Hasil tes itu seperti palu yang menghantam jiwanya, meremukkan segala kebanggaan yang selama ini ia genggam. Lima tahun lebih ia merawat, menyayangi, dan membesarkan Kenan dengan penuh kasih. Air matanya jatuh, bukan karena marah, tapi karena hancur. Ia bukan sekadar kehilangan status sebagai ayah, tapi kehilangan makna dari setiap pengorbanannya.Alan tahu, dalam menjalani rumah tangga mereka dulu, Arumi sa

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 176

    Keesokan Harinya ....Langit di luar jendela kamar rumah sakit tampak begitu cerah, udara di luar sana terasa begitu panas, hingga membuat Alan malas keluar dari kamar perawatan Kanaya. Meskipun saat ini gadis itu sedang tidur siang.Alan duduk di kursi samping ranjangnya, sesekali menggenggam tangan Naya yang terasa lebih dingin dari biasanya. Tepat di saat itulah, ponsel Alan berbunyi.[Ya halo.][Dengan Tuan Alan?][Iya benar.][Tuan, hasil tes DNA yang Anda ajukan sudah keluar hasilnya. Anda boleh mengambilnya sekarang juga.][Iya, terima kasih banyak.]Alan kemudian mengecup kening Kanaya yang saat ini sudah tertidur. "Aku keluar sebentar, Sayang."Tak berapa lama, Alan pun sudah sampai di depan laboratorium."Selamat siang, saya mau mengambil hasil tes DNA, atas nama Kenan," sapa Alan pada seorang staf rumah sakit, yang berada di depan laboratorium."Anda Tuan Alan?"Alan mengangguk cepat, menelan ludah yang terasa begitu kering. "Silahkan masuk ke ruang laboratorium."" Baik, t

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 175

    Malam itu, suasana cukup tegang. Pak Rama menatap Rain dengan penuh kecurigaan. Sedangkan Rain, tetep kekeuh pada pendiriannya, jika dia sama sekali tak pernah berbuat hal yang dituduhkan Pak Rama."Anda tidak tahu seberapa banyak rasa sakit yang pernah saya derita karena mencintai putri Anda. Saya nggak mungkin berbuat seperti itu, Pak Rama."Rain tetap berusaha menghormati, meskipun sebenarnya merasa terpukul dengan tuduhan itu. Namun, ia tahu bahwa diam saja bukan pilihan. Dengan suara tenang, ia berusaha membela dirinya tanpa memperkeruh keadaan."Lalu siapa? Di foto yang tersebar, jelas sekali foto tersebut bersifat pribadi, dan sudut pengambilannya pun dari sudut pandangmu, bukan orang lain. Jadi, siapa lagi yang melakukan kalau bukan kamu?""Maaf, Pak, saya akui, foto-foto itu memang saya yang memilikinya. Namun, saya sama sekali tidak pernah melakukan itu. Saya tahu, kondisi Arumi sedang terpuruk, saya tidak mungkin berbuat hal seperti itu padanya.""Nggak usah kebanyakan alas

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 174

    "Aku penasaran sama berita itu deh, aku boleh liat pemberitaan tentang Kak Arumi di TV, nggak, Mas?" tanya Kanaya, yang tak leluasa jika melihat berita tersebut dari ponsel Alan."Nggak sayang, aku nggak mau sesuatu terjadi sama kamu. Keadaan kamu masih gini, kalo tiba-tiba kamu sakit kepala gimana?"Alan memasang wajah galak. Jujur saja, dia khawatir jika di televisi, masih ada pemberitaan buruk tentang dirinya, dan Kanaya. Alan tak mau hal tersebut mengganggu psikologis Kanaya, yang saat ini sedang dalam masa pemulihan."Mas, please. Aku janji ga bakalan masukin ati sama pikiran kalo liat berita itu. Selama satu minggu ini, aku kayak hidup di gua. Ngga tahu tentang berita apapun di luar sana. Padahal, aku juga bisa kok filter berita, tanpa baca komentar netizen juga. Please, boleh ya ...."Alan hanya menghembuskan napas panjang, belum menyetujui permintaan Kanaya."Mas please. Katanya cinta ...."Rengekan, serta raut wajah Kanaya yang menggemaskan, akhirnya membuat Alan luluh."Ya u

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 173

    Beberapa saat kemudian, Alan sudah sampai di rumah sakit. Kala itu, hujan masih turun dengan derasnya.Dengan langkah cepat, dia berjalan di koridor, diiringi senandung merdu rintik hujan yang membasahi atap rumah sakit. Napasnya tersengal, bajunya sedikit basah karena cipratan air hujan, tapi dia tidak peduli. Untuk saat ini, dia hanya ingin menemui Kanaya secepatnya.Alan benar-benar rindu pada kekasihnya itu, meskipun baru berpisah sebentar saja. Entah mengapa, sejak Kanaya kecelakaan, Alan tak bisa pergi terlalu lama dari Kanaya.Alan seolah masih trauma, dan takut, meninggalkan Kanaya terlalu lama, karena kecelakaan itu, hampir saja membuat dirinya hampir saja kehilangan Kanaya untuk selama-lamanya.Alan berjalan dengan langkah terburu-buru. Begitu tiba di depan pintu kamar, dia menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosi yang berkecamuk di dada, seolah ingin meluapkan rindu yang dia pendam.Perlahan, dia membuka pintu dan melihat Kanaya yang sepertinya sedang tidur d

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 172

    Di Sisi Lain ....Setelah Arumi keluar dari ruang mediasi, Alan masih berada di ruangan tersebut, bercakap-cakap dengan tim kuasa hukumnya.Hingga beberapa saat kemudian, setelah dirasa cukup berdiskusi, Alan bangkit. Lalu, dengan langkah yang terasa lebih ringan dari sebelumnya dia berjalan keluar dari ruangan tersebut.Udara yang dia hirup, terasa lebih segar, seolah dunia baru saja membuka lembaran baru untuknya. Proses mediasi yang beberapa saat lalu membebani pikiran akhirnya selesai, dan Alan tidak bisa menyangkal rasa lega yang memenuhi dada, ketika Arumi akhirnya menyetujui perceraian tersebut.Alan benar-benar bahagia, bisa lepas dari Arumi. Namun, bukan berarti dia tidak menghargai masa lalu. Ada waktu-waktu indah, ada kenangan yang pernah dia bangun bersama, tapi hubungannya, dan Arumi sudah terlalu lama menjadi ladang pertengkaran, yang juga diwarnai dengan ketidaksetiaan masing-masing pasangan.Setiap percakapan berubah menjadi perdebatan, setiap keputusan terasa seperti

  • Simpanan Ayah Angkat   Bab 171

    Pak Rama menarik napas panjang, menggenggam jemari tangan Arumi dengan lembut."Papa tahu, ini pasti membingungkan dan berat untukmu. Mama kamu sedang berjuang melawan penyakit yang tidak terlihat."Nada bicara Pak Rama terdengar bergetar, rasanya berat untuk menjelaskan keadaan Bu Dahlia. Namun, dia sadar, cepat atau lambat, Arumi pasti tahu keadaan ibunya."Apa maksud Papa?" sahut Arumi yang tak mengerti dengan perkataan Pak Rama. Ingin rasanya menolak praduga yang sedari tadi berkecamuk di dalam dada."Mama kamu mengalami tekanan mental, sampai menggangu kejiwaannya.""Maksud Papa, Mama ...."Arumi tak melanjutkan perkataannya. Wanita itu, tampak begitu syok. Seolah tahu maksud Arumi, Pak Rama pun menganggukkan kepalanya.Sebenarnya, Pak Rama pun tidak tega harus mengatakan ini pada Arumi, yang pasti mentalnya sedang tidak baik-baik saja, karena perceraian yang sedang dia jalani."Nggak, nggak mungkin ....""Arumi, kamu juga sebenarnya sudah menyadari perubahan Mama kamu, 'kan? Seb

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status