Pembelajaran Hidup dari Buku Diary
Refan masih membaca buku diary milik Istrinya. Isi diary setebal 300 halaman itu, hampir semuanya mengisahkan tentang dia, kebejatannya, dan pengaduan Olive kepada Tuhan. Dia begitu ingin belajar tentang apa kekurangannya selama ini terhadap istrinya.
Pikirnya, kehidupan pribadinya tak diketahui banyak oleh perempuan intelek yang selama ini hanya diam jika dia perlakukan secara kasar, asusila dan tak senonoh. Ternyata ia salah besar. Ternyata Olivia Mananta istrinya ini mengetahui banyak hal kehidupan pribadinya yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Duh....
1 November, di parkiran basemen dua, kantorku.
Aku menuliskan ini di toilet basement, setelah menangis setengah jam lamanya di sana. Aku merenungi peristiwa yang menimpaku tadi pagi di kantorku, di parkiran basemen satu, di dalam mobil suamiku. Dia menelfon ponselku, tak kuangkat. Lalu dia menelfon lagi, lalu kuangkat, namu
Kembalinya Hati Sang Suami Siang itu genap 14 hari, Refan menghabiskan masa cuti tahunannya untuk menemani istrinya di rumah sakit. Hati seorang suami yang hilang telah dikembalikan Tuhan kepada istrinya melalui musibah yang membawa istrinya pada kondisi vegetatif, koma. Sebuah bahasa peringatan dilontarkan Tuhan yang sedang menggelar persidangan penentuan nasib dua orang di satu pernikahan. Ibarat delik aduan. keluhan dan kesusahan seorang istri yang didzolimi dalam pernikahan sampai ke telinga Tuhan. Tuhan hakim yang adil itu akan memutuskan perkara pasangan suami istri Refan-Olive. Ayo mau pilih mana? Hidup? Ataukah mati? Refan telah lulus dalam persidangan yang tadinya akan menjatuhkan vonis kematian untuk istrinya. Ia juga merasakan proses yang sama saat mengalami stroke ringan. Ia diperhadapkan pada pilihan mau hidup dengan melepas ekstasi ataukah terus mengkonsumsi ekstasi dan endingnya mati. Dokter menyat
Refan masuk kerja, setelah mengambil cuti tahunan dua minggu. Awal pekan cukup menceriakannya. Rapat pagi divisi Industrial Relations and Policy PT Osfon dipenuhi dengan gelak tawa. Meski Refan Mananta, pimpinan divisi ini tak menghandel operasional dalam satu setengah bulan terakhir, tetapi dilimpahkan ke Pjs (Pejabat Sementara) Bapak Rudi, situasi perusahaan tetap terkendali. Jajaran staf dan direksi divisi ini mengucapkan selamat atas kesembuhan direktur mereka. ‘’Bapak rawat inap satu setengah bulan di rumah sakit?”Tanya Pak Rudi. ‘’Tidak sih, saya cuman rawat inap 30 hari karena serangan stroke ringan. Selebihnya saya nengok istri saya yang berdinas di Blok Rokan, masuk rumah sakit juga,’’jawab Refan tak bermaksud memperjelas sakit istrinya apa. ‘’Ibu sakit apa, Bapak?” ‘’Biasa, Pak. Ada chaos K3. Istri saya manager HSE yang sedang turun ngecek situasi lapangan. Nggak tahunya ada kebocoran gas Hidrogen Sulfida
Restart Settingan Pabrik Akhirnya, aku kembali lagi ke kota ini. Ke rumahku. Olive menarik nafas panjang saat keluar dari pesawat Citilink. Ia menelfon suaminya memberitahu bahwa ia telah landing. Ia memberitahukan juga tempat penjemputannya lobi Terminal 2 D Bandara Soekarno Hatta. Mba Nung menggendong Adek Eif. Mereka menuju belt conveyor pengambilan bagasi penumpang. Dalam tiga puluh menit, mereka telah mendapatkan barang-barang bawaan. Mba Nung membuka packing troli bayi dan membukanya utuk menaruh bayi berusia setahun setengah itu. ‘’Papa, silakan jemput kita di lobi terminal 2 D ya? Kita sudah di lobi,’’kata Olive menelfon suaminya. Dalam waktu kurang dari lima menit, Mersedes Benz S-Class hitam menepi di depan lobi. Refan Mananta keluar dari mobil membantu istrinya memasukkan barang-barang ke bagasi. ‘’Barang-barang lainnya dikirim paket? ‘’ ‘’Iya kemarin sudah kirim pake Lion Parcel. Katanya datang
Hidup di Kesempatan KeduaLife in a second chance. Pagi ini indah sekali...Aku berada di sini lagi. Segar sekali hawa pendingin ruangan, AC di ruang kerjaku. Tatanan ruang kerjaku masih sama. Padahal Jakarta telah banyak berubah, tapi tempat kerjaku masih sama. Aku bisa melihat rekan kerjaku, Si Tubagus...juga Pak Alex, mereka masih di sana. Ketika mata mereka menoleh ke kaca pembatas ruangan ini, mereka berdua berhamburan keluar ruangan dan menyerbuku di ruanganku. Aku sangat merindukan kehangatan mereka.‘’Hey. Yang baru bangun dari penerbangan ke planet Mars. Udah ngumpul semua nyawa kamu, Live? Ngucapin selamat dulu lah, kita ya, Pak Alex. Selamat ya, Live, hidup di kesempatan kedua. Kita denger kabar kamu mau dibalikin lagi ke kantor pusat. Kirain masih dua bulan lagi. Ngga tahunya dua hari lagi, ya Pak Alex, ya?’’‘’Iya bener, Bu.’’Jawab Pak Alex.‘&rsqu
Pasca Badai, Semua Baik-Baik SajaSuasana kehangatan suami istri Refan-Olive makin cair. Keharmonisan timbul pasca titik balik sadarnya Refan dari pengaruh buruk perempuan jalang yang mencekokinya dengan ekstasi saban malam. Perempuan itu tak berani menunjukkan batang hidungnya di wilayah Jabodetabek. Lantaran ketakutan menjadi TO (target operation) polisi, maka menyepi di kampung halamannya di desa terpencil di Cirebon, tanpa lacak jejak, mengganti nomor ponsel, lost contact.Pria yang seharusnya makin matang di usia menjelang 40 tahun ini juga sadar, rumah tangganya, istrinya dan mungkin saja anaknya nyaris terhilang hanyut bersama peliknya hujan badai hidup, prahara rumah tangga. Ibarat makin tinggi pohon, makin lebat buahnya, makin kencang anginnya. Rumah tangga pasangan ideal ini, benar-benar lulus uji.Meski tak berkomunikasi banyak dengan Olive, buku harian istrinya itu banyak menolongnya memberitahu betapa rumah tangganya telah hancur da
Simpul Si Mafia yang Putus Hiruk pikuk terjadi di lantai V gedung utama Badan Narkotika Nagari (BNN) Pusat berlokasi di daerah Cawang Jl MT Haryono 11 Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur. Suasana sore itu Senin, pukul 19.00, cukup ramai. Sebanyak 25 orang ditangkap oleh team IT BNN hari itu, dan diinapkan di sana, sebagai bagian dari proses penahanan mereka. Meski suasana lantai V gedung ini ramai, namun aura dan rona kepedihan, kesedihan, putus asa, kebingungan dan ketakutan menyeruak dari wajah para tersangka (TSK) tindak kejahatan narkoba yang baru ditangkap hari itu. Mereka sejak hari itu menghuni penahanan sementara di ruang kantor itu. Mereka ini ditangkap oleh tim IT BNN pusat, biasanya merupakan hasil pengembangan penyadapan IT berbasis laporan masyarakat. Niman, Erwin, Abah Engkus, Udin dan belasan TSK lainnya menginap di space kosong di lantai ini. Mereka diinapkan di ruang kosong yang disekat dengan dindin
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Pertama) Di ruang kosong sebelah ruang IT lantai V BNN Cawang, Niman dan Erwin beristirahat malam itu disana bersama belasan pria lainnya termasuk Abah Engkus dan Udin. Niman-Erwin merasakan lelah menyergap keduanya, setelah deretan panjang perjalanan dua hari dari Papua Nugini (PNG), Jayapura hingga sampai Jakarta. Beralaskan karpet plastik dan menggunakan sajadah sebagai bantal tidur, mereka melepas penat malam itu, tertidur pulas hingga terbangun tengah malam. Erwin terbangun malam itu lantaran mendengar suara seseorang yang sedang muntah di pojok ruangan. Memegangi kantong kresek dan duduk meringkuk dengan napas terengah-engah. Seorang kakek berusia sekitar hampir 60 an, perutnya agak tambun, badannya tidak tinggi hanya 160 cm, kulit kuning dengan rambut berombak sebagian perak. Erwin menyapa pria tua itu dan menawarkan bantuan memijit leher belakangnya.Membantu si kak
Kisah Mereka Yang Diumpan Mafia (Bagian Kedua) Sesal itu datangnya selalu belakangan. Semua tersangka yang ditangkap BNN juga menyatakan penyesalan yang sama. Kalau saja saya tidak ini, tidak itu, pasti saya nggak akan begini. Niman menyesali setiap keinginan dan cita-citanya bekerja jadi housekeeping hotel di Kuwait Uni Emirat Arab (UEA), hingga memaksanya mencari penghasilan tambahan agar ia bisa mengumpulkan biaya ke agen Perusahaan Jasa Tenaga Kerja (PJTKI). Ia juga tak percaya, bibinya menjerumuskannya ke keadaan ini. Pekerjaan ini ia dapatkan dari bibinya. Duduk meringkuk, bertopang tangan di lutut yang tertekuk, lalu ia membenamkan wajahnya di kedua telapak tangan yang terbuka menutupi wajahnya. Niman berada di sudut ruangan. Di sebelahnya ada adiknya, Erwin, berusaha menghibur kakakya. ‘’Urang hayang gawe ke Kuwait, henteu terang yen urang gawe dina penjara. Ieu kumaha, Erwin? Hampura Erwin (Sa