Usai terombang-ambing di lautan selama satu jam, Gino merasakan tubuhnya kacau. Dia berhalusinasi Laura memeluk Mario dan gadis itu mengatakan tidak akan menikahinya. Setelah itu, Gino tidak merasakan apa-apa lagi selain bunyi samar di sekitarnya.
Kini, matahari telah menerobos masuk ke dalam kamar hotel tempatnya menginap. Sadar saat ini masih berada di Las Vegas, Gino kembali teringat dengan Laura. Dia bangkit dari ranjang berniat menemui gadis itu, tapi langkahnya tertahan saat mendengar suara seseorang.
"Kondisimu belum pulih."
Seorang laki-laki berjas putih duduk di sofa tidak jauh darinya. Gino merasa pernah melihat orang itu, tapi dia lupa kapan pernah melihatnya. Mata sipit serta wajah tanpa ekspresi itu menatapnya acuh.
"Terserah jika kau ingin mati," ucap laki-laki itu.
Pintu terbuka mengalihkan perhatian Gino dari laki-laki bermata sipit itu. David berlari menghampirinya dengan wajah panik serta bulir keringat menetes di kening. Oh, ya s
Kiriman bunga terjadi hampir setiap hari sehingga Laura menyediakan tempat khusus supaya bunga-bunga pemberian Gino tidak cepat layu. Grace tidak bertanya perihal bunga, tapi terkadang menatap Laura seperti sedang mencari informasi. Dia menebak Grace sering bertukar kabar dengan Russell. Apa pun itu, selama Russell baik-baik saja, Laura tidak keberatan disebut perempuan serakah."Kau terlihat bahagia," ucap Grace."Aku hanya ingin bahagia, Grace.""Meskipun harus menyakiti Russell?"Laura mengangguk. "Aku minta maaf soal itu.""Sebaiknya kau bicarakan hal ini." Grace menatap Laura sekilas. "Dia kembali ke New York.""Bagaimana kondisinya?" tanya Laura."Dia memaksakan diri."Dengan langkah berat serta pikiran berkecamuk akhirnya Laura mendatangi apartemen Russell. Dia tidak langsung menekan bel melainkan berdiri dalam diam. Menimbang keputusan bertemu Russell atau mengakhiri semuanya di sini. Jika pilihannya sederhana, ma
"Lala?!"Wajah buram Mario perlahan terlihat jelas. Laura terbatuk-batuk hingga Mario menyerahkan segelas air putih. Dia meneguknya dengan rakus mengabaikan keberadaan laki-laki bermata sipit yang berdiri di samping Mario."Mingye, bagaimana kondisinya?" tanya Mario cemas."Terlambat sedikit saja namanya akan tertulis di nisan," jawab Mingye.Ugh, separah itukah kondisinya?Laura menyentuh kepalanya yang terasa nyeri bahkan dadanya sesak. Dia tidak berniat bunuh diri, tapi tatapan menuduh Mario membuatnya mengurungkan niatnya menjelaskan kejadian itu.Laura mengangguk saat Mingye berpamitan menggunakan bahasa isyarat seperti kebiasaan laki-laki itu dulu. Setelah kepergian Mingye, Mario duduk di sampingnya sambil menyentuh keningnya lembut."Kau hampir celaka jika Mingye tidak menolongmu.""Aku hanya ingin berenang," ucap Laura."Mingye melihatmu melompat ke dalam air dan terbawa ombak, apa kau menyangkal kejadian itu?" M
Ajakan Gino tentu saja Laura tolak mentah-mentah. Dia masih waras menerima lamaran seseorang di tengah trauma masa lalunya. Hingga dua hari kemudian Laura tiba di New York, Gino langsung mencegatnya di apartemen. Laki-laki itu masih mengenakan pakaian rumahan pertanda belum mandi. Mudah sekali menebak kebiasaan Gino setelah menjadi kekasihnya.Tunggu dulu ... Kekasihnya?"Apa kabar, La?" tanya Gino disertai cengiran lebar.Laura memicingkan mata curiga Gino sengaja menyambut kedatangannya. Dia melipat tangannya dan memberikan atensi penuh pada sosok di depannya."Kalau kamu tanya kabar hati." Laura menarik napas dalam-dalam. "Jawabannya nggak baik.""Nggak baik bukan berarti nggak membaik, 'kan?"Laura mengangguk. "Iya.""Hari ini aku punya rencana seru." Gino mencondongkan wajahnya. "Kamu tertarik ikutan?""Aku
Bolak-balik rumah sakit menjadi rutinitas Laura selama beberapa hari terakhir. Perempuan yang merawat Russell tidak terlihat sejak malam itu. Artinya, Laura memiliki waktu seharian penuh menjaga Russell. Seperti sore ini, dia membawa seluruh perlengkapan yang barangkali dibutuhkan selama menginap di rumah sakit.Lift terbuka sebelum Laura menekan tombol dan tubuhnya membeku menyadari Gino yang berdiri di sana. Laki-laki itu membisu, tapi tidak kunjung keluar dari lift membuat Laura terjebak dalam situasi canggung. Dia memutar tubuhnya menuju tangga darurat. Namun, Gino lebih dulu menariknya ke dalam lift dan membawa mereka turun ke lantai dasar."Kamu mau ke rumah sakit?" tanya Gino tanpa melirik Laura. Tatapannya lurus ke depan. "Gimana kondisinya?""Baik," ucap Laura lirih."Baguslah," sahut Gino pendek.Selebihnya mereka terjebak keheningan hingga Laura keluar dari lift meninggalkan Gino di belakangnya. Dia menghentikan taksi, tapi sebuah
Gino tidak marah pada pertemuannya dengan Laura di depan gedung apartemen. Dia hanya kecewa gadis itu lebih memilih Russell dan hingga detik ini tidak bisa dihubungi. Lucy pun tidak mengetahui keberadaan Laura yang hilang bak ditelan bumi.Seminggu ini Gino kehilangan semangat hidup dan jam tidurnya pun berantakan. Tengah malam menjadi kebiasaan menyelinap ke apartemen Laura. Melihat setiap sudut ruangan yang menyimpan banyak kenangan.Minggu berikutnya Gino semakin uring-uringan dan berdampak pada pekerjaannya hingga David menegurnya. Dia tidak menanggapi celotehan David akibat kepalanya dipenuhi bayangan Laura.Sebenarnya di mana gadis itu?Lucy menjadi kalut hingga seisi perusahaan menghindari kontak dengan perempuan itu. Termasuk David yang hari ini memilih mendekam di ruangan Gino daripada terjebak bersama perempuan barbar seperti Lucy.Satu jam atau mungkin lebih David berbicara panjang lebar sementara Gino masih asyik terme
Mendatangi klub malam merupakan keputusan paling bodoh yang pernah Gino lakukan. Dia bersumpah tidak akan mendatang tempat itu dan terjebak bersama perempuan liar. Gino bernapas lega berhasil tiba di apartemen tanpa kekurangan anggota tubuhnya. Berbeda dengan David yang mabuk berat dan mengigau mengenai Lucy."Kau istri yang tidak berperasaan!"Gino menyingkir sebelum David menendangnya karena menganggap dirinya sebagai Lucy.Udara malam di musim semi masih meninggalkan hawa dingin sisa musim dingin. Gino berdiri di balkon sambil memeluk guling membayangkan benda itu adalah Laura.Jika gadis itu bersama Mario dan terjebak perbincangan serius, maka Gino menjadi orang pertama yang berniat menghajar laki-laki itu.Sayangnya keinginan itu buyar ketika ponselnya berbunyi menampilkan nomor asing. Gino hendak memutuskan sambungan itu ketika sebuah pesan singkat lebih dulu ma
Mungkin pilihan menikahi Russell adalah hal paling gila yang pernah dilakukan Laura. Sejak laki-laki itu memutuskan pertunangan mereka dan secara mengejutkan Katy menemuinya secara pribadi. Meminta Laura menikahi Russell hingga batas waktu yang telah ditentukan dokter. Tentu saja dia menolak mentah-mentah permintaan Katy, tapi tidak lama kemudian kondisi Russell semakin kritis. Sehingga Laura tidak memiliki pilihan selain mengikuti permintaan Katy.Dan dua hari setelah Laura resmi menikah dengan Russell. Perlahan laki-laki itu mulai sadar dan tampak terkejut mengetahui pernikahan diam-diam yang direncanakan Katy. Tentu saja Maldives menjadi tempat bulan madu yang disiapkan Katy dan Mario mendampinginya selama proses pernikahan. Namun, dua hari lalu Mario telah melanglang buana ke tempat lain menyisakan orang kiriman Jean kembali dengan tangan kosong. Mengingat kejadian yang terjadi selama dua hari belakangan, Laura teringat dengan Gino.
Sesuai permintaan Russell kembali ke New York dan menempati apartemen laki-laki itu. Laura juga memindahkan sebagian barang-barangnya supaya memudahkan dirinya mengunjungi restoran tanpa harus bolak-balik ke apartemennya. Meskipun itu artinya tidak bisa bertemu Gino. Paling tidak, Lucy masih mengabarinya seputar laki-laki itu."Akhirnya kau kembali," ucap Grace disertai pelukan hangat.Laura membalas pelukan Grace setelah meminta Russell menunggu di tempat biasa."Aku tidak ingin kau mewarisi restoran ini," ucap Laura yang dibalas tawa oleh Grace."Aku masih waras merebut milik orang lain. Terutama. " Grace mengerling ke arah Russell. "Laki-laki yang menjadi suamimu."Laura tertawa canggung sementara Grace menggodanya tentang bulan madu di Maldives. Dia memalingkan wajah supaya Grace tidak melihat kegugupannya."Kau tidak melakukannya, 'kan?" tebak Grac