"Kenapa kau melukainya?"
Gino terduduk lesu di sofa. Kakinya terlipat dan matanya menatap kosong ke depan. Kejadian beberapa menit yang lalu di luar perkirannya. Dia tidak menyangka Laura melihatnya mencium Mika. Kejadian tersebut tidak direncanakan tepatnya hanya sebuah kecelakaan. Meskipun berulangkali Mika meminta maaf serta bersikeras untuk menjelaskan pada Laura. Gino yakin dengan kepribadian Laura, masalah tadi hanya akan menimbulkan kesalahpahaman.
"Gino, aku tahu dia masih mencintaimu," ucap Mika mencoba memecah keheningan.
"Kau bukan dia, simpan saja argumenmu itu." Gino tidak tertarik dan memilih bangkit dari sofa. "Pulanglah, aku ingin menenangkan diri," ucapnya lalu melemparkan jaketnya pada Mika. "Pakailah sebelum orang lain menjadi korbanmu."
"Huh, kau selalu saja keras kepala!"
Setelah Mika meninggalkan apartemennya. Gino mengacak rambutnya frustasi. Apa yang baru saja dia lakukan?
Ekspresi kecewa Laura mengingatkan Gino
Laura terseok-seok menyusuri koridor rumah sakit. Pukul tiga dini hari dia mendapat kabar kondisi Russell memburuk dan dilarikan ke rumah sakit. Laura berpegangan pada Mario yang berusaha menenangkannya. Dia bersyukur Mario bersedia mengemudi menuju Queen's pada malam buta."Dia akan baik-baik saja," ucap Mario lembut."Aku berhutang nyawa padanya. Bagaimana aku bisa membalasnya jika dia seperti ini?" gumam Laura lirih."Kau bisa membalasnya saat dia sadar nanti."Seharusnya ucapan Mario benar dan Laura tidak perlu menunggu selama satu jam hingga dokter keluar dari ruangan itu. Lalu mengatakan Russell berhasil melewati masa kritis. Laura bernapas lega dan jatuh di pelukan Mario."Kau bisa menemuinya setelah dia dipindahkan ke ruang perawatan," ucap Mario mengusap punggung Laura lembut. "Jangan menangis. Kau mengundang perhatian publik."Setelah cukup lama duduk di ruang tunggu, Laura memutuskan untuk menemui Russell. Laki-laki itu suda
Apartemen mewah dengan tiga kamar tidur mampu mengenyahkan pikiran Laura dari pertengkarannya dengan Mario. Setelah dokter mengizinkan Russell pulang, Laura mengikuti laki-laki itu ke apartemen seperti permintaan tempo hari. Dia sempat mampir sebentar ke restoran dan meminta Grace menjaga tempat itu.Tinggal di apartemen Russell merupakan pilihan tepat mengingat hubungannya dengan Mario serta Gino merenggang. Laura bisa menenangkan diri untuk sementara. Hingga kondisi Russell membaik. Setelah itu, Laura perlu mencari tempat lain supaya orang lain tidak mengganggu kehidupannya."Sayang, kemari sebentar."Laura mengikuti Russell menuju sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terdapat beberapa lukisan. Salah satunya lukisan Mona Lisa yang melegenda. Laura tidak tahu apakah lukisan itu asli atau tiruan. Dia bukan penggemar lukisan."Duduk di sana. Aku akan melukismu," ucap Russell.Laura duduk di kursi sementara Russell mulai menyapukan goresan pertamanya
Gino menunggu kedatangan Mika dan perempuan itu terjebak macet. Seandainya bukan karena Mika memintanya menunggu di toko perhiasan. Gino tidak akan bertemu Laura dan melihat gadis itu masih memakai cincin pemberiannya."No, aku duluan ya," pamit Laura sementara Gino masih mematung dalam diam. "Itu, Mika udah datang."Gino menarik napas dalam-dalam lantas menoleh ke belakang. Mika berbicara sebentar dengan Laura kemudian gadis itu berlalu bersama laki-laki yang merangkul pinggangnya. Dada Gino sesak melihat pemandangan tersebut ketimbang melihat Mario mencium Laura di depan matanya."Laura semakin cantik," ucap Mika yang sudah berdiri di depan etalase.Gino mengangguk setuju. Laura memang cantik sejak dulu, tapi kecantikan itu semakin bertambah setelah dia melepasnya. Dan Mika sengaja membuatnya semakin terpuruk. Gino keluar dari toko perhiasan itu mengabaikan teriakan Mika. Dia bermaksud mengejar Laura dan menangkap sosok dua orang menur
Seminggu kemudian. Laura bebas mengunjungi restoran setelah Russell memiliki urusan di Eropa. Laki-laki itu akan kembali Minggu depan. Laura menggunakan waktu itu sebaik mungkin. Dia memberikan Grace senyum lebar dan dibalas dengan gelengan pelan."Sedang bahagia?" goda Grace."Seminggu ini apa yang terjadi?" tanya Laura memastikan."Tidak ada yang spesial kecuali sunflower itu." Grace menunjuk tumpukan bunga layu di meja.Laura meraih bunga itu dan membuangnya ke tong sampah."Lain kali jangan terima bunga itu," ucap Laura serius."Laura, apa kau membenci laki-laki itu?" tanya Grace serius."Jangan bicara omong kosong. Kembalilah bekerja. Hari ini restoran tutup lebih cepat," ucap Laura.Pukul empat sore Laura sudah berada di supermarket tidak jauh dari apartemennya. Dia sengaja menutup restoran lebih awal kare
Laura tidak percaya menginjakkan kakinya di Norwegia. Dia hampir menolak keinginan Russell seandainya laki-laki itu tidak mengancamnya. Demi apa pun, Laura bukan perempuan tidak berperasaan. Mengesampingkan kepentingan pribadi melintasi benua demi keinginan laki-laki itu.Disambut oleh pelayan berpakaian serba hitam, Laura melangkah memasuki rumah bergaya abad pertengahan. Ada air mancur di halaman depan rumah itu. Biasanya Laura melihat rumah seperti itu hanya dalam film. Namun, kenyatannya dia melihat rumah tersebut secara nyata. Dan rumah itu ternyata milik Russell. Bocah sembilan belas tahun yang selalu merecoki hidupnya."Sayang, kau akhirnya datang."Tubuh Laura dipeluk erat tanpa sekali pun memberikan kesempatan sekadar melepas koper. Dia terkejut menyadari ada banyak pelayan memperhatikan interaksi mereka. Russell sepertinya terbiasa melakukan kontak fisik di depan umum, tapi Laura tidak bisa memamerkan kedekatan mereka di depan para pelayan.
Gino mengernyit ketika cahaya silau menerpa wajahnya. Dia meringis menyadari kepalanya terasa nyeri akibat efek obat bius yang diberikan dokter telah habis. Kecelakaan itu menyebabkan pelipisnya harus di jahit. Bukan luka berat karena Gino tidak perlu menginap di rumah sakit. Namun, akibatnya dia harus berdiam diri di apartemen hingga lukanya pulih. David melarang Gino datang ke perusahaan. Permintaan itu sama saja membunuhnya karena berdiam diri di apartemen membuatnya bosan. Dia tidak memiliki kesibukan setelah David mengambil alih kasus itu dan menyerahkan pada kepolisian. Mafia itu memang hampir membunuhnya seandainya para pengawal Mika tidak segera menemukannya. Dan bicara tentang Mika, perempuan itu sudah kembali sejak kemarin.Gino menyeret kakinya menuju dapur. Keheningan di apartemennya sedikit mengganggunya. Dia rindu pada keramaian terutama suara Gema. Setelah meneguk segelas air putih, Gino masuk ke kamarnya dan memutuskan untuk menghubungi Ajeng. Seharusnya
Lamaran romantis seumur hidup Laura karena belum ada lelaki yang melakukannya bahkan Gino sekali pun. Namun, dia tidak merasakan apa-apa selain kehampaan pasca Russell memasang cincin di jari manisnya. Menggantikan cincin pemberian Gino yang kini beralih posisi di jari manis sebelah kanan. Laura mengenakan dua cincin sekaligus dan keduanya berasal dari orang berbeda.Lucy yang mendengar tentang lamaran Russell mendadak heboh karena menurut perempuan itu, Russell tidak memiliki kualifikasi selain bocah ingusan yang mengganggunya. Dia setuju pada pendapat Lucy, tapi menolak lamaran itu. Laura tidak sampai hati melakukannya apalagi Russell terlihat bersungguh-sungguh mengatakan mencintainya.Hubungan atas dasar balas budi. Laura kembali merasakannya, padahal ketika bersama Mario. Tidak seberat saat menjalin hubungan dengan Russell. Rasanya berat menerima lamaran seseorang sementara hatinya berada entah di mana.Laura mengemas pakaian terakhirnya ke dala
Rasanya melegakan berada di tempat paling nyaman begitu Laura berhasil tiba di apartemen. Perjalanan pulang itu terasa sangat lama karena pikirannya kacau akibat Russell menolak ajakannya. Laki-laki itu memilih berada di Oslo dengan alasan ingin menghabiskan sisa hidupnya di rumah peninggalan orang tuanya. Dan sebagai syarat, Laura harus menghubungi laki-laki itu sekali selama dua puluh jam. Terdengar mudah, tapi berat seandainya Russell membahas tentang pertunangan mereka. Laura bahkan tidak tahu dengan perasaannya.Cukup!Laura muak berdebat dengan pikirannya sendiri. Dia butuh suasana tenang sebelum kepalanya meledak akibat berbagai kejadian yang terjadi belakangan ini.Dia baru saja selesai mandi ketika bel apartemennya berbunyi. Selain Lucy tidak akan ada orang yang menjadi tamu rutinnya. Laura tersenyum menyambut kedatangan Lucy yang pagi itu tampak kesal. Entah apa yang terjadi pada David, tapi Laura mengenal Lucy lebih dari dia mengenal dirinya sendiri.&