Kembalinya Hati Sang Suami
Siang itu genap 14 hari, Refan menghabiskan masa cuti tahunannya untuk menemani istrinya di rumah sakit. Hati seorang suami yang hilang telah dikembalikan Tuhan kepada istrinya melalui musibah yang membawa istrinya pada kondisi vegetatif, koma. Sebuah bahasa peringatan dilontarkan Tuhan yang sedang menggelar persidangan penentuan nasib dua orang di satu pernikahan. Ibarat delik aduan. keluhan dan kesusahan seorang istri yang didzolimi dalam pernikahan sampai ke telinga Tuhan. Tuhan hakim yang adil itu akan memutuskan perkara pasangan suami istri Refan-Olive. Ayo mau pilih mana? Hidup? Ataukah mati?
Refan telah lulus dalam persidangan yang tadinya akan menjatuhkan vonis kematian untuk istrinya. Ia juga merasakan proses yang sama saat mengalami stroke ringan. Ia diperhadapkan pada pilihan mau hidup dengan melepas ekstasi ataukah terus mengkonsumsi ekstasi dan endingnya mati. Dokter menyat
Refan masuk kerja, setelah mengambil cuti tahunan dua minggu. Awal pekan cukup menceriakannya. Rapat pagi divisi Industrial Relations and Policy PT Osfon dipenuhi dengan gelak tawa. Meski Refan Mananta, pimpinan divisi ini tak menghandel operasional dalam satu setengah bulan terakhir, tetapi dilimpahkan ke Pjs (Pejabat Sementara) Bapak Rudi, situasi perusahaan tetap terkendali. Jajaran staf dan direksi divisi ini mengucapkan selamat atas kesembuhan direktur mereka. ‘’Bapak rawat inap satu setengah bulan di rumah sakit?”Tanya Pak Rudi. ‘’Tidak sih, saya cuman rawat inap 30 hari karena serangan stroke ringan. Selebihnya saya nengok istri saya yang berdinas di Blok Rokan, masuk rumah sakit juga,’’jawab Refan tak bermaksud memperjelas sakit istrinya apa. ‘’Ibu sakit apa, Bapak?” ‘’Biasa, Pak. Ada chaos K3. Istri saya manager HSE yang sedang turun ngecek situasi lapangan. Nggak tahunya ada kebocoran gas Hidrogen Sulfida
Restart Settingan Pabrik Akhirnya, aku kembali lagi ke kota ini. Ke rumahku. Olive menarik nafas panjang saat keluar dari pesawat Citilink. Ia menelfon suaminya memberitahu bahwa ia telah landing. Ia memberitahukan juga tempat penjemputannya lobi Terminal 2 D Bandara Soekarno Hatta. Mba Nung menggendong Adek Eif. Mereka menuju belt conveyor pengambilan bagasi penumpang. Dalam tiga puluh menit, mereka telah mendapatkan barang-barang bawaan. Mba Nung membuka packing troli bayi dan membukanya utuk menaruh bayi berusia setahun setengah itu. ‘’Papa, silakan jemput kita di lobi terminal 2 D ya? Kita sudah di lobi,’’kata Olive menelfon suaminya. Dalam waktu kurang dari lima menit, Mersedes Benz S-Class hitam menepi di depan lobi. Refan Mananta keluar dari mobil membantu istrinya memasukkan barang-barang ke bagasi. ‘’Barang-barang lainnya dikirim paket? ‘’ ‘’Iya kemarin sudah kirim pake Lion Parcel. Katanya datang
Hidup di Kesempatan KeduaLife in a second chance. Pagi ini indah sekali...Aku berada di sini lagi. Segar sekali hawa pendingin ruangan, AC di ruang kerjaku. Tatanan ruang kerjaku masih sama. Padahal Jakarta telah banyak berubah, tapi tempat kerjaku masih sama. Aku bisa melihat rekan kerjaku, Si Tubagus...juga Pak Alex, mereka masih di sana. Ketika mata mereka menoleh ke kaca pembatas ruangan ini, mereka berdua berhamburan keluar ruangan dan menyerbuku di ruanganku. Aku sangat merindukan kehangatan mereka.‘’Hey. Yang baru bangun dari penerbangan ke planet Mars. Udah ngumpul semua nyawa kamu, Live? Ngucapin selamat dulu lah, kita ya, Pak Alex. Selamat ya, Live, hidup di kesempatan kedua. Kita denger kabar kamu mau dibalikin lagi ke kantor pusat. Kirain masih dua bulan lagi. Ngga tahunya dua hari lagi, ya Pak Alex, ya?’’‘’Iya bener, Bu.’’Jawab Pak Alex.‘&rsqu
Pasca Badai, Semua Baik-Baik SajaSuasana kehangatan suami istri Refan-Olive makin cair. Keharmonisan timbul pasca titik balik sadarnya Refan dari pengaruh buruk perempuan jalang yang mencekokinya dengan ekstasi saban malam. Perempuan itu tak berani menunjukkan batang hidungnya di wilayah Jabodetabek. Lantaran ketakutan menjadi TO (target operation) polisi, maka menyepi di kampung halamannya di desa terpencil di Cirebon, tanpa lacak jejak, mengganti nomor ponsel, lost contact.Pria yang seharusnya makin matang di usia menjelang 40 tahun ini juga sadar, rumah tangganya, istrinya dan mungkin saja anaknya nyaris terhilang hanyut bersama peliknya hujan badai hidup, prahara rumah tangga. Ibarat makin tinggi pohon, makin lebat buahnya, makin kencang anginnya. Rumah tangga pasangan ideal ini, benar-benar lulus uji.Meski tak berkomunikasi banyak dengan Olive, buku harian istrinya itu banyak menolongnya memberitahu betapa rumah tangganya telah hancur da
Simpul Si Mafia yang Putus Hiruk pikuk terjadi di lantai V gedung utama Badan Narkotika Nagari (BNN) Pusat berlokasi di daerah Cawang Jl MT Haryono 11 Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur. Suasana sore itu Senin, pukul 19.00, cukup ramai. Sebanyak 25 orang ditangkap oleh team IT BNN hari itu, dan diinapkan di sana, sebagai bagian dari proses penahanan mereka. Meski suasana lantai V gedung ini ramai, namun aura dan rona kepedihan, kesedihan, putus asa, kebingungan dan ketakutan menyeruak dari wajah para tersangka (TSK) tindak kejahatan narkoba yang baru ditangkap hari itu. Mereka sejak hari itu menghuni penahanan sementara di ruang kantor itu. Mereka ini ditangkap oleh tim IT BNN pusat, biasanya merupakan hasil pengembangan penyadapan IT berbasis laporan masyarakat. Niman, Erwin, Abah Engkus, Udin dan belasan TSK lainnya menginap di space kosong di lantai ini. Mereka diinapkan di ruang kosong yang disekat dengan dindin
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Pertama) Di ruang kosong sebelah ruang IT lantai V BNN Cawang, Niman dan Erwin beristirahat malam itu disana bersama belasan pria lainnya termasuk Abah Engkus dan Udin. Niman-Erwin merasakan lelah menyergap keduanya, setelah deretan panjang perjalanan dua hari dari Papua Nugini (PNG), Jayapura hingga sampai Jakarta. Beralaskan karpet plastik dan menggunakan sajadah sebagai bantal tidur, mereka melepas penat malam itu, tertidur pulas hingga terbangun tengah malam. Erwin terbangun malam itu lantaran mendengar suara seseorang yang sedang muntah di pojok ruangan. Memegangi kantong kresek dan duduk meringkuk dengan napas terengah-engah. Seorang kakek berusia sekitar hampir 60 an, perutnya agak tambun, badannya tidak tinggi hanya 160 cm, kulit kuning dengan rambut berombak sebagian perak. Erwin menyapa pria tua itu dan menawarkan bantuan memijit leher belakangnya.Membantu si kak
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Kedua) Sesal itu datangnya selalu belakangan. Semua tersangka yang ditangkap BNN juga menyatakan penyesalan yang sama. Kalau saja saya tidak ini, tidak itu, pasti saya nggak akan begini. Niman menyesali setiap keinginan dan cita-citanya bekerja jadi housekeeping hotel di Kuwait Uni Emirat Arab (UEA), hingga memaksanya mencari penghasilan tambahan agar ia bisa mengumpulkan biaya ke agen Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTKI). Ia juga tak percaya, bibinya menjerumuskannya ke keadaan ini. Pekerjaan ini ia dapatkan dari bibinya. Duduk meringkuk, bertopang tangan di lutut yang tertekuk, lalu ia membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan yang terbuka menutupi wajahnya. Niman berada di sudut ruangan. Di sebelahnya ada adiknya, Erwin, berusaha menghibur kakakya. ‘’Urang hayang gawe ke Kuwait, henteu terang yen urang gawe dina penjara. Ieu kumaha, Erwin? Hampura Erwin (Sa
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Ketiga) Sore yang ramai di Bandara Soetta. Pukul 15.00. Nana, pekerja back packer, rekrutan dari lowongan kerja di f******k, dihentikan oleh petugas Bea Cukai. Hasil pemindaian di mesin x-ray atas barang bawaannya, dua lukisan kaligrafi berbingkai panel kayu mengandung barang terlarang, narkoba. ‘’Anda kami tahan. Bersama barang bawaannya,’’ ‘’Handphone saya Bapak tahan juga?” ‘’Iya. Itu ada di ruangan atasan saya. Nanti akan diserahkan ke petugas BNN,’’jelas pria botak berseragam setelan biru tua bertuliskan bea cukai itu. Nana, perempuan berusia 32 tahun ini tengah kebingungan dan panik memikirkan anak-anaknya. Ia ditahan di ruangan Bea Cukai telah tiga jam lamanya. Tak paham apa yang terjadi padanya, ia menanyakan nasib keberadaannya ini akan diapakan. ‘’Memangnya saya nggak boleh pulang ya, Pak? Atau kasih kek ha
Perlawanan Sayap Patah, Suami Tertebus Sore itu cukup panas. Suhu udara Jakarta 28 derajat. Hangat tergolong panas. Namun, sore itu sangat sejuk buat Refan dan Olive. Sementara buat sebelas orang pengacara kuasa hukum pembela Refan, cuaca hari itu sangat segar menyemangati mereka. Detik-detik pelepasan klien mereka sedang berlangsung. Kemenangan mereka di depan mata. ‘’Selamat, Bapak Refan, buat prestasinya, luput dari jerat hukum,’’Kompol Agung menyalami Refan dengan sebuah senyuman. Refan membalas dengan senyuman asli, benar-benar tersenyum. ‘’Selamat, Pak Irawan. Sukses dalam tugas, ya, Pak?” Kompol Agung juga menyalami Ketua Tim Kuasa Hukum beranggotakan 10 orang pengacara ini. ‘’Terima kasih, Bapak Agung,’’balas Irawan. ‘’Saran dan masukan saya buat Bapak Refan dan juga 11 orang kuasa hukumnya. Barangkali bisa disampaikan ke khalayak yang lain. Tapi secara khusus siang ini saya pesan buat Bapak Refan. Bahwa jerat hukum narkoba itu sulit buat mengurainya, buat lepas dari itu.
Akhir dari Perang DinginIrawan dan Olive sedang mendiskusikan perihal keterkaitan keuangan suaminya dengan selingkuhannya. Namun, Irawan menggiring Olive agar ia memiliki strategi defensif yang lebih baik saat menghadapi suami yang berselingkuh. Irawan melihat Olive terlalu lembek menghadapi perselingkuhan suaminya. Sebagai akibatnya sangat fatal, kesehatan suaminya menjadi taruhan.‘’Saya punya klien orang-orang hebat sekelas Bapak Refan di habitat pekerjaannya masing-masing. Kasus pemakai narkoba. Kemiripannya sama. Mereka mengalami gangguan kejiwaan. Terlihat dari penjelasan keluarganya bahwa klien saya itu konsul ke dokter psikhiater. Umumnya mereka itu sama seperti Ibu, terlalu lembek, tidak mau sedikit galak. Akibatnya, racun narkoba masuk terus. Pemakaian narkoba jangka panjang bikin syaraf dan otak putus,’’ papar Irawan.‘’Bukannya Bapak pernah bilang, suami saya bukan sekedar dira
Pembuktian Dua Lacak Jejak TerakhirDari mana datangya lintah? Dari darat turun ke kali. Dari mana datangnya Rita? Dari diskotek turun ke kantor polisi. Ini peribahasa yang mencibir Refan sejak tadi. Ia mendengar seorang polisi berkelakar tentang perilaku selingkuhnya. Ia merasa sangat malu dan geram.Sepi kembali mencekam. Refan masih meniduri sofa panjang berlapis kain wool kuning. Berusaha tidur, namun ia gelisah. Dari terbaring, kembali berubah posisi ke duduk. Ia yakin Rita berada hanya berjarak beberapa meter dari gedung ini. Ia merasa sangat heran, kenapa kisah cinta yang ia tutup rapat seakan hanya dia dan iblis yang tahu, dipisahkan di tempat ini dengan cara ditelanjangi banyak pihak. Ketika rombongan pengacara, istri dan ibunya meninggalkannya di tempat itu seorang diri malam ini, ia merasakan lagi kesepian ini sebagai sebuah hukuman Tuhan. Sebuah karma. Jika bukan, tidak mungkin perasaan yang ia alami seperti ini.Ia mel
Harta Dalam Pernikahan dengan Mafia Narkoba, Disita Negara Refan adalah orang pertama yang kaget dan tidak bisa terima penjelasan itu. Namun ia menahan diri seolah tanpa ekspresi meski dalam batinnya marah, kecewa tak terperi. Yang jelas sedih mendengar hal itu adalah Olive. Ia berpikir, mulai malam ini ia beristirahat dari penat mengumpulkan data pembelaan untuk suaminya. Namun, Olive juga berusaha berwajah dingin seolah tak perlu bereaksi. Namun, yang wajahnya tak bisa dibohongi dan tak bisa menyembunyikan ekspresi kagetnya adlah Tante Anita. ‘’Loh, kenapa?” Tanya Tante Anita. Irawan segera menghadap Kompol Agung dan membahas hal itu tidak di hadapan kliennya. Dari kejauhan terlihat Polisi dan Irawan terlibat negosiasi yang alot. Namun tak berapa lama kemudian, Irawan kembali ke ruangan di mana klien dan keluarganya sedang berkumpul. Tim kuasa hukum Refan berada di pihak yang diombang-ambingkan nasibnya. Di dalam hati s
Detik-Detik Penentuan ''Kutunggu Cinta.Apakah berpihak kepadaku. Ku meminta jawab saat ini.''Sebuah puisi yang dituliskan entah oleh siapa di sebuah brosur sekolah playgroup yang sengaja dimasukkan orang ke celah di bawah pintu unit apertemennya. Olive berterima kasih atas tanda alam yang dianugerahkan Tuhan lewat brosur ini. Ia meminggirkannya ke tong sampah. Brosur itu ia baca sesaat sebelum meninggalkan apartemennya, malam itu Waktu menunjukkan pukul 20.10. Langit Jakarta tak segelap rona hidup yang baru saja melewati rumah tangga Olive-Refan. Olive dan mertuanya sedang dalam perjalanan menuju BNN Cawang. Mercedes Benz S-Class Hitam bernomor polisi B 1988 RO itu memasuki jalan besar Gatot Subroto menuju arah Cawang. Mereka masih membahas perselingkuhan Refan dengan penari striptis mafia narkoba, Rita Anastasia ‘’Nak, kamu memang beda dibandingkan para istri kebanyakan. Ekspresi kamu itu melihat kelakuan anak Tant
Mencerna Sebuah Kehilangan Hari ini pertempuran wanita murahan Vs wanita rumahan sepertinya segera berakhir, Olive mencerna makna kehilangan. Ia menemukan kembali hati suaminya utuh, meski raganya babak belur. Suaminya lolos dari lubang maut jerat hukum cinta sang mafia narkoba, Rita Anastasia. Bisa maut service ranjang Rita Anastasia yang merasuk di tubuh Refan juga telah habis. Refan Mananta akhirnya menyadari ia meminum racun mut setiap hari. Namun bersyukur ia punya Tuhan yang memberi dia seorang penolong, istri yang baik budi. Irawan menghubungi istri kliennya, Olivia Mananta memberitahukan bahwa malam itu sekitar pukul 11. 00 dalam tiga jam ke depan suaminya akan dibebaskan BNN. Irawan meminta Olive agar menyiapkan penyambutan terbaik atas kemenangan suaminya melawan mafia narkoba yang menjeratnya dalam masalah besar ini. Olive sedang kelelahan beristrahat di rumah. Namun ia siaga dengan ponselnya kalau-kalau pengac
Titik Terang Olive merasakan kelelahannya memuncak hari ini. Ia berharap dua rekening bank ini adalah pencarian terakhirnya. Ia sungguh kecewa, ketika sampai di kantor Bank, itu Customer Service (CS) mengatakan akan tutup dalam satu jam ke depan dan tidak menerima permintaan pelayanan yang membutuhkan waktu tunggu cukup lama. Maka ia meminta kepada staf CS itu agar mengerjakan print out rekening bank suaminya esok hari. ‘’Jika Ibu bisa kerjakan selesai besok siang jam 12, saya ambil ke sini jam 12. Saya minta nomor ponselnya, boleh? Saya akan memberikan tips yang layak untuk kerja keras Ibu. Karena saya sadar, yang saya minta itu cetak buku rekening koran selama 5 tahun,’’jelas Olive ke staf CS Bank OCBC NISP Gedung wisma 46. Staf perempuan berambut panjang dengan bulu mata lentik itu langsung membelalakkan matanya, lalu tersenyum. ‘’Ibu sangat membutuhkan segera ya, Bu? Saya bisa kerjakan setelah ini. Berhubung i
Sesal Itu Pasti Belakangan Jam tangan menunjukkan Pukul 11.30. Olive bersiap meluncur ke BNN untuk membesuk suaminya. Namun sebelum berangkat ke sana, ia merasa perlu menghubungi pengacaranya.‘’Halo, selamat siang, Pak Irawan. Bapak sudah ketemu suami saya hari ini? Ada kabar apa, Bapak?” Tanya Olive saat menghubungi Irawan, siang itu.‘’Sudah, Ibu. Saya sudah ketemu beliau. Saya juga sudah menghadap Kepala Deputy IV BNN Pak Benny. Saya beritahukan kepada BNN, bahwa kuasa hukum Pak Refan sudah mendaftarkan praperadilan ke PN Selatan,’’‘’Terus itu reaksi BNN gimana, Pak?”‘’Ya, itu ancaman buat mereka. Itu akan menurunkan kredibilitas kinerja mereka. Karena kalau menang atau tidak di praperadilan, kita tetap akan laporkan kinerja institusi BNN ke Indonesia Police Watch. Terus bukan itu saja, kita akan laporkan juga ke lembaga PBB United Nations
Menghitung Hari Dag Dig Dug Hari keempat penangkapan Refan Mananta. Hari masih pagi. Olive tak jenak bekerja. Sebentar-sebentar ia melihat jam. Ia ingin jam cepat menunuju 11.30, dia harus mengunjungi suaminya. Saat ini baru jam 09.00. Lalu ia pergi menuju ruangan Tubagus, seperti biasa ingin minta saran dan masukan. Ia melihat Tubagus berada di kabin server IT, maka ia tak berani mengganggu. Namun karena telah satu jam Tubagus tak kunjung nongol ke luar kabin, maka ia memberanikan diri masuk ke ruangan Tubagus. ‘’Gus....Gus....Lagi sibuk ya, Gus?” ‘’Hem...kenapa, Non?’’ Tubagus mencondongkan kepala ke luar kabin. ‘’Aku duduk di sini aja boleh ya, Gus? Aku ganggu kamu sehari ini, boleh? Mau ngomongin itu tuh?” ‘’Boleh....Tapi aku di sini, ya Non? Soalnya ini sedikit lagi kelar. Paling setengah jam,’’jelas Bagus. ‘’Ok, makasih, Gus,’’jawab Olive. ‘’Udah, kamu sambil cerita, aku dengerin,’’Jawab Tu