Langkah Darmi terhenti saat ia menyadari siapa sosok itu. Siapa pemilik kendaraan roda dua yang masuk secara bersamaan dengan dirinya itu. Rudi. Ya, pengendara motor yang sampai di rumah anak perempuannya adalah putranya sendiri. Sungguh, Darmi merasa sedikit terkejut atas kedatangan lelaki yang dulu menjadi kebanggaannya itu. Setelah mesin motor itu sudah tak terdengar lagi, bergegas Rudi melepaskan helm yang bertengger di kepalanya. Bergegas lelaki itu turun lalu menatap sejenak ke arah wanita paruh baya yang berdiam membeku tak jauh dari keberadaannya. "Ibu ...."Rudi melangkah mendekat ke arah sang ibu, setelahnya ia langsung meraih tangan sang ibu lalu mencium punggung tangan itu. "Bagaimana kabar ibu?" tanya Rudi membuat tubuh Darmi tersentak kaget. "Kamu ngapain di sini, Rud?" tanya Darmi sengaja tak menjawab pertanyaan anak lelakinya itu. "Rudi mau jemput anak dan istri Rudi, Bu. Rudi tau, Nika ada di sini." "Wah, Ibu. Dari tadi ditungguin nggak datang-datang." Reni
"Kumohon, Mbak ... pertemukan aku dengan anak istriku, Mbak ...." Dengan kepala yang menunduk dan tubuh terguncang, Rudi bersuara. Reni membeku, ia sama sekali tak memberikan respon pada tangisan adik semata wayangnya itu. Sesaat, Reni dan Darmi saling berpandangan. Saling melempar pertanyaan melalui sorot mata itu. Darmi mengedikkan bahunya, seolah-olah ia tau pertanyaan apa yang dilontarkan oleh anak perempuannya dari sorot matanya. Rudi mendongak, wajah itu digenangi oleh air mata. Ada yang berdesir di dalam hati Reni saat melihat sang adik menangis untuk pertama kalinya. Sorot mata yang begitu sendu, membuat wajah itu semakin terlihat memelas. "Mbak, kumohon ..., katakan dimana anak dan istriku ...," hiba Rudi. Reni menghembuskan napas kasar. Setelahnya ia membantu sang adik untuk bangun dari persimpuhannya. "Duduklah dulu, biar kubikinkan minuman sebentar," titah Reni. "Nggak usah, Mbak. Rudi nggak haus. Mbak katakan saja dimana Nika dan Kevin, biar aku bisa segera bert
Tangan sang ibu terulur lalu menyentuh tepat di puncak kepala Rudi dan setelahnya berucap,"ibu ... merestuimu ...."Ada yang berdesir di dalam batin lelaki itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya sang ibu memberikan restu untuk hubungannya dengan Nika. Memang, sebelum kepergian mereka dari rumah, sang ibu sudah menampakkan sikap positif pada Nika. Bahkan, tak jarang pula sang ibu lebih membela Nika dibandingkan Rudi yang notabenenya adalah anak kandungnya. Akan tetapi, baru kali inilah sang ibu secara terang-terangan memberikan restu untuknya. Kedua netra Rudi terlihat berkaca-kaca. Secercah harapan muncul di dalam benaknya. Semoga Nika berkenan memaafkannya. Semoga Nika sudi kembali dengannya. Dan semoga saja Nika tak berat kembali membangun mahligai rumah tangga dengannya. Semoga, semoga dan semoga. Sang ibu lantas menurunkan tangannya dari puncak kepala sang putra. "Pergilah dan temui anak istrimu," ucap Sang ibu dengan nada suara serak. Mendengar perintah sang Ibu, Rudi
"Bapak? Bapak kok ada di sini?" Bergegas Rudi meraih tangan kanan lelaki yang wajahnya telah dipenuhi oleh keriput itu. Lalu, diciumnya punggung tangan sang mertua dengan takdzim."Iya, baru saja tiba. Mau jemput Nika ...."Deg!Seketika jantung Rudi seperti terpacu lebih kuat lagi. "Jemput Nika?" Rudi berucap hanya dengan gerakan bibir, tanpa suara. "Ma–maksud Bapak jemput mau dibawa kemana, Pak? Rudi ke sini mau jemput Nika dan Anak Rudi juga ...." Gunawan menghela napas berat. "Bicaralah dulu dengan Nika, kalau ada masalah, bicarakan dulu dengan baik-baik dan kepala dingin ...," titah sang bapak mertua yang dibalas anggukan oleh Rudi. Gunawan menggeser tubuhnya, memberikan ruang bagi Rudi untuk melangkah masuk ke dalam rumah. "Namanya rumah tangga pasti ada permasalahannya. Semoga anak kita menemukan solusi yang terbaik ....""Aamiin ...," sahut Darmi dan Reni secara serempak. Kali ini Darmi bernapas lega, sebab memiliki besan yang memiliki pemikiran yang bijak. Reni dan D
[Kepergian kalian bukan hanya menjadi cobaan untukku. Melainkan suatu hukuman yang sangat lah menyiksaku. Tolong ... berikan aku kesempatan untuk menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian. Aku berjanji, setelah ini, akan kulakukan kewajibanku dengan sebagai mana mestinya. Aku sadar, aku salah. Oleh sebab itu, berikan aku kesempatan satu kali lagi. Sungguh ... aku benar-benar menyesal. Nik, tolong terima uang pemberianku ini sebagai bentuk nafkah untuk kalian. Meskipun aku tau, tanpa aku, kalian bisa hidup jauh lebih bahagia dan bisa mencukupi semuanya ....Tertanda, Rudi ]Nika membaca dengan seksama setiap coretan tangan yang ditulis oleh suaminya. Ada yang bergetar di dalam hatinya. Akan tetapi, seketika otaknya kembali bekerja. "Sampai kapanpun, orang pelit tidak akan pernah berubah." Nika membatin, kembali meyakinkan dirinya sendiri. Setelah secarik surat itu ia baca, bergegas ia melipat kembali kertas tersebut. Setelahnya, ia memasukkan kembali ke dalam amplop itu bers
"Bapak, Ibu, Rudi pamit dulu. Rudi nitip Nika dan Kevin di sini, ya, Bu, Pak. Maaf, jika Rudi masih saja merepotkan Bapak dan Ibu ...." Rudi mengucapkan kalimat itu dengan rasa sesak yang luar biasa. Tertangkap dengan jelas sebuah keseriusan pada sorot mata yang terpancar pada kedua netra Rudi. Bahkan, kedua kelopak mata lelaki itu terlihat berkaca-kaca. "Tenang saja. Tanpa kamu bilang pun Bapak dan Ibu akan menjaga Nika dan juga Kevin dengan baik.""Rudi janji, Pak. Rudi akan membawa kembali Nika dan juga Kevin. Rudi minta restu sama Bapak dan Ibu ...." Suara Rudi kali ini terdengar bergetar, seiring rasa gemuruh di dalam dada yang begitu ia rasa. "Boleh Bapak bertanya sesuatu?" Rudi mengangguk. "Duduklah ..., sebentar saja," titah Gunawan yang direspon gerakan anggukan kepala oleh Sang Menantu. Rudi pun lantas menuruti perintah sang bapak mertua. Hingga akhirnya Rudi dam Gunawan duduk bersebelahan. "Sebenarnya ada masalah apa di antara kalian? Sejauh ini, Nika belum mencerita
"Tak perlu risau, Nduk ..., pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu. Bahkan, Bapak yang akan menjemputmu jika kamu menginginkannya ...." Ada yang bergetar di dalam sudut hatinya saat mendengar kalimat itu keluar dari bibir Sang Ayah. Ada suatu harapan yang tersorot dari kedua manik hitam itu. Ya, bagaimana pun juga Nika sadar jika setiap orangtua menginginkan kelanggengan dalam rumah tangga yang dibina oleh sang anak. "Kamu mau mendengarkan alasan dari Bapak Nduk kenapa Bapak memintamu memberikan kesempatan untuk Suamimu?" Nika mengangguk dengan patah-patah. Satu patah kata pun tak keluar dari bibir itu. Entahlah, lidah Nika terasa begitu kelu. Hingga tak mampu untuk berucap sedikit pun. "Bapak tau, kamu tidak akan seperti ini jika suamimu tidak keterlaluan. Bapak lihat, dia begitu menyesali sikapnya selama ini, Nduk. Bapak yakin, suamimu pasti akan berubah ....""Tapi, Pak. Sebelumnya Nika sudah memberikannya pelajaran, Pak. Dengan tidak mau mengurus keperluannya. Nika piki
Kali ini lengkungan senyum tak bisa sirna dari bibir lelaki itu. Entahlah, dia sangatlah bahagia dengan kesempatan kedua yang diberikan oleh sang istri. "Terima kasih, Nik. Mas janji, tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan. Terima kasih, terima kasih banyak ...." Rudi berucap dengan air mata yang terus bergulir. Air mata yang mengisyaratkan suatu kebahagiaan yang luar biasa. Nika mengangguk, ada yang menghentak di dalam batinnya saat melihat respon sang suami yang seperti ini. Ya, ini adalah kali pertama Nika melihat Rudi yang bersimbah air mata. Nika mengulas senyum, setelahnya Rudi meraih tangan kanan Nika lalu dibawanya mendekat ke bibir. Rudi mengecup beberapa kali punggung tangan itu. "Sudah, Mas. Jangan begitu, malu dilihat orang ...."Rudi mengusap wajahnya dengan kasar. Setelahnya ia kembali tersenyum. "Kamu dan Kevin ikut Mas pulang, ya. Rumah terasa begitu tak nyaman dan hampa setelah kepergian kalian." Nika mengangguk."Tapi besok pagi saja ya, Mas. Ka