Bab 92Lingkaran hitam"Terserah mas! Yang pasti, jika mas pergi dari sini, berarti mas memilih berpisah. Yana akan urus perceraian kita secepatnya!" ujar Yana menatap manik mata Arif."Enggak, Dek! Kita tidak akan pernah berpisah!" Arif mengambil tas ranselnya dan segera menaiki sepeda motor yang sebelumnya sudah dia pesan ketika di warung."Mas akan kembali lagi setelah ibu sembuh! Kita akan kembali bersama!" Arif hendak mencium kening Yana, namun Yana segera menghindar.Yana tidak ingin hatinya terluka dengan harapan palsu yang diberikan oleh Arif.Arif mendekati Dila dan mencium pipi bocah kecil itu. "Papa akan kembali. Dila baik-baik sama mama, ya, Sayang!" ujar Arif membelai rambut Dila.Dila tidak merespon, hanya menatap sekilas. Lalu kembali memeluk Yana dengan erat."Tunggu mas, Dek! Jangan pernah menggugat cerai. Karena sampai kapanpun, Mas akan menolak. Mas tidak ingin berpisah denganmu!" ujar Arif ketika sudah menaiki sepeda motor.Yana mengusap setetes air mata yang jatuh
Bab 93*******Arif telah selesai mandi, dan segera berganti pakaian. Tubuhnya terasa lebih segar. Arif melihat Sinta yang sudah berganti pakaian."Sin, kamu ganti pakaian?" tanya Arif menoleh Sinta yang terlihat seksi dengan mengenakan rok mini dan tanktop ketat.Arif menelan Saliva nya. Hasrat terhadap Yana yang membuncah membuat panas dingin tubuhnya.Sinta menyodorkan segelas jus jeruk kepada Arif."Mas minum dulu jusnya. Aku sengaja membuatkan untuk Mas, agar Mas lebih segar!" ujar Sinta menyodorkan gelas berisi jus tersebut kepada Arif dengan gerakan menggoda.Arif menerima gelas dari tangan Sinta, dan meneguknya tanpa mengalihkan pandangan dari tubuh Sinta yang seksi.Setelah gelas tersebut kosong. Tiba-tiba, Arif merasa kepalanya pusing. Gairah di dalam tubuhnya semakin membuncah.Sinta tersenyum dan duduk di pangkuan Arif. Menelusuri wajah lelaki yang telah terbakar api gairah itu dengan jari lentiknya.Tanpa berpikir panjang. Arif merampok bibir Sinta. Melahap dan melumat bi
Bab 94Bertanggung jawabSinta melihat chat dan telepon dari Bu Wongso puluhan kali. Sinta tersenyum. Mengerti keinginan calon mertuanya itu. Sinta lalu membuka aplikasi go food dan meminta kurir untuk mengantar makanan kesukaan Bu Wongso ke klinik dr. Mita. Sebelum kembali merebahkan dirinya ke dalam pelukan Arif. Sinta memutar video yang berdurasi sembilan puluh menit. Video yang berisikan bagaimana panasnya percintaan yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu.Sinta lalu mengirimkan video tersebut ke tiga email miliknya. Untuk berjaga-jaga, jika suatu saat video di dalam ponselnya hilang atau dihapus oleh Arif, Sinta masih memiliki duplikat di berbagai email.Sinta membayangkan akan menjalani rumah tangga. Bersama Arif. Lelaki pujaan hatinya yang telah lama didamba. Hingga akhirnya tertidur dalam dekapan Arif.*****Arif menggeliat perlahan dan merasakan seseorang berada di dalam pelukannya. Arif terkejut ketika mendapati dirinya dan Sinta tidur dalam satu selimut tanpa sehelai
Bab 95Arif mengenal lelaki tersebut dan sangat menghormati karena jabatannya."Masih bertanya salahmu apa?" tanya laki-laki yang bernama Sakti tersebut.Arif memijit pelipisnya. Sinta pasti mengadukan hal tersebut kepada Sakti."Ada apa ini, Nak Sakti?" tanya Bu Wongso dengan suara pelan. Tentu saja berpura-pura."Arif telah memperkosa Sinta sampai Sinta dirawat di rumah sakit!" jawab Sakti menatap Arif dengan tajam."Apa?" Bu Wongso begitu terkejut dan menoleh ke arah Arif."Benar itu, Rif?" tanya Bu Wongso kepada putranya.Arif hanya terdiam. Tidak mampu menjawab."Aku akan membawa kasus ini ke kantor polisi. Karena video pemerkosaan tersebut ada di tanganku!" ucap Sakti dengan geram.Arif menatap Sakti. "Mas, aku mohon. Jangan!" ujar Arif memohon kepada Sakti."Keadilan harus ditegakkan. Sinta mengalami luka yang parah pada bagian alat vitalnya. Dan yang lebih menyakitkan. Tidak ada laki-laki yang Sudi menikahi perempuan bekas pemerkosaan!" Sakti menatap tajam kepada Arif."Sakti!
Bab 96Sinta terluka parah"Tentu saja, anda bisa mencari kuasa hukum untuk mengurus perceraian anda di sana. Anda cukup menunggu kuasa hukum itu kembali kemari membawa surat cerai anda!" jawab Petugas tersebut membuat Yana dan Intan tersenyum."Baik, Pak. Terima kasih!" "Sama-sama, kita tetap kirimkan berkas ini ke Pengadilan di sana. Jika ditolak, kami akan segera menghubungi anda!" Yana dan Intan pun menjabat tangan lelaki itu dan segera berlalu meninggalkan tempat tersebut."Sepertinya kita butuh bantuan Bang Fikri," ujar Intan.Yana menghentikan langkahnya dan menatap Intan dengan seksama."Nanti kita bicarakan!" jawab Yana singkat."Kita harus bicarakan sekarang, Mbak! Supaya cepat selesai!" sahut Intan mengehentikan langkahnya.Yana menatap Intan sekilas. "Kita coba ini saja, dahulu. Jika memang gugatan kita ditolak oleh pengadilan sana. Kita akan pakai pengacara. Mbak nggak mau merepotkan Bang Fikri dan Bang Arka!" ujar Yana.Intan hanya menarik napas berat. "Maksud Intan, k
Bab 97Arif hanya terdiam, Arif sedikit pun tidak pernah berniat untuk memperkosa Sinta. Terlebih dengan cara mengenaskan seperti itu. Arif mengakui apa yang dilakukannya sangat salah. Akan tetapi, Arif merasa itu adalah di luar kendali. Arif bahkan tidak bisa mengingat keseluruhan kejadian itu."Aku akan membuat perhitungan denganmu!" Seno kembali memukul Arif sehingga Arif terhuyung ke belakang."Cukup, Mas!" Sakti menahan tangan Seno yang akan melayang lagi."Sakit hatiku, Sakti. Apa salah Sinta sampai Arif tega memperkosa Sinta hingga sedemikian rupa? Arif melakukannya dengan membabi buta. Kamu tidak melihat video itu? Bahkan dia memperkosa Sinta selama satu jam lebih!" Air mata jatuh begitu saja dari pelupuk mata lelaki yang berbadan tegap itu "Aku melindungi Sinta sejak masih kecil. Agar tidak disakiti oleh lelaki yang tidak dikenal. Sampai Sekarang, aku sudah menikah pun, aku selalu mengawasi Sinta. Aku membiarkan Sinta menemui Arif karena aku tau Arif orang baik. Namun, ini y
Bab 98Gugatan cerai ditolak Arif"Abang bahagia kalau Yana bahagia. Semoga kedepannya hidup Yana lebih baik lagi!" Fikri tersenyum."Mohon do'anya, ya, Bang. Semoga prosesnya berjalan dengan lancar!" jawab Yana dengan senyum manisnya."Telpon Abang kalau kamu mendapat kendala. Jangan ada yang ditutupi dari Abang. Percayalah. Abang siap membantu!" ujar Fikri.Setelah berbincang-bincang ringan sebentar, Yana mematikan ponselnya."Semoga ini adalah keputusan yang terbaik!" ujar Yana di dalam hati.Yana melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Sepulang dari Pengadilan Agama, Yana mengajak Intan untuk Singgah di sebuah Cafe karena sudah waktunya salat Zuhur. Ketika Intan sedang melaksanakan salat Zuhur, Yana menghubungi Fikri. Entah mengapa, Yana merasa harus menghubungi Fikri atas berita bahagia ini.Yana menatap layar ponselnya. Menatap Poto mereka bertiga. Arif, Yana, dan Dila. Poto yang diambil ketika lebaran tahun lalu.Setitik air bening meluncur dari pelupuk matanya. Yana menangis.
Bab 99"Sinta hanya mau, Mas Arif menikahi Sinta sebagai bentuk tanggung jawab!" ujar Sinta memegang lengan Seno."Hanya itu?" tanya Seno heran.Sinta menganggukan kepalanya. "Sinta harap, Mas bisa bantu Sinta.""Kamu tenang saja, Mas pastikan Arif segera menikahi kamu setelah kamu sembuh!" ucap Seno membelai rambut adik bungsunya.********Arif sedang memasak untuk makan siang Bu Wongso.Pintu rumah di ketuk."Cari siapa?" Arif memicingkan mata melihat seorang lelaki memakai seragam dari Pengadilan Agama."Saya Juru Sita dari Pengadilan Agama Kabupaten Pati, saya mengantarkan surat ini kepada anda!" jawab lelaki tersebut."Silahkan masuk!" Arif mempersilahkan lelaki yang memiliki name tag Chandra tersebut masuk."Boleh saya membacanya?" Arif mengulurkan tangannya untuk melihat surat tersebut.Pak Chandra memberikan berkas tersebut untuk dibaca oleh Arif.Arif membuka amplop tersebut dan kaget mendapati surat gugatan cerai dari Yana yang berasal dari Pengadilan Agama Kabupaten Batang
Bab 158*****Burhan segera menyalami Fikri dan menceritakan kepada Yana tentang keadaan Bu Wongso yang saat ini tengah sakit dan dirawat oleh warga."Mas mohon kepadamu untuk bersedia menemui Bu Wongso. Kasihan dia," ujar Burhan dengan penuh penekanan.Yana menoleh kearah Fikri untuk meminta persetujuan. Laki-laki Itu tampak berpikir sejenak lalu membuka percakapan."Abang izinkan kamu untuk berangkat ke Pati dengan syarat Abang, ibu, dan Dila ikut menemani kamu ke sana," sahut Fikri.Yana tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Fikri. Mereka pun segera berkemas karena hari itu kebetulan Fikri sedang libur dinas selama dua hari.Sesampai di Pati Yana terkejut melihat keadaan Bu Wongso yang kurus kering tinggal tulang. Perempuan yang dulu bermata tajam dan selalu menyakiti hatinya saat ini menatapnya dengan sendu dan penuh dengan uraian air mata.Yana meraih tangan Bu Wongso lalu menciumnya dengan takzim. Tidak ada kebencian di hati Yana terhadap mantan mertuanya itu. Yana masih
Bab 157*****Bu Lidya pun menyodorkan video yang berada di dalam ponsel Yana ke hadapan Bu Linda. Mata Bu Linda membulat sempurna melihat video perbuatannya berada di dalam ponsel milik Yana."Maaf Bu Linda, saya tidak bisa membiarkan Anda menghancurkan reputasi saya. Jadi saya harus melakukan ini." Yana mengambil ponsel yang berada di hadapan Bu Linda dan segera memasukkannya ke dalam saku blazer nya.Akhirnya dengan penuh malu Bu Linda membereskan semua perangkat pengajarnya dan meninggalkan sekolah elit tersebut.Para majelis Guru yang melihat kejadian itu terheran-heran karena seharusnya Yana yang dipecat bukan Bu Indah.Bu Lidya selaku kepala sekolah segera menjelaskan kepada majelis Guru tentang kebenaran dari peristiwa pencurian tersebut."Wah Bu Yana hebat, ya, punya kamera tersembunyi," puji Bu Maya kepada Yana seluruh.Majelis Guru pun sependapat kalau Yana adalah perempuan yang cerdas.Yana mengulum senyum. Semua berkat bantuan Cinta karena Cinta yang telah meminjamkan kam
Bab 156Kebahagiaan yang sempurna*******Pagi itu sekolah dihebohkan dengan siswa yang kehilangan sebuah jam tangan mahal. Jam tangan pintar seharga lima juta itu lenyap di dalam tas siswa yang bernama Nico. Bocah berumur enam tahun tersebut meletakkan jam tangan pintarnya di dalam tas ketika dia hendak mencuci tangan di wastafel. Wali kelas yang mengajar saat itu adalah Yana dan Bu Linda."Saya yakin banget, Bu, pasti Yana yang telah mengambil jam tangan milik Nico. Secara, kan, Bu Yana baru kali ini melihat jam tangan pintar yang keren seperti milik Nico." Bu Linda menemui kepala Sekolah di ruangannyaBu Lidya selaku kepala sekolah terdiam sesaat. Perempuan berhijab lebar tersebut tidak yakin kalau Yana yang mengambil jam tangan pintar milik Nico. Yana memang berasal dari desa. Namun saat ini Yana berstatus istri seorang dokter terkenal. Tidak mungkin jika dia mengambil jam tangan pintar milik Nico.Linda pun menyarankan kepada kepala sekolah untuk menggeledah tas Yana agar mendapa
Bab 155*****Yana yang melihat Fikri tetap bergeming, memutuskan untuk keluar dari kamar"Loh, Kamu kemana, Yan?" tanya Fikri melihat Yana membawa sebuah bantal keluar kamar."Kalau abang mau Reka juga tidur di sini. Lebih baik Yana keluar dari kamar dan tidur di kamar Dila. Terserah Abang mau ngapain. Mau balikan sama Reka juga nggak apa-apa," sahut Yana dengan wajah sinis."Yan, Tunggu dulu." Fikri menahan pergerakan Yana lalu menoleh kearah Reka yang sedang menenangkan bayinya."Sekarang kamu lihat, kan. Farhan itu tidak merasa nyaman berada di dekatku. Lalu untuk apa kalian tinggal disini? Bukankah lebih baik kalian pergi dari rumah ini karena tidak ada untungnya keberadaan kalian di rumah ini," ujar Fikri menoleh mereka dengan tajam.Reka yang mendengar perkataan Fikri tercekat. Dia tidak menyangka kalau Fikri mengambil kesimpulan seperti itu."Farhan tidak nyaman tidur dengan abang di sini karena kehadiran Yana, Bang. Kalau abang tidurnya sama Aku, Farhan pasti merasa nyaman,"
Bab 154Reka diusir dari rumah Fikri*******Matahari bersinar dengan cerah, sisa-sisa embun masih terasa menyejukkan kulit. Yana membuka tirai jendela lalu menatap jalan raya di bawah sana. Beberapa kendaraan sudah berlalu lalang melintasi perumahan elit tersebut. Ada juga beberapa orang lansia yang sedang berjalan-jalan pagi untuk menjaga kesehatannya.Yana menarik nafas berat, dia belum bisa melupakan perlakuan Bu Wongso kepada dirinya. Perempuan yang dulu sangat dihormatinya itu tidak pernah melupakan Yana sebagai orang yang paling dibencinya. Yana pikir setelah kematian Arif, dan pernikahannya dengan Fikri, Bu Wongso tidak akan lagi mengganggu kehidupannya, tapi ternyata Yana salah. Bu Wongso masih terus meneror bahkan mendatangi kediaman Fikri untuk menuntut harta yang sudah diberikan Arif kepada Dila.Fikri berdiri di belakang Yana, menatap sosok yang sudah beberapa bulan menjadi istrinya. Laki-laki bertubuh tegap itu seakan menyadari kalau istrinya sedang dilema. Fikri membiar
Bab 153*******"Bu Wongso disiksa oleh Bik Yem dan Bik Yem mengambil semua barang Bu Wongso?" ujar Burhan ketika warga tersebut menjemputnya."Benar Mas Burhan, kondisi Bu Wongso saat ini sangat memprihatinkan. Dia kami bawa ke rumah sakit. Bu Wongso meminta kami untuk menjemput Mas Burhan. Kami tidak tahu tujuannya apa tapi sepertinya sangat penting." warga tersebut menyahut.Tanpa banyak bicara, Burhan segera bersiap untuk menemui Bu Wongso di rumah sakit.Mendiang Arif adalah sahabat terbaiknya. Burhan tidak ingin Bu Wongso menderita setelah kepergian Arif karena biar bagaimanapun, Bu Wongso pernah begitu baik kepada dirinya semasa Burhan dan Arif bersahabat dengan baik.Sesampai di rumah sakit, Burhan menangis melihat keadaan Bu Wongso.Perempuan yang dahulu berbadan gemuk itu saat ini kurus kering tinggal tulang. Kondisinya sangat memprihatinkan."Maafkan Burhan, Bu. Maaf karena Burhan telah salah dalam mempercayai orang untuk merawat ibu," ujar Burhan mencium tangan Bu Wongso.
Bab 152**********Malam itu tetangga Bu Wongso yang bernama Bu Nani melirik ke arah rumah Bu Wongso. Rumah itu dalam keadaan gelap dari luar bahkan sampai ke dalam. Bu Nani mengernyitkan keningnya karena setahu dia Bu Wongso tidak bisa kemana-mana."Pak, kenapa ya, rumah Bu Wongso gelap gulita?" tanya Bu Nani kepada suaminya.Suami Bu Nani meletakkan koran yang dibacanya, lalu melirik ke arah rumah Bu Wongso yang memang gelap gulita. Sepasang suami itu saling pandang."Ibu udah dua minggu nggak besuk Bu Wongso. Apa malam ini kita lihat ke sana, ya, pak? Mungkin listriknya mati," ujar Bu Nani kepada suaminya."Tapi, kan, Bu Wongso dirawat sama Bik Yem, dan keuangan Bu Wongso juga dipegang oleh Bik Yem? Masa bisa listrik enggak dibayar," sahut suami Bu Nani dengan heran.Akhirnya sepasang suami istri itu memutuskan untuk mendatangi rumah Bu Wongso.Mereka terkejut ketika berada di depan pintu rumah Bu Wongso karena pintu tersebut dikunci dari luar dan kuncinya masih berada di pintu ter
Bab 151Karma untuk Bu Wongso***Bu Wongso membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa teramat sangat sakit, begitupun dengan seluruh anggota tubuhnya. Bibirnya kelu. Tatapan matanya kosong. Bu Wongso menoleh ke samping, istri Burhan tampak sedang terkantuk-kantuk duduk di samping brangkar Bu Wongso.Dia memanggil istri Burhan, tapi suaranya tidak tembus. Bu Wongso berkali-kali mencoba menggerakkan lidahnya. Namun tetap kelu. Begitupun dengan tangan dan kakinya, begitu kaku sehingga tidak bisa digerakkan.Bu Wongso terus memanggil istri Burhan sehingga menimbulkan suara gagu yang tidak menentu. Istri Burhan membuka matanya dan tersenyum kearah Bu Wongso. Perempuan berwajah sendu itu memegang tangan Bu Wongso dan menanyakan bagaimana keadaan Bu Wongso. Namun, perempuan tua itu hanya menjawab dengan suara gagu, dan tidak jelas apa yang dikatakannya.Burhan masuk ke dalam ruangan dan segera menghampiri Bu Wongso."Ibu sudah sadar?" tanya Burhan bahagia.Bu Wongso menjawab, tapi suaranya
Bab 150*****Bu Wongso melanjutkan perjalanannya pulang ke Pati. Sedangkan Reka kembali ke rumah Fikri dengan senyum seringainya. Reka merasa puas karena hari ini melihat Yana terluka.Sesampai di rumah Fikri, Reka melihat sebuah pemandangan yang membuat dadanya terasa panas. Di sofa ruang tamu, terlihat Fikri sedang membelai wajah Yana yang memerah karena tamparan Bu Wongso."Enggak nyangka, ya, ternyata perempuan kampung bisa juga berotak licik," ujar Reka seraya duduk di seberang sofa Yana dan Fikri."Apa maksud kamu?" tanya Fikri dengan wajah merah padam."Aku hanya nggak nyangka aja, ternyata Yana itu munafik. Diam-diam dia menyimpan harta warisan dari mantan suaminya seolah-olah bang Fikri tidak mampu membiayai hidupnya." Reka bersidekap di depan dada.Fikri menoleh ke arah Reka. "Kalau kamu masih ingin tinggal di sini, tutup mulutmu dengan rapat, atau aku akan menendangmu dan memisahkanmu dari Farhan," sahut Fikri geram.Reka terkejut mendengar perkataan Fikri. Perempuan itu t