Bab 85"Apapun yang terjadi, Kamu harus memberitahu abang jika kamu membutuhkan bantuan," ujar Fikri sebelum menaiki sepeda motor, ketika mereka akan kembali ke kota Jambi."Iya, Bang! Yana akan telpon Abang kalau Yana butuh sesuatu," jawab Yana.Dila tidak mau melepaskan diri dari gendongan Fikri. Dila terus melingkarkan tangannya di leher Fikri membuat Fikri tidak bisa menaiki sepeda motor."Papa pergi dulu, ya, Nak! besok Dila ketemu sama papa lagi," bujuk Fikri kepada Dila."Enggak mau, pokoknya papa tetap disini!" Dila mulai merengek tidak ingin ditinggalkan oleh Fikri.Fikri mengusap wajahnya kasar, bingung harus bagaimana. Karena sejujurnya, Fikri sangat menyayangi Dila, tapi, tidak mungkin Fikri berlama-lama di sana karena tidak ingin terjadi fitnah yang membuat orang-orang semakin membully Yana."Gini aja bro, kita ajak aja Dila jalan-jalan dulu sampai dia tertidur. Setelah itu, baru kita antar lagi kemari!" usul Arka kepada Fikri."Bener, deh, Bang, coba aja bawa Dila jalan-
Bab 86Membujuk Yana"Mas mau berangkat kesana menggunakan mobil atau mau naik pesawat?" tanya Sinta. Arif berpikir sejenak, jika Arif mengendarai mobil, perjalanan yang akan ditempuh tentu saja memakan waktu yang lama. Bisa mencapai tiga sampai empat hari, namun, jika Arif pergi dengan naik pesawat, maka Arif pasti bisa sampai ke tempat Yana dalam waktu beberapa jam saja."Sepertinya, Mas naik pesawat saja. Supaya cepat sampai, bukankah lebih cepat lebih baik," ujar Arif menatap Sinta."Baik, Mas! nanti aku akan ambil uangnya ke rumah dulu, setelah mas sampai di sana, segera mas talak Yana. Kita akan mengurus perceraiannya disini, setelah itu baru kita akan menikah!" dengan semangat Sinta mengatur skenario yang harus dijalani oleh Arif.Arif tersenyum dan memeluk Sinta dengan erat. "Pasti! kita akan segera menikah!" Arif menyunggingkan senyumnya dengan licik.Arif merasa bahagia akhirnya bisa menemukan Di mana keberadaan Yana dan Dila. Arif memutuskan untuk segera berangkat ke Jambi
Bab 87Pukul 7 pagi, Arif telah tiba di bandara. Sinta mengantarkan sampai ke halaman bandara."Setelah urusan Mas selesai, segera pulang. Karena kita harus segera mengurus surat perceraian Mas!" ujar Sinta."Kamu tenang saja, Sayang, mas datang ke sana hanya untuk mentalak Yana, setelah itu, mas akan kembali lagi ke sini, untuk mengurus perceraian dan segera menikahimu." Arif menggenggam erat tangan Sinta.Sinta dan Arif berpelukan sejenak, ketika Arif sudah mulai memasuki bandara.Sepanjang perjalanan Arif terus membayangkan akan bahagia hidup bersama Yana dan Dila kembali. Arif berencana untuk membawa Dila dan Yana pulang ke Pati, namun tidak ke rumah ibunya. Dikarenakan Arif tidak ingin ibunya kembali bersikap berbuat kasar kepada Yana.Perpisahan selama beberapa bulan membuat Arif teramat sangat merindukan Yana. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sejujurnya cinta Arif hanya untuk Yana. Tidak peduli bagaimana perkataan orang tentang Yana, tidak peduli banyak orang yang mengatakan bahwa
Bab 88Menolak permintaan Arif"Kalau mas tidak ingin tinggal di sini dan tidak ingin bekerja menjadi petani, pergilah! kembalilah ke rumah Ibu. Karena Yana tidak akan pernah ikut kemanapun mas pergi. Yana akan pertahankan rumah tangga kita kalau Mas bersedia tetap tinggal di sini." jawab yana lagi.Mendengar ada suara orang berbicara di luar rumahnya, Pak Bejo pun keluar dari rumah dan terkejut ketika mendapati Arif sedang berdebat dengan Yana.Tanpa basa-basi Pak Bejo langsung melayangkan pukulannya di wajah Arif.Arif yang mendapat serangan dengan tiba-tiba tidak bisa menghindar, sehingga terhuyung ke belakang dan ujung bibirnya sedikit berdarah."Untuk apa kamu kemari lagi? belum puas kau menyakiti anakku?" Pak Bejo menatap Arif dengan tajam."Maafkan saya, Pak! Saya telah lalai menjalankan tugas saya sebagai seorang suami, tapi saya berjanji, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama!" jawab Arif meraih tangan Pak Bejo dan menciumnya bertubi-tubi.Pak Bejo menepis tangannya
Bab 89"Memangnya Intan tidak di kamar yang berbeda?" tanya Arif memindai rumah tersebut."Nggak, Mas! Yana sekamar sama Intan," jawab Yana."Kalau begitu, mas tidur di kamar itu saja!" Arif menunjuk sebuah kamar yang bersebelahan dengan kamar Intan "Itu kamar Sasa, ngapain mas tidur di kamarnya? Sasa bisa mengamuk!" jawab Yana lagi."Dek, mas ini lelah! Mas ingin beristirahat, masa kamu suruh beristirahat di depan televisi seperti ini? Apa salahnya kamu meminta Sasa tidur bersama Intan?" ujar Arif dengan nada sedikit kasar."Maaf, ya, Mas! Ini rumah orang tuaku, jadi kita tidak punya hak untuk mengatur penghuninya. Bukankah di rumah ibumu juga seperti itu?" hardik Yana menjauhi Arif."Mama ...." tiba-tiba Dila muncul dari dalam kamar Intan dan menghampiri Yana."Dila ... Sayang ...." Arif mencoba memeluk Dila, namun bocah berumur dua tahun itu menghindar bahkan ketakutan melihat Arif."Sayang, ini papa!" Arif mengulurkan tangannya untuk memeluk Dila. Sayangnya, Dila menggelengkan ke
Bab 90Pemberi harapan palsuSinta ketakutan melihat ekspresi wajah Bu Wongso. Perlahan, Sinta melangkah mundur, namun, Bu Wongso semakin mendekatinya."Jawab, Sinta!" bentakan Bu Wongso membuat Sinta terkejut."Sinta antar ke bandara! Karena Mas Arif ingin ke Jambi dan mentalak Yana!" jawab Sinta menggigit bibir bawahnya."Bodoh kamu, perempuan bodoh!" Bu Wongso menjambak rambutnya dan menangis histeris."Bu, Mas Arif menemui Yana karena ingin mentalak Yana!" ujar Sinta menatap Bu Wongso yang menangis terduduk."Kamu percaya? Arif itu tidak akan pernah menceraikan Yana. Dia sayang sama Dila!" sahut Bu Wongso lirih."Maksud ibu?" tanya Sinta mendekati Bu Wongso."Arif itu teramat sangat menyayangi Dila. Dia tidak akan pernah mau kehilangan Dila. Sedangkan kamu tahu sendiri, kalau Dila tidak bisa hidup tanpa mamanya. Ibu sudah wanti-wanti agar Arif tidak mencari Yana, tapi kamu malah memberinya jalan untuk menemukan perempuan laknat itu!" jawab Bu Wongso bangkit dan duduk di kursi."Ap
Bab 91Yana mengerti maksud dari perkataan Arif. "Lihat nanti, deh!" ujar Yana berlalu membawa Dila masuk ke dalam kamar.Arif tersenyum, karena sesaat lagi bisa melepaskan hasrat yang telah membuncah selama beberapa bulan.Tiga jam lamanya Arif menunggu. Namun, Yana tak kunjung keluar dari kamar Intan. Arif mulai gelisah, lalu memutuskan untuk mengetuk kamar Intan. Tidak disangka, apa yang dilakukannya membuat Dila menangis dengan kencang dan membangunkan seisi rumah.Pak Bejo dan istrinya keluar dari kamar dan melihat Arif yang menggedor kamar Intan."Dila kenapa, Rif?" tanya Pak Bejo melotot ke arah Arif.Arif hanya menggelengkan kepalanya dan kembali berbaring di depan televisi karena Yana tak kunjung membuka pintu. Hingga pagi, Arif masih belum bisa memejamkan matanya.******"Dek, kita jalan-jalan, Yok!" ajak Arif kepada Yana setelah mereka sarapan."Yana banyak kerjaan, Mas. Hari ini mau bikin kue sama Intan untuk Acara di masjid!" sahut Yana.Yana sudah menyusun rencana denga
Bab 92Lingkaran hitam"Terserah mas! Yang pasti, jika mas pergi dari sini, berarti mas memilih berpisah. Yana akan urus perceraian kita secepatnya!" ujar Yana menatap manik mata Arif."Enggak, Dek! Kita tidak akan pernah berpisah!" Arif mengambil tas ranselnya dan segera menaiki sepeda motor yang sebelumnya sudah dia pesan ketika di warung."Mas akan kembali lagi setelah ibu sembuh! Kita akan kembali bersama!" Arif hendak mencium kening Yana, namun Yana segera menghindar.Yana tidak ingin hatinya terluka dengan harapan palsu yang diberikan oleh Arif.Arif mendekati Dila dan mencium pipi bocah kecil itu. "Papa akan kembali. Dila baik-baik sama mama, ya, Sayang!" ujar Arif membelai rambut Dila.Dila tidak merespon, hanya menatap sekilas. Lalu kembali memeluk Yana dengan erat."Tunggu mas, Dek! Jangan pernah menggugat cerai. Karena sampai kapanpun, Mas akan menolak. Mas tidak ingin berpisah denganmu!" ujar Arif ketika sudah menaiki sepeda motor.Yana mengusap setetes air mata yang jatuh