Rasanya melegakan berada di tempat paling nyaman begitu Laura berhasil tiba di apartemen. Perjalanan pulang itu terasa sangat lama karena pikirannya kacau akibat Russell menolak ajakannya. Laki-laki itu memilih berada di Oslo dengan alasan ingin menghabiskan sisa hidupnya di rumah peninggalan orang tuanya. Dan sebagai syarat, Laura harus menghubungi laki-laki itu sekali selama dua puluh jam. Terdengar mudah, tapi berat seandainya Russell membahas tentang pertunangan mereka. Laura bahkan tidak tahu dengan perasaannya.
Cukup!
Laura muak berdebat dengan pikirannya sendiri. Dia butuh suasana tenang sebelum kepalanya meledak akibat berbagai kejadian yang terjadi belakangan ini.
Dia baru saja selesai mandi ketika bel apartemennya berbunyi. Selain Lucy tidak akan ada orang yang menjadi tamu rutinnya. Laura tersenyum menyambut kedatangan Lucy yang pagi itu tampak kesal. Entah apa yang terjadi pada David, tapi Laura mengenal Lucy lebih dari dia mengenal dirinya sendiri.&
Laura menemukan Lucy di dapur dan perempuan itu sibuk dengan kompor. Dia terlambat bangun akibat tidur menjelang subuh serta Russell yang menghubunginya dan mengatakan akan kembali ke New York. Berita yang tidak begitu bagus karena Laura kembali direcoki laki-laki itu. "Lala, apa kau baru saja terbangun dari hibernasi?" sindir Lucy saat Laura mengambil segelas air. "Russell menghubungiku." Lucy meletakkan omelette serta potongan stroberi dan buah kiwi di meja makan. Menu sarapan sehat karena Laura terbiasa makan sembarangan. Dia memasukkan potongan stroberi itu ke mulutnya dan matanya terpejam akibat rasa asam menyentuh lidahnya. "Bocah itu tunanganmu kau tidak memiliki alasan menghindarinya selain mendengar semua omong kosongnya," ucap Lucy. "Aku ingin melihat restoran, apa kegiatanmu hari ini?" tanya Laura sengaja mengalihkan percakapan. "Aku memiliki tanggung jawab di perusahaan," Laura mengerti sulit bag
Entah dalam rangka apa David mengajak Gino makan malam di rooftop hotel mewah. Dia tidak percaya laki-laki yang duduk di seberangnya itu sungguh David. Jika dalam keadaan normal David sangat pelit akan sesuatu. Kini, semua terasa berbeda ketika pelayan meletakkan berbagai jenis hidangan. Bukan hanya masakan western, David juga memesan makanan Asia. Gino menyipit curiga saat David meminta pelayan membawakan makanan penutup beserta anggur merah yang tidak mungkin Gino sentuh."Aku ingin bercerai," ucap David serius.Gino urung mengambil garpu dan pisau. Dia menatap David dengan banyak pertanyaan di kepalanya, tapi sahabatnya itu terlihat tidak ingin membicarakan alasannya bercerai dengan Lucy."Jessica." David menyebut nama itu hati-hati. "Aku serahkan pada Lucy dan Jean. Setelah perceraian ini berakhir aku ingin kembali ke London. Gino, aku tidak akan menginjakkan kakiku di New York meskipun Jessica membutuhkanku. Aku tid
Insiden malam itu membuat hubungan Gino dan Laura sedikit membaik. Dia tidak perlu bersikap canggung saat berpapasan dengan gadis itu di lift atau lorong apartemen. Perkembangan yang Gino syukuri karena Laura tidak menolak kehadirannya.Dan hari ini, Gino berjanji akan menjemput Ajeng di bandara. Seminggu yang lalu Ajeng memberi kabar akan mengunjunginya sambil membawa Gema. Gino gugup selama menanti Ajeng di terminal kedatangan. Dia gugup akan bersikap seperti apa saat bertemu Gema karena anak itu belum mengerti dengan statusnya.Gino melambaikan tangannya saat melihat siluet tubuh Ajeng yang mendorong stroller bayi dan juga seorang pengasuh yang kerepotan membawa koper. Lihatlah Ajeng sama sekali tidak terlihat seperti janda beranak satu karena penampilan perempuan itu mirip sekali dengan model."Pin, kasih aja kopernya sama Gino," ucap Ajeng ketika Gino berhasil menemukannya. "Kita tunggu aja di mobil."Gino kerepotan menyeret beberapa kope
Suara heels terdengar di lorong apartemen yang sepi ketika Laura baru saja menutup pintu apartemennya. Dia terkejut mendapati Ajeng berdiri di depan unit apartemen Gino dengan gaya tak sabar. Sahabatnya itu mengetukkan heels sambil menekan bel, tapi si tuan rumah tak kunjung membukakan pintu. Laura menepuk pundak Ajeng hingga perempuan itu menjerit keras."Ya ampun, La!" teriak Ajeng dengan napas tersengal. "Kamu buat aku jantungan.""Sorry Jeng. Aku nggak tahu responmu begini," ucap Laura kalem."Lho, kamu tetanggaan sama Gino?"Laura mengangguk. "Masuk dulu Jeng mungkin Gino masih tidur kalau nggak lagi kencan.""Kencan apaan La pagi-pagi begini?"Laura tersenyum misterius membuat Ajeng tampak penasaran. Tidak mungkin dia mengatakan melihat Gino dan Mika bercumbu pagi buta. Harga diri laki-laki itu dipertaruhkan karena Malik sepupu Ajeng dan sahabatnya ini bukan seseorang yang pandai menyimpan rahasia."Aku sengaja datang pagi
Pertemuan singkat dengan Ajeng kini berubah menjadi ajakan bertemu di pusat perbelanjaan. Laura menggeleng tidak percaya akan perbuatan Ajeng memborong pakaian musim dingin yang tidak mungkin dikenakan di Indonesia. Namun, dia memilih mengikuti Ajeng kemana pun perempuan itu melangkah. Hingga mereka berhenti di toko kecantikan dan Ajeng menatapnya misterius."Make over dulu La."Laura menyesal menuruti keinginan Ajeng dan melihat tampilan wajahnya di cermin. Dia terkejut mendapati dirinya dipenuhi make up tebal. Bahkan bulu mata palsu itu terlihat sangat panjang. Belum lagi bibirnya yang dipoles lipstik merah menyala. Jika Lucy melihatnya percayalah Laura akan menjadi bahan tertawaan selama seminggu."Beres," ucap Ajeng bangga akan hasil karyanya."Bisa dihapus nggak Jeng?" tanya Laura cemas."Bisa kok, tapi kita foto dulu ya."Penampilan Ajeng tidak kalah mencolok dengan lipstik hitam serta eye shadow warna terang. Keduanya tersenyum lebar
Percakapan singkat dengan Russell tidak berakhir baik karena laki-laki itu memaksa Laura untuk kembali ke Norwegia. Rencana kembali ke New York batal karena di tengah perjalanan, Russell pingsan. Laura menolak keras permintaan laki-laki itu dengan alasan restoran membutuhkannya. Tentu saja Russell marah besar dan mengancam akan menjemput paksa Laura di New York. Orang suruhan Russell sedang dalam perjalanan dan akan bergerak sesuai perintah laki-laki itu.Berurusan dengan Russell rupanya tidak semudah yang dia bayangkan. Maka, demi mengesampingkan kekesalannya. Laura menekan bel unit apartemen Gino setelah mengganti pakaiannya dengan piyama tidur. Dia menunggu dengan cemas ketika pintu tak kunjung terbuka dan ponselnya tiba-tiba berbunyi. Gino mengabarinya sedang berada di luar dan akan kembali beberapa saat lagi. Laura kembali ke apartemennya dengan langkah gontai. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa sambil menatap langit-langit apartemennya.Bayangan masa lalu melinta
Gino menghindarinya.Laura tahu Gino kecewa setelah kejadian malam itu. Parahnya dia tidak bisa menemukan laki-laki itu di apartemen. Biasanya Gino pulang menjelang malam atau sore tepat setelah jam pulang kantor. Namun, beberapa Minggu sejak kejadian malam itu. Laura kesulitan menemukan keberadaan Gino. Dia sempat bertanya pada David dan dibalas dengan jawaban tidak masuk akal laki-laki itu. Maka, dengan penuh pertimbangan akhirnya Laura memberanikan diri mendatangi perusahaan Lucy.Respon pertama yang diberikan Lucy ketika melihatnya berkeliaran di perusahaan adalah teriakan histeris. Sebelum perempuan itu membuat kegaduhan, Laura mengatakan maksud kedatangannya. Hebatnya Lucy langsung membawanya ke lantai sebelas di mana ruangan Gino berada."Kau bisa pergi," ucap Laura."Aku akan bertanya setelah kau membereskan si brengsek itu." Lucy menendang pintu ruangan Gino hingga terbuka lebar. "Dia
Hubungan Gino dengan Laura perlahan membaik, perkembangan tersebut mampu merubah hari-harinya menjadi berwarna. Gino tidak khawatir mengenai Russell karena malam itu, Laura tidak mengenakan cincin pertunangan. Dia bukan tidak memperhatikan jari gadis itu yang polos. Namun, kenyataan bahwa Laura telah bertunangan dengan orang lain membuat Gino tidak bisa bersikap sesuka hati. Kini, jarak itu menipis setelah Laura memberikan celah agar Gino memasuki hati gadis itu. Syukur-syukur dia bisa merebut Laura dari tangan Russell.Huh, Gino lupa kondisi Russell berbeda dengan manusia normal lainnya!"Kau sudah gila," ucap David ketika berkunjung ke apartemennya sore itu.Gino tersenyum lebar mengabaikan Lucy yang duduk di samping David. Sebuah keajaiban perempuan itu berkunjung ke apartemennya tanpa Laura. Terakhir kali mereka menjenguknya saat Gino sakit dan Laura menginap di apartemennya."Jika Lala ada di apartemen. Aku tidak akan kemari," ucap Lucy k