Bab 68Rencana Bu IndahYana mengerutkan keningnya memperlihatkan ponsel tersebut kepada Fikri. "Bang, kok Ibu nelpon ke nomor Yana?" tanya Yana menyodorkan ponselnya kepada Fikri.Fikri menerima ponsel tersebut. Benar saja, ibunya menelepon ponsel Yana. "Ada apa gerangan? Mengapa ibu tidak menghubungiku langsung?" Gumam Fikri di dalam hati."Angkat saja, siapa tahu penting,."ujar Fikri seraya memberikan ponsel tersebut kembali kepada Yana."Assalamualaikum, halo, Bu. Ada apa?" Yana menjawab telpon tersebut."Yana, apa Fikri sedang bersama kamu?" tanya Bu Indah tanpa basa-basi."Iya, nih, Bu." Jawab Yana mengernyitkan keningnya mendengar nada bicara Bu Indah yang tidak sama seperti biasanya."Berikan ponselnya kepada Fikri, Ibu mau bicara!" ucap Indah kepada Yana dengan nada sedikit kasar.Yana lalu menyodorkan ponsel tersebut kepada Fikri. "Ibu mau bicara sama Bang Fikri," ujar Yana.Fikri menerima ponsel tersebut dengan hati yang berdebar-debar,seperti tahu apa yang akan dikatakan o
Bab 69"Kenapa kamu nggak dengar omongan ibu,Nak?" Bu Indah menatap Fikri yang baru saja masuk ke dalam rumah."Bu, Fikri tadi buru-buru, jadi tidak bisa menjemput ibu terlebih dahulu," jawab Fikri memberi penjelasan."Ya seharusnya, kamu nunggu ibu, dong," ujar Bu Indah bersikukuh."Ibu kenapa, sih? Kenapa nggak boleh aku ketemu sama Yana? Aku cuma sekedar nemani dia aja." Ujar Fikri mendudukkan tubuhnya disamping Bu Indah."Ibu hanya tidak ingin pertemuan kamu dengan Yana menimbulkan fitnah," sahut Bu Indah."Siapa yang akan memfitnah, Bu?" tanya Fikri menoleh pada ibunya."Siapa saja, Nak. Kamu tahu tidak, Yana itu statusnya masih istri orang. Ibu tidak mau ada fitnah yang nanti ditujukan kepada mu, fitnah yang mengatakan kamu menjadi orang ketiga dalam hancurnya rumah tangga Yana." jelas Bu Indah kepada Fikri."Tapi, Bu, Yana butuh support aku," jawab Fikri lagi."Ibu tahu, maka dari itu, biar ibu yang terus memberi support kepada Yana!" Ujar Bu Indah menatap Fikri dengan tajam.F
Bab 70Kelicikan ArifBu Bejo memperlihatkan ransel Yana yang telah dipersiapkannya kepada Intan."Kayaknya Yana berniat untuk kembali ke Pati. Kamu lihat ransel itu? Sepertinya Yana sudah mempersiapkan keberangkatannya." Ujar Bu Bejo menunjuk ransel Yana yang terletak di dekat pintu."Masa sih, Bu?" Intan mengernyitkan keningnya. Matanya beralih pada ransel yang di tunjuk oleh ibunya."Pasti ada sesuatu yang membuat Mbak Yana berniat untuk pergi," gumam Intan di dalam hati.Intan menyiapkan pakaian Yana dan bapaknya ke dalam ransel yang berbeda. Setelah semua siap, Intan berpamitan pada ibunya untuk segera berangkat ke Rumah Sakit.********Yana memandangi bapaknya yang masih terlelap. Pikiran Yana kembali berkecamuk antara mengikuti saran Fikri atau mengikuti kata hatinya.Ketika Yana masih sibuk dengan pikirannya, Intan masuk dan meletakkan tas berisi pakaian Yana dan bapaknya kedalam lemari pasien. "Mbak, ngapain ransel mbak berada di dekat pintu?" Tanya Intan ketika duduk disamp
Bab 71********Arif begitu bersemangat mengikuti terapi, namun langkahnya terhenti saat melihat Bu Bejo datang bersama seorang perempuan yang cantik jelita dan berpakaian seksi."Hai Mas Arif, apa kabar?" perempuan itu mencium pipi Arif dengan tiba-tiba.Arif terkejut diperlakukan demikian, dengan halus Arif menolak perempuan itu."Siapa dia, Bu?" tanya Arif menoleh ibunya."Ini Sinta, loh, Rif. Masa kamu lupa, sih? tanya Bu Wongso dengan senyum terkembang."Sinta? Sinta yang mana, ya?" Tanya Arif seperti mengingat sesuatu."Sinta anaknya pakde Rahmat," ujar Bu Wongso mengingatkan Arif.Arif langsung teringat, bagaimana dulu ibunya menentang pernikahannya dengan Yana karena ibunya ingin menjodohkan Arif dengan Sinta. Arif ingat betul, Sinta adalah perempuan keturunan ningrat dan sudah mulai tergila-gila pada Arif sejak masih SMU. Sinta bahkan rela memberikan apa saja kepada Arif demi mendapatkan perhatian Arif. Namun, ketika Arif menolak perjodohan tersebut dan menikah dengan Yana, r
Bab 72Mendatangi rumah pembully"Sebenarnya Mbak kenapa, sih?" tanya Intan kepada Yana."Kenapa apanya?" Yana balik bertanya tanpa menghentikan pekerjaannya."Kayaknya ada yang aneh sama sikap Mbak," jawab Intan menyelidik. "Nggak ada yang aneh, Intan. Mbak hanya tidak tega meninggalkan Bapak hanya bersama ibu saja," elak Yana."Intan mencium sesuatu yang tidak beres" sahut Intan menatap Yana tajam."Maksudmu?" Yana menghentikan meracik bumbu dan membalas menatap Intan."Intan merasa, sepertinya mbak sengaja menghindar dari bang Fikri. Kenapa, mbak?" tanya Intan terus mendesak Yana."Tidak apa-apa," jawab Yana berbohong."Mbak tidak boleh berbohong padaku, Mbak harus jujur, apapun masalahnya kita bisa selesaikan ini secara baik-baik." ujar Intan membujuk Yana. Yana hanya menarik napas berat. "Mbak hanya tidak ingin, kalau Bang Fikri berharap Mbak akan membalas cintanya. Karena sampai kapanpun, Mbak hanya mencintai Mas Arif." Yana mendengus kesal. "Sebenarnya hati mbak terbuat dar
Bab 73"Bu Rita, keluar! Bu Rita!" Pak Bejo berteriak di halaman rumah Bu Rita.Beberapa tetangga yang mendengar suara lantang Pak Bejo melihat keluar rumah dengan penasaran. Karena suara Pak Bejo lumayan lantang meneriaki Bu Rita untuk keluar dari rumahnya.Mendengar namanya dipanggil berkali-kali, Bu Rita keluar dari rumah dan terkejut mendapati Pak Bejo yang berkacak pinggang dengan wajah merah padam."Ada apa ini, Pak? berani sekali bapak meneriaki saya dengan lantang seperti ini!" tanya Bu Rita dengan nada yang tidak kalah lantang."Apa maksud anda membully Yana dan mengatakan Yana akan menjadi janda yang menjadi perebut suami orang, Hah?" tanya Pak Bejo menatap Bu Rita dengan tajam.Mendapati pertanyaan yang tanpa sedikitpun akan terpikir olehnya membuat Bu Rita kaget, namun, Bu Rita tidak ingin terlihat takut oleh Pak Bejo. "Ouwh ... jadi anak kesayangan Pak Bejo itu sudah mengadu sama bapaknya?" tanya Bu Rita tersenyum sinis."Jadi benar, apa yang diceritakan oleh Yana?" kata
Bab 74Kekalahan Pak Bejo"Sebenarnya ... Bu Rita itu orangnya memang suka membully orang. Hanya saja, selama ini tidak ada orang yang berani menuntut perkataan Bu Rita yang sering menyakitkan hati." ujar bu RT kepada suaminya. Pak RT mengerutkan keningnya."Maksud Ibu?" tanya Pak RT dengan tatapan heran."Maksud ibu, Bu Rita itu memang suka membully orang lain, beberapa Minggu yang lalu, Bu Rita juga pernah membully anaknya Pak angger yang tidak lulus sekolah. Untung saja anaknya Pak angger tidak mengadu kepada bapaknya, sehingga masalah itu tidak diperpanjang." ujar bu RT panjang lebar."Masa sih, Bu?" tanya Pak RT lagi."Beneran lho, Pak, bahkan pernah juga Bu Rita itu membully istrinya kang Eman. Karena istri kang Eman itu hamil lagi, sedangkan anaknya masih sangat kecil." jawab Bu RT tertawa kecil."Wah ... ternyata Bu Rita itu beneran biang gosip ya, Bu?" tanya Pak RT menyandarkan punggungnya di sofa."Iya, Pak, hanya saja, korban yang dibully sebelumnya tidak ada yang berani me
Bab 75Yana semakin menangis mendengar perkataan bapaknya, Yana menyesali perbuatannya. Karena keegoisannya, karena kerapuhan hatinya, Yana telah membuat hati bapaknya kecewa."Maafkan Yana, Pak. maafkan Yana," Yana mencoba meraih tangan Pak Bejo.Pak Bejo tidak merespon apapun, pandangan matanya nanar. Air mata terus membanjiri wajahnya. Hati Pak Bejo terasa sakit melihat kelakuan dan perbuatan Yana, Pak Bejo tidak pernah berfikir kalau Yana akan serapuh itu."Ternyata, besarnya kasih sayang yang kami berikan tidak mampu mengalahkan besarnya cintamu kepada Arif. Terbukti, ketika ada masalah. Kamu memutuskan untuk kembali kepada suamimu yang bejat itu." Pak Bejo melepaskan tangannya dari genggaman Yana."Itu enggak benar, Pak! itu enggak benar!" ujar Yana kembali meraih tangan yang mulai keriput itu."Itu benar, Nduk. Kenyataannya seperti itu. Kalau memang kamu menyayangi kami sebagai orang tuamu, kamu tidak akan melakukan ini. Ketika kamu di-bully, kamu pasti akan berbagi kesedihanmu