Pagi harinya Satrio mengantar Bunga ke kantor polisi di kota itu untuk melaporkan Ragil karena penculikan anak. Seperti yang sudah di duga oleh Bunga, pihak polisi tidak bisa serta menerima laporan ini karena Ragil adalah ayah kandung dari Mawar.“Tapi, kami punya alasan sehingga harus menyembunyikan Mawar dari ayahnya Pak. Seperti bukti yang sudah saya serahkan tadi, Pak Ragil bahkan memberikan obat tidur sebanyak dua kali tadi malam dan satu kali lagi pagi ini. Kami hanya butuh pengawalan dari polisi agar bisa mengambil Mawar kembali dari tangan ayahnya.”Petugas polisi yang menerima laporan mereka menggelengk tegas. “Maaf tidak bisa. Kami harus memeriksa lebih dulu laporan ini. Lagipula belum ada dua puluh empat jam sejak hilangnya Mawar.”Bunga menghela nafas khawatir. Ia lalu memegang tangan Satrio dan menggeleng sebagai tanda agar Satrio tidak melawan. Dia lalu berkata, “Baik Pak. Terima kasih.”Bunga beranjak lebih dulu dari kursi lalu disusul dengan Satrio. Di mobil, Bunga teru
Bunga segera menggendong Mawar saat Satrio mengingatkannya jika mereka akan membawa Mawar ke rumah sakit. Saat keluar dari kamar tidak hanya aparat desa yang ada disana. Tapi, juga Pak Harto, Budi, Tina, Arga, Sindy dan Yuni. Mereka semua duduk di ruang tamu rumah itu yang cukup sempit karena banyaknya orang yang datang.Tidak hanya itu, bahkan orang suruhan Satrio juga berhasil membawa Pak Diman ke ruangan itu. “Maaf Pak Lurah, Pak RT dan Pak RW. Biarkan Mbak Bunga membawa Mawar ke rumah sakit. Kami takut terjadi hal yang buruk pada Mawar karena terus di beri obat tidur sejak kemarin.”Kata Satrio meminta ijin untuk pergi sejenak. Pak Lurah menganggukan kepalamya tanda setuju. “Silahkan nak Satrio. Semua bukti yang ada sudah di berikan oleh Asih.”Bu Rati ikut pergi bersama kedua anaknya. Sedangkan Bude Yani tetap di rumah Ragil untuk menemani Asih. Sebagai kerabat mereka, sejujurnya Pak Lurah merasa sangat malu saat mendengar seluruh rekaman dari alat penyadap yang ada di hp Satrio.
“Di dengar dulu mbak. Keputusan akhir tetap ada di tangan kamu.” Bujuk Satrio karena ia merasa hal ini sangat penting untuk di dengar oleh Bunga.“Kamu putar saja yang keras Yo. Biar Ibu juga bisa dengar.” Sahut Bu Rati yang duduk di sofa ruang kamar VIP yang di sewa Satrio untuk Mawar. Satrio menganggukan kepalanya lalu memutar rekaman yang di kirim oleh Asih.Bunga menolehkan kepalanya pada Satrio dan Bu Rati setelah rekaman itu selesai di putar. Penawaran yang di buat Pak Harto memang menggiurkan. Tidak akan menentang jalannya perceraian di antara dirinya dan Ragil, hak asuh Mawar sudah pasti jatuh ke tangannya dan yang terakhir Ragil tidak akan mempermasalahkan harta gono gini dari uang yang di hasilkannya sendiri.“Sebenarnya Ibu ingin Ragil dan Bu Jumi di penjara. Itu lebih aman untuk Bunga dan Mawar.” Terang Bu Rati mengungkapkan pendapatnya.Hati Bunga menjadi ragu. Dia juga punya pemikiran yang sama dengan sang Ibu. Tapi, di sisi lain berpisah dari Ragil dengan mudah adalah s
Sudah dua hari ini Mawar di rumah sakit. Tidak ada tanda-tanda efek samping yang serius pada Mawar selain bocah itu jadi sering tidur. Tanda pemeriksaan di otak juga tidak bermasalah. Dokter mengatakan Mawar akan di observasi dua hari lagi untuk melihat apakah ada kejanggalan lain atau tidak.“Apa karena obat biusnya di campur ke air jadi nggak terlalu ngefek ya?” Gumam Satrio yang hari itu juga ada di ruang rawat Mawar. Menginap di kamar yang cukup luas bertiga dengan Bunga dan Bu Rati.“Nggak hanya itu Yo. Mawar juga sering mengeluh kalau dia pusing. Terus setiap aku menyuapinya makan nggak pernah habis lagi karena mual. Makanya aku minta Dokter untuk melakukan pemeriksaan lain.”“Jangan khawatir mbak. Mawar akan baik-baik saja.” Ujar Satrio berusaha menenangkan sang kakak.Cklek“Ayo kita makan dulu. Budemu sudah masak banyak untuk kita.” Kata Bu Rati yang baru mengambil makanan yang di antarkan oleh ojek.Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Ragil sibuk bekerja di depa
Di hari ketiga sejak di bawa ke rumah sakit, Mawar akhirnya di ijinkan untuk pulang. Tidak ada masalah kesehatan serius pada Mawar karena segera di tangani oleh tim Dokter. Karena suasana di desa mereka masih huru hara dengan kasus penculikan yang di lakukan oleh Ragil pada Mawar beberapa hari lalu, Bunga memutuskan untuk kembali ke rumah kontrakan. Sekaligus menghabiskan sisa masa kontrak rumah itu.“Kamu sudah dapat baby sitter dari pihak penyalur nduk?” Bunga menggelengkan kepala.Rencana untuk mempekerjakan baby sitter memang sudah mereka bahas sejak berada di rumah sakit. Bunga sudah menghubungi pihak penyalur. Tapi, belum ada yang cocok dengan syarat yang di ajukan. Karena Bunga hanya membutuhkan baby sitter yang bisa menjaga Mawar tiga hari dalam satu minggu.“Belum Bu. Mungkin banyak yang nggak mau karena mengira gajinya akan jauh lebih kecil.” Jawab Bunga yang sedang sibuk menata tempat tidur.Sementara Mawar bermain di karpet bawah bersama dengan Bu Rati. Satrio sendiri suda
Empat hari berlalu dengan cepat. Hari ini Bunga harus kembali kuliah sekaligus pergi ke kantor polisi untuk mencabut laporannya terhadap Ragil, Bu Jumi dan Pak Diman. Karena Bu Rati kembali menginap di rumah kontrakan bersama dengannya, Bunga bisa meninggalkan Mawar bersama dengan sang Ibu.Bunga pergi lebih dulu ke kantor Aris dengan menggunakan motor yang baru saja ia beli dengan uang kontrak dari NL Entertainment. Sisanya Bunga tabungkan dalam bentuk tabungan emas di lembaga terpercaya. Motor yang ia kendarai sudah berhenti di depan kantor Aris.Ia di sambut oleh sekretaris pria itu. Bunga di persilahkan untuk masuk ke ruangan Aris. “Assalamualaikum. Selamat siang mas.”“Waalaikumsalam. Silahkan duduk dulu Nga. Aku ingin kamu melihat dulu surat perjanjian yang sudah aku buat. Jika ada yang harus di ganti, akan aku ubah. Jika tidak bisa segera aku cetak.” Aris membalikan laptop miliknya sehingga Bunga bisa membaca isi surat perjanjian di layar laptop.Satu per satu pasal yang ada di
Mobil yang di kendarai Aris sudah berhenti di depan rumah Ragil. Karena hari sudah menjelang sore banyak tetangga yang duduk di teras rumah mereka. Sehingga bisa melihat kepulangan Ragil dan Bu Jumi. Aris juga ikut turun dari mobil.“Terima kasih banyak Pak Aris.” Kata Ragil sebagai bentuk sopan santun.“Tidak masalah Pak Ragil. Mudah-mudahan masalah kemarin bisa di jadikan sebagai pembelajaran untuk anda dan Bu Jumi. Kalau begitu saya pulang dulu. Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam.”Belum hilang mobil Aris dari pandangan, Bu Jumi sudah menarik tangan Ragil agar segera masuk ke dalam rumah. Mengabaikan bisik-bisik para tetangga yang kaget karena Ragil dan Bu Jumi sudah bebas. Karena semua orang mengira jika mereka akan di penjara cukup lama mengingat kasus yang di lakukan adalah kasus penculikan.“Ibu istirahat aja dulu di kamar. Nanti aku antar pulang.” Bu Jumi justru menggelengkan kepalanya.“Nggak Ra. Ibu nggak mau jadi sasaran amukan Bapakmu. Kalau Bapakmu nggak jemput Ibu, lebih
Pagi harinya Ragil akan berangkat ke sekolah. Bukan untuk mengajar. Tapi, untuk menemui Kepala Sekolah yang sudah mengirimkan pesan padanya. Karena Bu Jumi menginap di rumah Ragil, wanita paruh baya itu sudah membeli bahan makanan di pasar terdekat lalu membuatkan sarapan untuk anak bungsunya.“Gimana Ra? Kamu sudah menemukan cara untuk membebaskan Pak Diman?” Tanya Bu Jumi begitu mereka sudah duduk di balik meja makan. Ragil menganggukan kepalanya.“Sudah Bu. Tadi malam aku menghubungi nomor Bos Viper dengan menggunakan hpku dan menanyakan apa saja keahlian Pak Diman yang kemudian aku cocokan dengan hasil temuanku di hp.”“Terus gimana caranya?” Bu Jumi merasa sangat penasaran sehingga belum menyentuh makanannya sama sekali.“Adalah Bu. Yang jelas bukan senjata tajam karena tidak bisa kita selundupkan ke dalam penjara. Aku hanya harus membeli beberapa alat untuk di berikan pada Pak Diman secara diam-diam saat kita menjenguk di sel penjara. Masalahnya sekarang baik aku dan Ibu sudah s