Bab 88Menolak permintaan Arif"Kalau mas tidak ingin tinggal di sini dan tidak ingin bekerja menjadi petani, pergilah! kembalilah ke rumah Ibu. Karena Yana tidak akan pernah ikut kemanapun mas pergi. Yana akan pertahankan rumah tangga kita kalau Mas bersedia tetap tinggal di sini." jawab yana lagi.Mendengar ada suara orang berbicara di luar rumahnya, Pak Bejo pun keluar dari rumah dan terkejut ketika mendapati Arif sedang berdebat dengan Yana.Tanpa basa-basi Pak Bejo langsung melayangkan pukulannya di wajah Arif.Arif yang mendapat serangan dengan tiba-tiba tidak bisa menghindar, sehingga terhuyung ke belakang dan ujung bibirnya sedikit berdarah."Untuk apa kamu kemari lagi? belum puas kau menyakiti anakku?" Pak Bejo menatap Arif dengan tajam."Maafkan saya, Pak! Saya telah lalai menjalankan tugas saya sebagai seorang suami, tapi saya berjanji, saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama!" jawab Arif meraih tangan Pak Bejo dan menciumnya bertubi-tubi.Pak Bejo menepis tangannya
Bab 89"Memangnya Intan tidak di kamar yang berbeda?" tanya Arif memindai rumah tersebut."Nggak, Mas! Yana sekamar sama Intan," jawab Yana."Kalau begitu, mas tidur di kamar itu saja!" Arif menunjuk sebuah kamar yang bersebelahan dengan kamar Intan "Itu kamar Sasa, ngapain mas tidur di kamarnya? Sasa bisa mengamuk!" jawab Yana lagi."Dek, mas ini lelah! Mas ingin beristirahat, masa kamu suruh beristirahat di depan televisi seperti ini? Apa salahnya kamu meminta Sasa tidur bersama Intan?" ujar Arif dengan nada sedikit kasar."Maaf, ya, Mas! Ini rumah orang tuaku, jadi kita tidak punya hak untuk mengatur penghuninya. Bukankah di rumah ibumu juga seperti itu?" hardik Yana menjauhi Arif."Mama ...." tiba-tiba Dila muncul dari dalam kamar Intan dan menghampiri Yana."Dila ... Sayang ...." Arif mencoba memeluk Dila, namun bocah berumur dua tahun itu menghindar bahkan ketakutan melihat Arif."Sayang, ini papa!" Arif mengulurkan tangannya untuk memeluk Dila. Sayangnya, Dila menggelengkan ke
Bab 90Pemberi harapan palsuSinta ketakutan melihat ekspresi wajah Bu Wongso. Perlahan, Sinta melangkah mundur, namun, Bu Wongso semakin mendekatinya."Jawab, Sinta!" bentakan Bu Wongso membuat Sinta terkejut."Sinta antar ke bandara! Karena Mas Arif ingin ke Jambi dan mentalak Yana!" jawab Sinta menggigit bibir bawahnya."Bodoh kamu, perempuan bodoh!" Bu Wongso menjambak rambutnya dan menangis histeris."Bu, Mas Arif menemui Yana karena ingin mentalak Yana!" ujar Sinta menatap Bu Wongso yang menangis terduduk."Kamu percaya? Arif itu tidak akan pernah menceraikan Yana. Dia sayang sama Dila!" sahut Bu Wongso lirih."Maksud ibu?" tanya Sinta mendekati Bu Wongso."Arif itu teramat sangat menyayangi Dila. Dia tidak akan pernah mau kehilangan Dila. Sedangkan kamu tahu sendiri, kalau Dila tidak bisa hidup tanpa mamanya. Ibu sudah wanti-wanti agar Arif tidak mencari Yana, tapi kamu malah memberinya jalan untuk menemukan perempuan laknat itu!" jawab Bu Wongso bangkit dan duduk di kursi."Ap
Bab 91Yana mengerti maksud dari perkataan Arif. "Lihat nanti, deh!" ujar Yana berlalu membawa Dila masuk ke dalam kamar.Arif tersenyum, karena sesaat lagi bisa melepaskan hasrat yang telah membuncah selama beberapa bulan.Tiga jam lamanya Arif menunggu. Namun, Yana tak kunjung keluar dari kamar Intan. Arif mulai gelisah, lalu memutuskan untuk mengetuk kamar Intan. Tidak disangka, apa yang dilakukannya membuat Dila menangis dengan kencang dan membangunkan seisi rumah.Pak Bejo dan istrinya keluar dari kamar dan melihat Arif yang menggedor kamar Intan."Dila kenapa, Rif?" tanya Pak Bejo melotot ke arah Arif.Arif hanya menggelengkan kepalanya dan kembali berbaring di depan televisi karena Yana tak kunjung membuka pintu. Hingga pagi, Arif masih belum bisa memejamkan matanya.******"Dek, kita jalan-jalan, Yok!" ajak Arif kepada Yana setelah mereka sarapan."Yana banyak kerjaan, Mas. Hari ini mau bikin kue sama Intan untuk Acara di masjid!" sahut Yana.Yana sudah menyusun rencana denga
Bab 92Lingkaran hitam"Terserah mas! Yang pasti, jika mas pergi dari sini, berarti mas memilih berpisah. Yana akan urus perceraian kita secepatnya!" ujar Yana menatap manik mata Arif."Enggak, Dek! Kita tidak akan pernah berpisah!" Arif mengambil tas ranselnya dan segera menaiki sepeda motor yang sebelumnya sudah dia pesan ketika di warung."Mas akan kembali lagi setelah ibu sembuh! Kita akan kembali bersama!" Arif hendak mencium kening Yana, namun Yana segera menghindar.Yana tidak ingin hatinya terluka dengan harapan palsu yang diberikan oleh Arif.Arif mendekati Dila dan mencium pipi bocah kecil itu. "Papa akan kembali. Dila baik-baik sama mama, ya, Sayang!" ujar Arif membelai rambut Dila.Dila tidak merespon, hanya menatap sekilas. Lalu kembali memeluk Yana dengan erat."Tunggu mas, Dek! Jangan pernah menggugat cerai. Karena sampai kapanpun, Mas akan menolak. Mas tidak ingin berpisah denganmu!" ujar Arif ketika sudah menaiki sepeda motor.Yana mengusap setetes air mata yang jatuh
Bab 93*******Arif telah selesai mandi, dan segera berganti pakaian. Tubuhnya terasa lebih segar. Arif melihat Sinta yang sudah berganti pakaian."Sin, kamu ganti pakaian?" tanya Arif menoleh Sinta yang terlihat seksi dengan mengenakan rok mini dan tanktop ketat.Arif menelan Saliva nya. Hasrat terhadap Yana yang membuncah membuat panas dingin tubuhnya.Sinta menyodorkan segelas jus jeruk kepada Arif."Mas minum dulu jusnya. Aku sengaja membuatkan untuk Mas, agar Mas lebih segar!" ujar Sinta menyodorkan gelas berisi jus tersebut kepada Arif dengan gerakan menggoda.Arif menerima gelas dari tangan Sinta, dan meneguknya tanpa mengalihkan pandangan dari tubuh Sinta yang seksi.Setelah gelas tersebut kosong. Tiba-tiba, Arif merasa kepalanya pusing. Gairah di dalam tubuhnya semakin membuncah.Sinta tersenyum dan duduk di pangkuan Arif. Menelusuri wajah lelaki yang telah terbakar api gairah itu dengan jari lentiknya.Tanpa berpikir panjang. Arif merampok bibir Sinta. Melahap dan melumat bi
Bab 94Bertanggung jawabSinta melihat chat dan telepon dari Bu Wongso puluhan kali. Sinta tersenyum. Mengerti keinginan calon mertuanya itu. Sinta lalu membuka aplikasi go food dan meminta kurir untuk mengantar makanan kesukaan Bu Wongso ke klinik dr. Mita. Sebelum kembali merebahkan dirinya ke dalam pelukan Arif. Sinta memutar video yang berdurasi sembilan puluh menit. Video yang berisikan bagaimana panasnya percintaan yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu.Sinta lalu mengirimkan video tersebut ke tiga email miliknya. Untuk berjaga-jaga, jika suatu saat video di dalam ponselnya hilang atau dihapus oleh Arif, Sinta masih memiliki duplikat di berbagai email.Sinta membayangkan akan menjalani rumah tangga. Bersama Arif. Lelaki pujaan hatinya yang telah lama didamba. Hingga akhirnya tertidur dalam dekapan Arif.*****Arif menggeliat perlahan dan merasakan seseorang berada di dalam pelukannya. Arif terkejut ketika mendapati dirinya dan Sinta tidur dalam satu selimut tanpa sehelai
Bab 95Arif mengenal lelaki tersebut dan sangat menghormati karena jabatannya."Masih bertanya salahmu apa?" tanya laki-laki yang bernama Sakti tersebut.Arif memijit pelipisnya. Sinta pasti mengadukan hal tersebut kepada Sakti."Ada apa ini, Nak Sakti?" tanya Bu Wongso dengan suara pelan. Tentu saja berpura-pura."Arif telah memperkosa Sinta sampai Sinta dirawat di rumah sakit!" jawab Sakti menatap Arif dengan tajam."Apa?" Bu Wongso begitu terkejut dan menoleh ke arah Arif."Benar itu, Rif?" tanya Bu Wongso kepada putranya.Arif hanya terdiam. Tidak mampu menjawab."Aku akan membawa kasus ini ke kantor polisi. Karena video pemerkosaan tersebut ada di tanganku!" ucap Sakti dengan geram.Arif menatap Sakti. "Mas, aku mohon. Jangan!" ujar Arif memohon kepada Sakti."Keadilan harus ditegakkan. Sinta mengalami luka yang parah pada bagian alat vitalnya. Dan yang lebih menyakitkan. Tidak ada laki-laki yang Sudi menikahi perempuan bekas pemerkosaan!" Sakti menatap tajam kepada Arif."Sakti!
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t