Share

Bab 3

Author: Fahira Khanza
last update Last Updated: 2022-09-20 10:02:46

Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!

Part 3

Alarm ponselku berbunyi, tanpa membuka mata tanganku meraba-raba guna meraih ponsel tersebut.

Saat kulihat layar ponsel, ternyata jam menunjukkan pukul setengah lima pagi. Seketika aku teringat oleh pesan Ibu, jika Mas Rudi akan berangkat kerja lebih pagi.

Aku menghembuskan napas berat, setelahnya kuusapkan kedua tanganku pada wajahku lalu kusibak selimut yang bertengger di atas tubuhku.

Aku tersenyum begitu melihat sisi sampingku tak kutemukan keberadaan Mas Rudi. Itu artinya lelaki itu tak bisa masuk ke dalam kamar. Padahal jelas-jelas kamar ini dilengkapi dua kunci, dan satu kuncinya selalu aku gantung di atas televisi.

Aku beringsut dari ranjang lalu berjalan keluar kamar. Kali ini langkahku tertuju ke kamar mandi, tentu untuk membasuh wajahku dan juga mengambil air wudhu.

Saat aku melewati ruang keluarga, kulihat Mas Rudi masih berbaring di atas kasur lantai yang ada di depan televisi. Dengkuran halus keluar dari mulutnya.

Setelah kulakukan dua rakaat sholat subuh, kuangkat kedua tanganku sebatas dada. Berdoa dan berharap semoga Tuhan berkenan membuka hati suamiku. Menyadarkannya jika sikapnya selama ini sungguh benar-benar keterlaluan.

Kuusapkan kedua tanganku pada wajahku setelah sebait doa kuucapkan.

Setelah semua kewajibanku selesai, bergegas aku berjalan menuju dapur.

Sesuai permintaan suamiku, pagi ini aku membuat menu nasi goreng seafood pesanannya. Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan pekerjaanku, kini aku tinggal membuat kopi pahit kesukaan Mas Rudi dan segelas teh hangat untuk ibu mertuaku.

Ya, seperti inilah aku. Meskipun dalam keadaan bertengkar dengan suamiku, aku tak pernah melalaikan tugasku. Pun juga dengan mertua.

"Mana ibu, Nik?" tanya Mas Rudi setelah ia menggeser ke belakang kursi lalu menghenyakkan tubuhnya di sana.

"Masih mandi, Mas," jawabku.

"Nasi goreng seafoodnya sudah siap, makanlah. Bukankah kamu harus berangkat pagi?" tanyaku.

Kubawa secangkir kopi untuk Mas Rudi dan kuletakkan di depannya.

Begitu kopi itu mendarat, ia langsung meraihnya setelah membuka tutup gelasnya.

Dengan perlahan ia langsung menyesap kopi pahit itu. Seoalah-olah sedang menikmati rasa pahit yang ia rasa.

"Aku tuh kerja keras, Nik. Jadi tiap hari kasih makanlah yang enak. Biar sehat, kuat dalam bekerja, jangan tiap hari cuma tempe, tahu, tumis kangkung kayak gitu."

Aku mencebikkan bibir. Bagaimana bisa ia meminta makanan enak jika uang yang diberikannya hanyalah sepuluh lembar uang pecahan seratus ribuan?

Bukannya aku meremehkan uang segitu, tapi lihatlah, di jaman sekarang semua serba mahal! Bagaimana bisa aku memutar uang satu juta untuk makan enak? Apa dia pikir harga bawang sekilo cuma lima ribu? Apa dia pikir harga daging ayam sekilo cuma tujuh ribu?

Entahlah.

Pusing kepalaku jika memikirkan sikap suamiku itu.

Aku menghela napas dalam-dalam lalu kukeluarkan secara perlahan. Aku bergegas bangkit lalu kubuka tudung saji saat kulihat Mas Rudi tengah terfokus pada layar ponselnya.

Kupindahkan beberapa centong nasi goreng seafood itu ke piring milik Mas Rudi. Aku tersenyum sinis, entah gimana terkejutnya dia nanti saat melihat isi piringnya yang dipenuhi oleh nasi goreng seafood buatanku pagi ini.

"Makan, Mas. Jangan hape mulu!" ucapku.

Ia memasukkan kembali ponselnya ke saku celana, setelahnya pandangannya langsung tertuju ke arah piring yang ada di hadapannya.

Aku terkikik begitu melihat ekspresi wajahnya. Bagaimana tidak, kedua bola mata itu membelalak sempurna. Bisa tertangkap dengan kedua mataku saat lelaki itu menelan saliva dengan susah payah. Wajahnya seperti terperangah dan tak percaya.

Tangan Mas Rudi terulur, meraih salah satu seafood yang ada di piringnya lalu diangkatnya hingga sebatas wajahnya.

"Kamu nggak salah, Nik? Apa ini?" tanya Mas Rudi dengan nada heran.

"Apanya yang salah, Mas?"

"Ini? Kok isi nasi gorengnya kayak gini? Mana seafoodnya?" tanya Mas Rudi sembari menatap ke arahku.

"Lah itu seafoodnya!"

"Ini? Ini? Dan ini?" ucapnya sembari menunjukkan ke arahku satu per satu udang rebon, ikan teri dan suwiran ikan asin.

Aku terkikik lalu mengangguk.

"Anggap saja udang rebon itu udang yang gede-gede, ikan teri anggap aja ikan tuna, suwiran ikan asin anggap saja daging gurita," ucapku enteng sembari menahan tawa yang sebenarnya ingin sekali diledakkan.

Apalagi saat melihat ekspresi wajah suamiku, rasanya gemes sekali, hingga ingin sekali kutampol wajah itu dengan parutan kelapa.

"Nik?"

"Kenapa? Makanlah itu nasi goreng seafoodnya, Mas. Bukankah kamu kerja harus mendapatkan gizi dan nutrisi yang bagus?"

Tawa yang sedari tadi kutahan, kini meledak sudah. Bahkan gelak tawaku memenuhi ruangan dapur yang menjadi satu dengan meja makan.

Aku terus tertawa dan terkikik hingga membuat perutku terasa kram karena tertawa yang berlebihan.

"Katanya kemarin kan bikin nasi goreng seafood? Kok isinya cuma ikan teri, udang rebon sama ikan asin sih?" protes Mas Rudi memasang wajah masam.

"Mas! Kamu pikir harga udang, ikan, dan daging itu sekilo lima ribu?! Enak banget tinggal minta makan ini itu tapi kasih duit cuma segitu. Buat masak nggak cuma butuh bahan lauknya doang, tapi juga bumbu-bumbunya. Mas nggak mungkin kalau nggak tau dong, jika harga cabe saja hampir kayak sekilo harga daging. Syukur-syukur uang segitu cukup buat makan sebulan meskipun sederhana!" ketusku.

Terdengar Mas Rudi mendes*h pelan. Ia beralih menatap ke arah piring yang ada di hadapannya.

"Kalau mau ya makan itu, kalau nggak ya yaudah. Nggak usah dimakan!" lanjutku lagi dengan kesal.

"Ini masih pagi, kenapa pada ribut? Nggak malu didenger sama tetangga?" Tiba-tiba suara ibu terdengar.

Wah, bisa gawat!

Semakin ramai lah pagi ini.

Aku diserang sama dua orang.

"Lihatlah, Bu. Masa iya Rudi dikasih sarapan kayak gini?" Mas Rudi menunjukkan piringnya pada Ibu.

"Katanya kemarin bilangnya bikin nasi goreng seafood, lah, ternyata isinya udah rebon, ikan teri sama suwiran ikan asin!" adu Mas Rudi.

Tertangkap dengan mataku sepertinya ibu ingin sekali untuk tertawa. Tetapi ia tahan kuat-kuat, tentu agar tak menyinggung anaknya.

"Nika? Kamu kasih sarapan kayak gini sama suamimu?"

"Memangnya ada yang salah dengan apa yang Nika katakan?"

Aku menghela napas dalam-dalam lalu kukeluarkan secara perlahan.

"Ikan asin, ikan teri, udang rebon itu hidupnya juga di laut, Mas, Bu. Bukankah itu juga namannya seafood? Makanan dari laut kan artinya? Nggak ada kan yang bilang yang namanya seafood itu cuma udang gede-gede, ikan salmon, tuna, kepiting, sotong atau pun gurita. Jadi nggak salah dong yang Nika semalam tawarkan?" lanjutku yang membuat Mas Rudi semakin terlihat kesal.

"Harga udang aja sekilo enam puluh ribu. Ya kali kalau uang belanjaku sehari seratus ribu. Kalau mau makan enak, kasih lebih dong!"

Aku pun bergegas bangkit dari tempat dudukku lalu melangkah pergi meninggalkan sepasang ibu dan anak itu.

"Sudahlah, makan itu saja dulu. Besok kan kamu gajian, biar ibuk saja yang atur semuanya. Kalau ibu yang atur, tiap hari kita bisa makan enak, nggak kayak gini." Masih terdengar suara Ibu mertua. Aku hanya mencebikkan bibir lalu melanjutkan langkah kakiku.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
bener kasih aja sm ibu mu ,biar dia mabok ngatur nya ,biar die berantem berdua.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar suami nyebelin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 4

    Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!Part 4"Masak apa kamu, Nik?" tanya Ibu mertua. Aku tak menolehkan kepala, pendanganku masih tertuju pada sayur yang sedang kumasak di atas kompor. "Masak sayur sop, Bu," sahutku tanpa menoleh. Derap langkah mendekat. "Masak sayur sop, sambal teri sama goreng ikan enak kayaknya, Nik." Kali ini suara Ibu terdengar dari sampingku. Aku melirik sekilas lalu kembali fokus mengaduk sayur sop yang sebentar lagi siap diangkat. "Iya, Bu. Enak banget pastinya. Tapi sayangnya bahannya nggak ada sama sekali. Habis!" ucapku penuh penekanan pada akhir kalimat. "Habis gimana maksud kamu, Nik? Jadi untuk makan siang hanya nasi sama sayur sop aja?" Aku menganggukkan kepala. Membenarkan setiap kata yang diucapkan oleh ibu mertua. "Mana bisa ketelen, Nikaa ...." Ibu menyebut namaku dengan nada panjang dan penuh kegeraman."Kamu tau sendiri kan kalau ibu nggak bisa makan kalau nggak pedes? Kamu ini gimana sih?!" sungut Ibu. Dari nada suaranya, terdengar sekali seda

    Last Updated : 2022-09-20
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 5

    Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!Part 5"Nika! Nika! Dimana kamu?" Karena terlalu kerasnya teriakan ibu mertua, hingga aku yang sedang di toilet kamar mandi bisa mendengar suaranya. Bergegas kuselesaikan ritualku di toilet lalu berjalan keluar. "Ada apa sih, Bu? Masih pagi ini," ucapku menemui Ibu mertua yang saat ini sedang berdiri di teras rumah, mungkin tadi ibu mencariku ke luar. Ibu menolehkan kepalanya ke belakang, menghadapku. "Kok belum ada masakan? Kamu nggak masak?" tanya Ibu dengan nada yang sedikit menurun. Aku menggelengkan kepala."Kok nggak masak? Terus suamimu mau berangkat kerja dalam kondisi perut lapar? Istri yang baik itu ....""Istri yang baik, istri yang baik, istri yang baik! Begitu aja terus yang ibu katakan. Kapan ibu bilang ke Mas Rudi suami yang baik itu seperti apa?" Aku memotong ucapan Ibu. Ibu memelototkan kedua bola matanya, ngeri sekali melihatnya. Seolah-olah bola mata itu ingin lepas dari tempatnya. "Bu, kalau Nika masih pegang uang belanja, y

    Last Updated : 2022-09-20
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 6

    "Nggak, Mas. Makasih. Mas atur sendiri saja nanti, aku tinggal masak." Aku menunjukkan senyum termanisku. Mendengar jawabanku tentu membuat kening Mas Rudi berkerut. "Serius nggak mau?" Binar kebahagiaan terpancar dengan jelas pada wajah itu. Ah, emang benar-benar langka suamiku yang satu ini. Kupikir ia akan membujukku agar menerima uang pemberiannya, akan tetapi di luar prediksiku. Aku menganggukkan kepala dengan yakin, tak lupa pula kutunjukkan senyum termanisku walau sebenarnya gemas sekali pada lelaki itu. Ingin kuuyel-uyel, kubejek-bejek kepalanya hingga menjadi bentuk persegi panjang. "Oh, oke." Mas Rudi memasukkan kembali uang seratus lima puluh ribu itu ke dalam dompetnya. Terlihat gurat kelegaan terpancar dari wajah itu. Lihat saja, Mas, setelah ini kamu akan pusing sendiri mikirin kebutuhan dapur dan sumur. ****Siang ini aku merebahkan tubuhku di depan televisi sembari menyalakan kipas angin. Kali ini aku bisa bertingkah sesuka hatiku. Bagaimana tidak, ibu mertua y

    Last Updated : 2022-10-24
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 7

    "Begini, Nik. Apa benar kalau kamu ...."Ucapan Mbak Reni terhenti, mungkin ia ragu untuk melanjutkan pertanyaannya. Akan tetapi aku memiliki firasat jika ibu telah mengadu banyak hal padanya. Termasuk soal uang belanja yang diberikan oleh Mas Rudi setiap bulannya. "Apa benar kalau Nika selama ini boros?" sahutku melanjutkan pertanyaan yang sepertinya ingin dilontarkan oleh Mbak Reni. Hening. Beberapa detik terjadi keheningan di antara kami, tak ada jawaban dari seberang sana, hingga akhirnya suara Mbak Reni kembali terdengar menelusup gendang telinga. "Hm, iya. Maaf, bukan maksud Mbak mencampuri urusan kamu, hanya saja Mbak merasa ragu saja dengan apa yang ibu katakan." Tuh, kan!Benar apa yang aku firasatkan. Pasti ibu mengadu yang bukan-bukan. "Kalau boleh tau, Mbak Reni setiap bulannya dikasih uang belanja berapa, Mbak, sama suami Mbak Reni?" tanyaku balik sebelum aku menjawab apa yang ditanyakan oleh Mbak Reni. "Mbak?""Iya." Singkat aku menjawab ucapan Mbak Reni. "Lima j

    Last Updated : 2022-10-24
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 8

    "Nik, ini tadi udah gajian. Ini jatah buat kamu seperti biasanya." Mas Rudi menyerahkan sebuah amplop coklat berbentuk persegi panjang ke arahku. Aku yang sedang berbaring dengan punggung bersandar di kepala ranjang membenarkan posisi. Aku duduk dengan kedua kaki bersila dan menghadap ke arah Mas Rudi. "Kan aku sudah bilang, biar kamu atur sendiri uangnya, Mas. Ucapanku kemarin bukan hanya untuk uang seratus lima puluh ribu itu saja, tapi untuk bulan-bulan berikutnya," ucapku tanpa sedikitpun rasa ragu. Bahkan sengaja kubuat setenang mungkin. "Tapi Mas malu, Nik, kalau tiap hari harus belanja ke warung itu. Apalagi selalu barengan sama ibu-ibu lainnya. Saat Mas sedang belanja, mereka saling bisik-bisik tau nggak sih. Mas ngerasa risih, Mas rasa mereka seperti membicarakan Mas loh," ucap Mas Rudi. Aku tersenyum samar. Ya jelas ditertawakan lah, Mas. Urusan dapur itu pekerjaan seorang istri, lah ini malah suaminya yang mengambil alih. "Memangnya kamu ada yang nanyain kenapa jadi

    Last Updated : 2022-10-24
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 9

    Hari yang kutunggu-tunggu telah tiba. Yaitu tanggal empat. Tanggal di mana aku setiap bulannya menerima gaji dari hasilku menulis. Bulan-bulan sebelumnya, setiap bulan aku hanya mendapatkan lima ratus ribu, berbeda dengan bulan ini. Kali ini aku mendapatkan lebih banyak trasnferan yaitu satu juta dua ratus. Bukan hanya nominal yang semakin banyak yang membuatku girang, tetapi uang sebanyak ini bisa kugunakan untuk memenuhi kebutuhanku sendiri. Ya, tekadku sudah bulat. Aku tak mau menggunakan uang ini untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, tapi kugunakan untuk diriku sendiri. Rasanya aku sudah rindu sekali makan sate ayam, minum jus alpukat dingin dan juga membeli aneka cemilan di aprilmart. Kali ini aku akan membeli makanan apapun yang sejak dulu hanya bisa kubayangkan. Kupikir setelah semua keuangan diambil alih oleh Mas Rudi, maka aku bisa makan enak setiap harinya. Ternyata nggak jauh beda. Hanya saja, beban berat yang sempat menindih pundakku kini lenyap tak bersisa. Aku men

    Last Updated : 2022-10-25
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 10

    "Kamu ini loh, Nik, kok bisa-bisanya bikin malu! Minta traktir sama tetangga. Kayak-kayak kamu tuh nggak pernah dikasih makan enak aja sama suamimu! Malu-maluin!"Kedua bola mataku membulat sempurna begitu mendengar ucapan ibu. Bisa-bisanya ia mengucapkan kalimat seperti itu. "Lah, emang Ibu pernah lihat Nika makan enak? Jangankan untuk makan enak, Bu. Bisa makan sehari tiga kali sampai perut kenyang aja jarang-jarang," celetukku yang seketika membuat langkah ibu yang ada di depanku terhenti. Perempuan paruh baya itu memutar tubuh hingga akhirnya kami saling berhadapan. "Kamu ini kalau dibilangin jawab aja mulu, Nik!" sungut Ibu. Tanpa menjawab ucapannya, bergegas aku melanjutkan langkah yang sempat terhenti menuju ke arah dapur. Kubuang semua bekas-bekas makanan tadi, tak lupa aku membawa sekantong cemilan itu menuju ke kamar. "Nika, tunggu!" Suara Ibu kembali membuat tanganku yang akan membuka pintu terhenti. Aku menolehkan kepala lalu berkata,"Ada apa, Bu?" Kulihat ibu melang

    Last Updated : 2022-10-25
  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 11

    "Nggak usah, Mas. Aku tak akan ambil seribu rupiah pun uang di dalam laci. Jadi, jangan khawatir," ucapku penuh dengan nada kecewa."Halah, kebiasaan! Gitu aja marah. Udah, aku mau kerja dulu, hati-hati perginya, jangan lama-lama di sana," ucap Mas Rudi. "Hm ...."Panggilan akhirnya kumatikan. Setelahnya aku kembali memasukkan ponsel di dalam tas sandang milikku. Begitu kurasa semua sudah masuk, aku melangkah keluar dengan tas sandang kutenteng di tangan kananku. Aku melangkah menuju ke kamar ibu, sebab aku yakin jika saat ini Ibu tengah mengistirahatkan tubuh lelahnya setelah melakukan perjalanan lumayan jauh. Tok!Tok!Tok!"Bu ...," panggilku. "Ada apa?" teriak Ibu dari dalam sana, hingga tak berselang lama terdengar suara derap langkah, hingga sepersekian detik kemudian pintu kamar terbuka. Saat pintu terbuka dan kini ibu sudah berdiri di depanku. Terlihat manik hitam milik Ibu tertuju pada tas yang kubawa lalu beralih menatapku dengan kening yang berkerut. "Bu, Nika mau pu

    Last Updated : 2022-10-25

Latest chapter

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 64. Ending

    "Ibu senang sekali melihat hubungan kalian kembali bersatu. Nika, ibu ucapkan terima kasih banyak atas kesempatan yang kamu sudah kamu berikan untuk Rudi," ucap Darmi setelah terjadi perbincangan di antara mereka. Ya, Nika telah menceritakan semuanya pada mertua dan juga iparnya. Rasa haru dan bahagia menyelimuti saat ini. "Rud, jangan pernah membuat kesalahan yang sama. Andai itu terjadi, maka Mbak sendiri yang akan mengantar Nika ke pengadilan agama untuk menggugat cerai kami." Ucapan Reni bernada ancaman. "Ish! Sebenarnya adik Mbak itu aku apa Nika sih? Kok dari dulu berpihak sama Nika dibanding Rudi. Lah itu malah mau bantu Nika gugat cerai aku." Rudi bersungut-sungut. "Mbak berpihak pada yang benar lah. Enak aja!" Ucapan Reni disambut lengkungan senyum oleh Nika. Perbincangan itu terasa begitu hangat, sudah selayaknya seperti sebuah keluarga yang bahagia. Hingga akhirnya Nika melayangkan satu pertanyaan pada sang Mertua. "Ibu, kita balik ke rumah Mas Rudi ya. Kita tinggal ba

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 63

    Kali ini lengkungan senyum tak bisa sirna dari bibir lelaki itu. Entahlah, dia sangatlah bahagia dengan kesempatan kedua yang diberikan oleh sang istri. "Terima kasih, Nik. Mas janji, tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan. Terima kasih, terima kasih banyak ...." Rudi berucap dengan air mata yang terus bergulir. Air mata yang mengisyaratkan suatu kebahagiaan yang luar biasa. Nika mengangguk, ada yang menghentak di dalam batinnya saat melihat respon sang suami yang seperti ini. Ya, ini adalah kali pertama Nika melihat Rudi yang bersimbah air mata. Nika mengulas senyum, setelahnya Rudi meraih tangan kanan Nika lalu dibawanya mendekat ke bibir. Rudi mengecup beberapa kali punggung tangan itu. "Sudah, Mas. Jangan begitu, malu dilihat orang ...."Rudi mengusap wajahnya dengan kasar. Setelahnya ia kembali tersenyum. "Kamu dan Kevin ikut Mas pulang, ya. Rumah terasa begitu tak nyaman dan hampa setelah kepergian kalian." Nika mengangguk."Tapi besok pagi saja ya, Mas. Ka

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 62

    "Tak perlu risau, Nduk ..., pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu. Bahkan, Bapak yang akan menjemputmu jika kamu menginginkannya ...." Ada yang bergetar di dalam sudut hatinya saat mendengar kalimat itu keluar dari bibir Sang Ayah. Ada suatu harapan yang tersorot dari kedua manik hitam itu. Ya, bagaimana pun juga Nika sadar jika setiap orangtua menginginkan kelanggengan dalam rumah tangga yang dibina oleh sang anak. "Kamu mau mendengarkan alasan dari Bapak Nduk kenapa Bapak memintamu memberikan kesempatan untuk Suamimu?" Nika mengangguk dengan patah-patah. Satu patah kata pun tak keluar dari bibir itu. Entahlah, lidah Nika terasa begitu kelu. Hingga tak mampu untuk berucap sedikit pun. "Bapak tau, kamu tidak akan seperti ini jika suamimu tidak keterlaluan. Bapak lihat, dia begitu menyesali sikapnya selama ini, Nduk. Bapak yakin, suamimu pasti akan berubah ....""Tapi, Pak. Sebelumnya Nika sudah memberikannya pelajaran, Pak. Dengan tidak mau mengurus keperluannya. Nika piki

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 61

    "Bapak, Ibu, Rudi pamit dulu. Rudi nitip Nika dan Kevin di sini, ya, Bu, Pak. Maaf, jika Rudi masih saja merepotkan Bapak dan Ibu ...." Rudi mengucapkan kalimat itu dengan rasa sesak yang luar biasa. Tertangkap dengan jelas sebuah keseriusan pada sorot mata yang terpancar pada kedua netra Rudi. Bahkan, kedua kelopak mata lelaki itu terlihat berkaca-kaca. "Tenang saja. Tanpa kamu bilang pun Bapak dan Ibu akan menjaga Nika dan juga Kevin dengan baik.""Rudi janji, Pak. Rudi akan membawa kembali Nika dan juga Kevin. Rudi minta restu sama Bapak dan Ibu ...." Suara Rudi kali ini terdengar bergetar, seiring rasa gemuruh di dalam dada yang begitu ia rasa. "Boleh Bapak bertanya sesuatu?" Rudi mengangguk. "Duduklah ..., sebentar saja," titah Gunawan yang direspon gerakan anggukan kepala oleh Sang Menantu. Rudi pun lantas menuruti perintah sang bapak mertua. Hingga akhirnya Rudi dam Gunawan duduk bersebelahan. "Sebenarnya ada masalah apa di antara kalian? Sejauh ini, Nika belum mencerita

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 60

    [Kepergian kalian bukan hanya menjadi cobaan untukku. Melainkan suatu hukuman yang sangat lah menyiksaku. Tolong ... berikan aku kesempatan untuk menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian. Aku berjanji, setelah ini, akan kulakukan kewajibanku dengan sebagai mana mestinya. Aku sadar, aku salah. Oleh sebab itu, berikan aku kesempatan satu kali lagi. Sungguh ... aku benar-benar menyesal. Nik, tolong terima uang pemberianku ini sebagai bentuk nafkah untuk kalian. Meskipun aku tau, tanpa aku, kalian bisa hidup jauh lebih bahagia dan bisa mencukupi semuanya ....Tertanda, Rudi ]Nika membaca dengan seksama setiap coretan tangan yang ditulis oleh suaminya. Ada yang bergetar di dalam hatinya. Akan tetapi, seketika otaknya kembali bekerja. "Sampai kapanpun, orang pelit tidak akan pernah berubah." Nika membatin, kembali meyakinkan dirinya sendiri. Setelah secarik surat itu ia baca, bergegas ia melipat kembali kertas tersebut. Setelahnya, ia memasukkan kembali ke dalam amplop itu bers

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 59

    "Bapak? Bapak kok ada di sini?" Bergegas Rudi meraih tangan kanan lelaki yang wajahnya telah dipenuhi oleh keriput itu. Lalu, diciumnya punggung tangan sang mertua dengan takdzim."Iya, baru saja tiba. Mau jemput Nika ...."Deg!Seketika jantung Rudi seperti terpacu lebih kuat lagi. "Jemput Nika?" Rudi berucap hanya dengan gerakan bibir, tanpa suara. "Ma–maksud Bapak jemput mau dibawa kemana, Pak? Rudi ke sini mau jemput Nika dan Anak Rudi juga ...." Gunawan menghela napas berat. "Bicaralah dulu dengan Nika, kalau ada masalah, bicarakan dulu dengan baik-baik dan kepala dingin ...," titah sang bapak mertua yang dibalas anggukan oleh Rudi. Gunawan menggeser tubuhnya, memberikan ruang bagi Rudi untuk melangkah masuk ke dalam rumah. "Namanya rumah tangga pasti ada permasalahannya. Semoga anak kita menemukan solusi yang terbaik ....""Aamiin ...," sahut Darmi dan Reni secara serempak. Kali ini Darmi bernapas lega, sebab memiliki besan yang memiliki pemikiran yang bijak. Reni dan D

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 58

    Tangan sang ibu terulur lalu menyentuh tepat di puncak kepala Rudi dan setelahnya berucap,"ibu ... merestuimu ...."Ada yang berdesir di dalam batin lelaki itu. Sebab, ini adalah pertama kalinya sang ibu memberikan restu untuk hubungannya dengan Nika. Memang, sebelum kepergian mereka dari rumah, sang ibu sudah menampakkan sikap positif pada Nika. Bahkan, tak jarang pula sang ibu lebih membela Nika dibandingkan Rudi yang notabenenya adalah anak kandungnya. Akan tetapi, baru kali inilah sang ibu secara terang-terangan memberikan restu untuknya. Kedua netra Rudi terlihat berkaca-kaca. Secercah harapan muncul di dalam benaknya. Semoga Nika berkenan memaafkannya. Semoga Nika sudi kembali dengannya. Dan semoga saja Nika tak berat kembali membangun mahligai rumah tangga dengannya. Semoga, semoga dan semoga. Sang ibu lantas menurunkan tangannya dari puncak kepala sang putra. "Pergilah dan temui anak istrimu," ucap Sang ibu dengan nada suara serak. Mendengar perintah sang Ibu, Rudi

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 57

    "Kumohon, Mbak ... pertemukan aku dengan anak istriku, Mbak ...." Dengan kepala yang menunduk dan tubuh terguncang, Rudi bersuara. Reni membeku, ia sama sekali tak memberikan respon pada tangisan adik semata wayangnya itu. Sesaat, Reni dan Darmi saling berpandangan. Saling melempar pertanyaan melalui sorot mata itu. Darmi mengedikkan bahunya, seolah-olah ia tau pertanyaan apa yang dilontarkan oleh anak perempuannya dari sorot matanya. Rudi mendongak, wajah itu digenangi oleh air mata. Ada yang berdesir di dalam hati Reni saat melihat sang adik menangis untuk pertama kalinya. Sorot mata yang begitu sendu, membuat wajah itu semakin terlihat memelas. "Mbak, kumohon ..., katakan dimana anak dan istriku ...," hiba Rudi. Reni menghembuskan napas kasar. Setelahnya ia membantu sang adik untuk bangun dari persimpuhannya. "Duduklah dulu, biar kubikinkan minuman sebentar," titah Reni. "Nggak usah, Mbak. Rudi nggak haus. Mbak katakan saja dimana Nika dan Kevin, biar aku bisa segera bert

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 56

    Langkah Darmi terhenti saat ia menyadari siapa sosok itu. Siapa pemilik kendaraan roda dua yang masuk secara bersamaan dengan dirinya itu. Rudi. Ya, pengendara motor yang sampai di rumah anak perempuannya adalah putranya sendiri. Sungguh, Darmi merasa sedikit terkejut atas kedatangan lelaki yang dulu menjadi kebanggaannya itu. Setelah mesin motor itu sudah tak terdengar lagi, bergegas Rudi melepaskan helm yang bertengger di kepalanya. Bergegas lelaki itu turun lalu menatap sejenak ke arah wanita paruh baya yang berdiam membeku tak jauh dari keberadaannya. "Ibu ...."Rudi melangkah mendekat ke arah sang ibu, setelahnya ia langsung meraih tangan sang ibu lalu mencium punggung tangan itu. "Bagaimana kabar ibu?" tanya Rudi membuat tubuh Darmi tersentak kaget. "Kamu ngapain di sini, Rud?" tanya Darmi sengaja tak menjawab pertanyaan anak lelakinya itu. "Rudi mau jemput anak dan istri Rudi, Bu. Rudi tau, Nika ada di sini." "Wah, Ibu. Dari tadi ditungguin nggak datang-datang." Reni

DMCA.com Protection Status