"Kenapa kamu diem, Mas? Ini bener kamu, 'kan?"Meskipun diselimuti kepanikan, takut jika Arumi tahu yang menjadi simpanannya adalah Kanaya. Namun, Alan tetap mendekat pada Arumi. "Ya, itu memang aku. Kau keberatan?""Aku istri kamu, Mas. Dan kamu berselingkuh di belakangku. Sekarang katakan siapa wanita itu? Siapa yang menjadi selingkuhanmu?"Mendengar perkataan Arumi, Alan pun cukup merasa lega. Itu artinya, dia tak tahu siapa wanita yang sedang berciuman dengannya."Kau pikir, aku bodoh, Arumi? Kau juga melakukan hal yang sama di belakangku, bukan? Kau sengaja mematikan CCTV di rumah ini, ketika aku sedang tidak berada di rumah untuk memasukkan laki-laki lain, 'kan?"Arumi seketika tergagap, dan hal tersebut tertangkap jelas oleh netra Alan, dan membuat laki-laki itu terkekeh."Ck, lihat dirimu sendiri? Kau yang sebenarnya memulai terlebih dulu, 'kan? Jadi, nggak usah berlagak sebagai korban, Arumi!""Jangan menuduhku sembarangan, Mas. Coba perlihatkan bukti kalau aku berselingkuh?"
"Jadi, Papa mikir kalo Kenan itu ...?"Belum sempat Kanaya menyelesaikan perkataannya, Alan sudah mengangguk."Pa, Papa nggak boleh ambil kesimpulan secepat itu. Mungkin saja, laki-laki itu berharap agar Papa, dan Mama berpisah. Jadi, dia sudah mempengaruhi Kenan, dengan mengatakan jika Kenan itu putranya."Alan terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Kanaya dengan akal sehatnya, dan memang benar. Apa yang dikatakan oleh Kanaya itu, memang cukup masuk akal."Kamu bener, Naya. Mungkin dia berkata seperti itu, untuk mendekati, sekaligus juga mempengaruhi Kenan."Kanaya pun mengangguk, meskipun di dalam hatinya kini mulai dipenuhi tanda tanya tentang jati diri Kenan. Namun, Kanaya tahu, Alan sangat menyayangi Kenan. Dia tak mau membuat hal tersebut mengganggu pikiran Alan. Apalagi, raut wajah sendu yang beberapa saat lalu tergambar di wajah Alan, kini perlahan mulai memudar. Berganti binar ceria di wajah."Pa, udah malem jangan terlalu banyak berpikir sesuatu hal yang nggak penting"
Senja mulai merayap di langit ketika Kanaya melangkah keluar dari gedung kampusnya. Rambut panjangnya yang terurai, sedikit berantakan setelah seharian berkutat kegiatan ospek yang melelahkan."Kanaya ...!" Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang memanggilnya.Kanaya, dan beberapa orang temannya pun menghentikan langkah."Naya, kami pulang dulu ya," pamit teman-teman Kanaya, saat seorang kakak angkatan sudah berdiri di depan mereka."Jangan, temani aku dulu!" pinta Kanaya, tapi mereka tampak terkekeh sembari melambaikan tangan, seolah sedang meledek dan tak bergeming dengan permintaan Kanaya."Naya, pulangnya aku antar ya.""Nggak usah aku udah dijemput Papa di depan. Aku pulang dulu ya, Kak Arga."Kanaya buru-buru berpamitan, tak peduli dengan Arga yang hendak mencegahnya. Namun, Kanaya sudah berlari ke arah sebuah mobil yang terparkir di depan gerbang kampus.Mobil mewah berwarna hitam mengkilap itu tampak sudah menunggu, sejak beberapa saat lalu. Kanaya menatap mobil itu s
Kanaya .... Setidaknya itulah panggilan orang-orang padaku. Sejujurnya, aku tak tahu banyak tentang asal usulku. Satu hal yang aku ingat menjadi titik balik hidupku adalah ketika seorang wanita yang selalu ada di sampingku tiba-tiba tertidur dan tak pernah membuka matanya kembali. Mungkin, itukah yang disebut dengan kematian? Ya, dulu aku memang tak terlalu paham alur kehidupan. Saat itu, aku hanyalah seorang gadis kecil yang hanya bisa menangis melihatnya tertidur dan tak pernah lagi membuka matanya saat kupanggil. Biasanya, jika aku bangun, sudah ada berbagai makanan yang ada di hadapanku. Namun, tidak dengan hari yang begitu kelam ini. Aku masih mengingat jelas kejadian itu. Ketika aku bangun, keanehan terjadi karena di depanku tidak ada makanan yang biasa kutemukan. Aku pun menghampiri wanita yang kusebut dengan sebutan Mama. Kulihat, dia masih tertidur dengan begitu lelap. Beberapa kali aku memanggilnya, tapi dia masih saja memejamkan mata. Akhirnya aku pun menangis ka
Sejak saat itu, aku diasuh oleh sepasang suami istri tersebut. Mama bernama Arumi, sedangkan Papa bernama Alan. Mereka berdua, belum lama menikah. Pernikahan mereka baru berjalan selama enam bulan. Awalnya memang ada penolakan dari Papa Alan ketika aku mulai tinggal dengan mereka. Namun, seiring berjalannya waktu, hati Papa Alan mencair, Papa Alan mulai menerima kehadiranku. Bahkan, juga sangat menyayangiku. Papa Alan juga yang mengurus berkas-berkas agar secepatnya aku bisa masuk dalam kartu keluarga mereka. Logikanya, mana ada yang tidak tertarik pada gadis kecil yang begitu lucu, dan juga cantik sepertiku. Aku tumbuh dalam kasih sayang, dan penuh kebahagiaan. Lalu, ketika aku memasuki bangku sekolah, nilai akademikku selalu memuaskan. Hal tersebut, tentunya membuat kedua orang tua angkatku sangat bangga. Tak hanya mereka, tapi juga orang tua dari Papa Alan, dan Mama Arumi yang kupanggil dengan sebutan Oma, dan Opa. Mereka sangat menyayangiku. Keluarga hangat itu, seperti t
Sejak saat itu, selama dua kali dalam satu minggu, Mr Alex memberikan jam tambahan untukku. Meskipun, jam tambahan itu dilakukan di sekolah, dan hanya membahas pelajaran, tapi tak mengapa. Yang terpenting aku bisa berduaan dengannya.Tentunya aku sangat bahagia. Tidak ada seorang pun siswa lain yang mengganggu kami. Ya, logika saja, pelajaran fisika, bukan pelajaran yang disukai oleh para siswa. Jadi, wajar jika mereka tidak mau dengan sengaja mengikuti tambahan tanpa diminta.Pertemuan, serta interaksi yang cukup intens itu akhirnya membuat kami dekat. Aku sudah tidak lagi merasa canggung, dan salah tingkah di dekatnya.Selain itu, aku juga tidak ingin pelajaran tambahan ini berakhir. Jadi, aku sengaja bersikap tidak terlalu pintar di depan Mr Alex. Aku selalu berpura-pura menanyakan sesuatu bagian yang sebenarnya cukup aku mengerti.Memang aku sadar, aku salah. Tidak seharusnya aku jatuh cinta, dan membiarkan perasaan ini tumbuh pada laki-laki yang sudah beristri. Namun, terkadang h
Tiba-tiba gerakan Mr Alex terhenti ketika mendengar suara ponselnya yang berdering. "Astaga ...!" pekiknya, saat menyadari apa yang dia lakukan denganku. Laki-laki dewasa itu pun menarik tangannya dan, menjauh dariku. "Kanaya, maaf ...."Mr Alex mengusap wajahnya dengan kasar sembari menghembuskan napas berat. Dia tampak begitu menyesal dengan apa yang telah dia lakukan. Lebih tepatnya, dengan apa yang kami lakukan."Kanaya maaf ..." Permintaan maaf itu kembali terucap, dan justru membuatku merasa sungkan."Mr Alex, aku juga minta maaf. Aku juga tidak berniat melakukan semua ini pada Anda. Aku tidak sengaja tadi ....""Ya, aku tahu. Kita sama-sama khilaf," potong Mr Alex, ketika aku juga beralibi pada kata khilaf untuk menutup rasa maluku."Mr, sekali lagi maafkan aku. Aku harus pulang sekarang juga." Aku bangkit dari atas sofa, tak mau berlama-lama lagi di tempat ini yang justru semakin membuatku begitu salah tingkah.Di saat itulah, ponsel Mr Alex kembali berdering. Lalu, dia ber
KEESOKAN HARINYA ....Saat ini, aku duduk di ruang tunggu bandara sembari menatap langit pagi ini yang terlihat begitu cerah. Aku memang akan kembali ke Indonesian dengan penerbangan pagi.Ketika sedang asyik melamun, ingatanku kembali tertuju pada kejadian tadi malam tatkala Mr Alex, tiba-tiba berada di toilet, dan menyuruhku untuk menemuinya di ruang kerjanya.Akan tetapi, aku mengabaikan permintaan lelaki dewasa itu. Aku memilih bergegas pulang, dan menghindar darinya. Sungguh, aku tak lagi peduli, dengan apa yang akan dia katakan. Aku memilih pulang, meskipun, pesta perpisahan itu belum usai. Sejujurnya, aku pun tak terlalu nyaman di tengah keramaian pesta. Selain itu, selama aku bersekolah di sana, aku juga tidak banyak memiliki teman. Jadi, perpisahan ini, terasa biasa saja.Kuakui, aku tidak memiliki kenangan yang mendalam di sana. Satu-satunya kenangan yang membekas di hatiku, adalah kisah cintaku yang bertepuk sebelah tangan pada Mr Alex. Namun, aku juga sadar, mencintai seo
Senja mulai merayap di langit ketika Kanaya melangkah keluar dari gedung kampusnya. Rambut panjangnya yang terurai, sedikit berantakan setelah seharian berkutat kegiatan ospek yang melelahkan."Kanaya ...!" Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang memanggilnya.Kanaya, dan beberapa orang temannya pun menghentikan langkah."Naya, kami pulang dulu ya," pamit teman-teman Kanaya, saat seorang kakak angkatan sudah berdiri di depan mereka."Jangan, temani aku dulu!" pinta Kanaya, tapi mereka tampak terkekeh sembari melambaikan tangan, seolah sedang meledek dan tak bergeming dengan permintaan Kanaya."Naya, pulangnya aku antar ya.""Nggak usah aku udah dijemput Papa di depan. Aku pulang dulu ya, Kak Arga."Kanaya buru-buru berpamitan, tak peduli dengan Arga yang hendak mencegahnya. Namun, Kanaya sudah berlari ke arah sebuah mobil yang terparkir di depan gerbang kampus.Mobil mewah berwarna hitam mengkilap itu tampak sudah menunggu, sejak beberapa saat lalu. Kanaya menatap mobil itu s
"Jadi, Papa mikir kalo Kenan itu ...?"Belum sempat Kanaya menyelesaikan perkataannya, Alan sudah mengangguk."Pa, Papa nggak boleh ambil kesimpulan secepat itu. Mungkin saja, laki-laki itu berharap agar Papa, dan Mama berpisah. Jadi, dia sudah mempengaruhi Kenan, dengan mengatakan jika Kenan itu putranya."Alan terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Kanaya dengan akal sehatnya, dan memang benar. Apa yang dikatakan oleh Kanaya itu, memang cukup masuk akal."Kamu bener, Naya. Mungkin dia berkata seperti itu, untuk mendekati, sekaligus juga mempengaruhi Kenan."Kanaya pun mengangguk, meskipun di dalam hatinya kini mulai dipenuhi tanda tanya tentang jati diri Kenan. Namun, Kanaya tahu, Alan sangat menyayangi Kenan. Dia tak mau membuat hal tersebut mengganggu pikiran Alan. Apalagi, raut wajah sendu yang beberapa saat lalu tergambar di wajah Alan, kini perlahan mulai memudar. Berganti binar ceria di wajah."Pa, udah malem jangan terlalu banyak berpikir sesuatu hal yang nggak penting"
"Kenapa kamu diem, Mas? Ini bener kamu, 'kan?"Meskipun diselimuti kepanikan, takut jika Arumi tahu yang menjadi simpanannya adalah Kanaya. Namun, Alan tetap mendekat pada Arumi. "Ya, itu memang aku. Kau keberatan?""Aku istri kamu, Mas. Dan kamu berselingkuh di belakangku. Sekarang katakan siapa wanita itu? Siapa yang menjadi selingkuhanmu?"Mendengar perkataan Arumi, Alan pun cukup merasa lega. Itu artinya, dia tak tahu siapa wanita yang sedang berciuman dengannya."Kau pikir, aku bodoh, Arumi? Kau juga melakukan hal yang sama di belakangku, bukan? Kau sengaja mematikan CCTV di rumah ini, ketika aku sedang tidak berada di rumah untuk memasukkan laki-laki lain, 'kan?"Arumi seketika tergagap, dan hal tersebut tertangkap jelas oleh netra Alan, dan membuat laki-laki itu terkekeh."Ck, lihat dirimu sendiri? Kau yang sebenarnya memulai terlebih dulu, 'kan? Jadi, nggak usah berlagak sebagai korban, Arumi!""Jangan menuduhku sembarangan, Mas. Coba perlihatkan bukti kalau aku berselingkuh?"
[Ibu Arumi, kalau kau ingin tahu lebih jelasnya, siapa yang saat ini menjadi simpanan Pak Alan. Lebih baik, Anda secepatnya menyediakan uang 10 miliar seperti yang saya minta.]Sebuah chat dari Chyntia yang masuk ke ponsel Arumi pun seketika membuatnya kian memanas berselimut amarah."Dasar brengs*k! Chyntia memang kurang ajar! Di saat kaya gini dia malah mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Awas kau Chyntia. Suatu saat nanti, aku pasti akan membalasmu!"Boby menggelengkan kepala sembari berdecak kesal. "Daripada kerjaan lo kesel mulu sama Chyntia. Lebih baik persiapin diri lo buat pergi ke Puncak."Arumi hanya menghembuskan napas panjang. "Aku mau pulang ke rumah sekarang," sahut Arumi, sembari bangkit dari atas sofa. Lalu, keluar dari unit apartemen Boby."Dasar wanita seribu masalah. Doa lu ke orang tua kayaknya banyak deh, sampe hidup lo ribet mulu!" gerutu Boby.****Beberapa saat kemudian, Arumi sudah sampai di rumah, dan mendapati Alan belum pulang ke rumah tersebut, dan Ar
Chyntia tersenyum penuh kemenangan melihat video mesra Alan, dan Kanaya. Sebenarnya bukan untuk pertama kali mereka melakukan itu di ruang kerja Alan.Akan tetapi, saat pertama mereka melakukan hal tersebut di atas sofa, posisi kamara perekam itu tertutup sandaran tangan pada sofa sehingga tak terlihat dengan jelas."Mampus kau, Arumi. Kau tak hanya kehilangan suami. Tapi juga akan kehilangan banyak uang."Chyntia pun terkekeh. Lalu kembali fokus dengan pekerjaannya, seolah tak tahu apa yang terjadi antara Kanaya dengan Alan.****Sementara itu di dalam private room, Alan yang membopong tubuh Kanaya, kemudian merebahkan tubuh itu ke atas ranjang.Setelah itu, Alan memeluk dan meremas kuat payudara Kanaya yang membuat gadis itu tersentak, dan tubuhnya melengkung menerima serangan tiba-tiba dari Alan.Alan kemudian membalikkan tubuh Kanaya, lalu melumat bibir mungil yang seakan menjadi candu baginya. Tangan Alan tak tinggal diam, tangan itu kini bergerak lincah masuk ke bawah pakaian Ka
"Ada apa, Arumi?" pekik Boby ketika Arumi masuk ke dalam unit apartemennya dengan begitu tergesa-gesa, disertai gurat panik di wajah.Akan tetapi, Arumi tak lekas menjawab. Wanita itu tampak mendudukan tubuh di sofa, sembari mengelus perutnya yang masih rata, dan mulai terasa tidak nyaman. Mungkin, Arumi terlalu banyak berpikir, hingga akhirnya sedikit berdampak pada kehamilannya."Kenapa? Perut lo sakit?" tanya Boby panik melihat gelagat Arumi."Nggak, cuma nggak enak aja.""Lo lagi hamil, lebih baik jaga kesehatan kandungan lo deh. Nggak usah kebanyakan mikir yang berat-berat. Sini gue pijitin kaki lo."Boby mengangkat kaki Arumi ke atas sofa. Lalu memijit kaki Arumi. Sikap Boby tersebut, sebenarnya sudah biasa Boby lakukan jika Arumi mengeluh kelelahan, dan belum sempat pergi ke spa. "Hidup lo dibikin rileks aja kenapa sih, Arumi? Sekali-kali lo diem, hidup nyaman di rumah. Emang lo mau bayi lo kenapa-kenapa kalo terus-terusan gini?"Arumi menggelengkan kepalanya. "Nggak bisa, Bob
Arumi memelototkan mata pada Chyntia, yang saat ini tersenyum kecut padanya. Seolah mengisyaratkan jika dia bisa membalas balik apa yang dilakukan oleh Arumi."Kenapa Bu Arumi melihat saya seperti itu?"Arumi mengamati sekeliling, lalu menarik tangan Chyntia, menuju ke area tangga darurat yang sepi."Apa-apaan sih? Lepas!" protes Chyntia, sembari menghempaskan genggaman tangan Arumi di lengannya."Pelankan suaramu, Chyntia! Apa kau mau reputasi suamiku hancur akibat fitnah darimu itu? Asal kamu tahu, Mas Alan sangat setia padaku.Chyntia pun terkekeh. "Memang itu kenyataannya. Pak Alan, punya wanita simpanan di luar sana. Anda pikir saya tidak tahu jika rumah tangga Bu Arumi, dan Pak Alan saat ini juga sedang tidak baik-baik saja?""Bohong! Kamu jangan memfitnah, dan mengada-ada. Suamiku nggak punya simpanan, dan rumah tangga kami dalam keadaan baik-baik saja!" bentak Arumi balik, disertai tatapan yang kian tajam. Arumi memang sangat yakin jika Alan tak memiliki hubungan dengan wanit
Kanaya mencoba memejamkan mata. Namun, mata itu sepertinya enggan untuk mengatup rapat.Rasanya memang sangat sulit terlelap saat kepingan hatinya sedang berserakan. Sekuat apapun Kanaya berusaha terlelap, reaksi tubuhnya seakan menolak. Seluruh panca indranya pun terasa begitu peka.Ingatannya tak bisa lepas dari percakapannya dengan Arumi beberapa saat lalu. Dengan gamblang, Arumi mengatakan jika anak yang ada di dalam kandungannya, memang bukan anak dari Alan. Namun, anak dari lelaki yang Kanaya lihat di ponsel Kenan.Jujur saja, Kanaya lega, sekaligus menghargai kejujuran Arumi. Namun, di sisi lain, Kanaya juga cemas jika Arumi tahu hubungan yang sebenarnya antara dia, dan Alan, pasti Kanaya akan menjadi sosok yang paling dibenci oleh Arumi. Padahal, dalam lubuk hati terdalamnya, Kanaya juga sangat menyayangi Arumi.Kanaya juga merutuki dirinya sendiri yang tadi cukup terbawa suasana, dengan begitu lancang menanyakan ayah kandung dari bayi yang dikandung oleh Arumi, dan di luar du
"Papa yakin, anak yang ada di dalam kandungan Arumi itu bukan anak Papa. Tapi Papa belum punya bukti apapun, Naya," ujar Alan, ketika mereka sedang duduk di ruang kerja Alan, ketika Arumi menemani Kenan di kamar.Sedangkan Bu Sinta yang awalnya akan meluangkan waktu untuk quality time bersama Kanaya, terpaksa pulang ke rumah, karena tiba-tiba Ayah Alan pulang ke Indonesia.Kanaya yang mendengar penuturan Alan, hanya tersenyum simpul sembari menundukkan kepala. Tanpa Alan tahu, sebenarnya Kanaya menyimpan rahasia yang ingin Alan selidiki. Namun, Kanaya tak mau gegabah.Apalagi mengingat hubungannya dengan Alan. Kanaya tak mau membuka semua ini secara gegabah, bisa-bisa nantinya justru dia sendiri yang akan mendapat tuduhan yang tidak-tidak jika semua orang sudah tahu dia memiliki hubungan spesial dengan Alan.Kanaya juga yakin, pasti juga ada tuduhan jika dirinya lah pihak yang paling diuntungkan dalam masalah tersebut. Karena itulah, Kanaya perlu mencari waktu yang tepat untuk mengung