Entah dalam rangka apa David mengajak Gino makan malam di rooftop hotel mewah. Dia tidak percaya laki-laki yang duduk di seberangnya itu sungguh David. Jika dalam keadaan normal David sangat pelit akan sesuatu. Kini, semua terasa berbeda ketika pelayan meletakkan berbagai jenis hidangan. Bukan hanya masakan western, David juga memesan makanan Asia. Gino menyipit curiga saat David meminta pelayan membawakan makanan penutup beserta anggur merah yang tidak mungkin Gino sentuh.
"Aku ingin bercerai," ucap David serius.
Gino urung mengambil garpu dan pisau. Dia menatap David dengan banyak pertanyaan di kepalanya, tapi sahabatnya itu terlihat tidak ingin membicarakan alasannya bercerai dengan Lucy.
"Jessica." David menyebut nama itu hati-hati. "Aku serahkan pada Lucy dan Jean. Setelah perceraian ini berakhir aku ingin kembali ke London. Gino, aku tidak akan menginjakkan kakiku di New York meskipun Jessica membutuhkanku. Aku tid
Insiden malam itu membuat hubungan Gino dan Laura sedikit membaik. Dia tidak perlu bersikap canggung saat berpapasan dengan gadis itu di lift atau lorong apartemen. Perkembangan yang Gino syukuri karena Laura tidak menolak kehadirannya.Dan hari ini, Gino berjanji akan menjemput Ajeng di bandara. Seminggu yang lalu Ajeng memberi kabar akan mengunjunginya sambil membawa Gema. Gino gugup selama menanti Ajeng di terminal kedatangan. Dia gugup akan bersikap seperti apa saat bertemu Gema karena anak itu belum mengerti dengan statusnya.Gino melambaikan tangannya saat melihat siluet tubuh Ajeng yang mendorong stroller bayi dan juga seorang pengasuh yang kerepotan membawa koper. Lihatlah Ajeng sama sekali tidak terlihat seperti janda beranak satu karena penampilan perempuan itu mirip sekali dengan model."Pin, kasih aja kopernya sama Gino," ucap Ajeng ketika Gino berhasil menemukannya. "Kita tunggu aja di mobil."Gino kerepotan menyeret beberapa kope
Suara heels terdengar di lorong apartemen yang sepi ketika Laura baru saja menutup pintu apartemennya. Dia terkejut mendapati Ajeng berdiri di depan unit apartemen Gino dengan gaya tak sabar. Sahabatnya itu mengetukkan heels sambil menekan bel, tapi si tuan rumah tak kunjung membukakan pintu. Laura menepuk pundak Ajeng hingga perempuan itu menjerit keras."Ya ampun, La!" teriak Ajeng dengan napas tersengal. "Kamu buat aku jantungan.""Sorry Jeng. Aku nggak tahu responmu begini," ucap Laura kalem."Lho, kamu tetanggaan sama Gino?"Laura mengangguk. "Masuk dulu Jeng mungkin Gino masih tidur kalau nggak lagi kencan.""Kencan apaan La pagi-pagi begini?"Laura tersenyum misterius membuat Ajeng tampak penasaran. Tidak mungkin dia mengatakan melihat Gino dan Mika bercumbu pagi buta. Harga diri laki-laki itu dipertaruhkan karena Malik sepupu Ajeng dan sahabatnya ini bukan seseorang yang pandai menyimpan rahasia."Aku sengaja datang pagi
Pertemuan singkat dengan Ajeng kini berubah menjadi ajakan bertemu di pusat perbelanjaan. Laura menggeleng tidak percaya akan perbuatan Ajeng memborong pakaian musim dingin yang tidak mungkin dikenakan di Indonesia. Namun, dia memilih mengikuti Ajeng kemana pun perempuan itu melangkah. Hingga mereka berhenti di toko kecantikan dan Ajeng menatapnya misterius."Make over dulu La."Laura menyesal menuruti keinginan Ajeng dan melihat tampilan wajahnya di cermin. Dia terkejut mendapati dirinya dipenuhi make up tebal. Bahkan bulu mata palsu itu terlihat sangat panjang. Belum lagi bibirnya yang dipoles lipstik merah menyala. Jika Lucy melihatnya percayalah Laura akan menjadi bahan tertawaan selama seminggu."Beres," ucap Ajeng bangga akan hasil karyanya."Bisa dihapus nggak Jeng?" tanya Laura cemas."Bisa kok, tapi kita foto dulu ya."Penampilan Ajeng tidak kalah mencolok dengan lipstik hitam serta eye shadow warna terang. Keduanya tersenyum lebar
Percakapan singkat dengan Russell tidak berakhir baik karena laki-laki itu memaksa Laura untuk kembali ke Norwegia. Rencana kembali ke New York batal karena di tengah perjalanan, Russell pingsan. Laura menolak keras permintaan laki-laki itu dengan alasan restoran membutuhkannya. Tentu saja Russell marah besar dan mengancam akan menjemput paksa Laura di New York. Orang suruhan Russell sedang dalam perjalanan dan akan bergerak sesuai perintah laki-laki itu.Berurusan dengan Russell rupanya tidak semudah yang dia bayangkan. Maka, demi mengesampingkan kekesalannya. Laura menekan bel unit apartemen Gino setelah mengganti pakaiannya dengan piyama tidur. Dia menunggu dengan cemas ketika pintu tak kunjung terbuka dan ponselnya tiba-tiba berbunyi. Gino mengabarinya sedang berada di luar dan akan kembali beberapa saat lagi. Laura kembali ke apartemennya dengan langkah gontai. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa sambil menatap langit-langit apartemennya.Bayangan masa lalu melinta
Gino menghindarinya.Laura tahu Gino kecewa setelah kejadian malam itu. Parahnya dia tidak bisa menemukan laki-laki itu di apartemen. Biasanya Gino pulang menjelang malam atau sore tepat setelah jam pulang kantor. Namun, beberapa Minggu sejak kejadian malam itu. Laura kesulitan menemukan keberadaan Gino. Dia sempat bertanya pada David dan dibalas dengan jawaban tidak masuk akal laki-laki itu. Maka, dengan penuh pertimbangan akhirnya Laura memberanikan diri mendatangi perusahaan Lucy.Respon pertama yang diberikan Lucy ketika melihatnya berkeliaran di perusahaan adalah teriakan histeris. Sebelum perempuan itu membuat kegaduhan, Laura mengatakan maksud kedatangannya. Hebatnya Lucy langsung membawanya ke lantai sebelas di mana ruangan Gino berada."Kau bisa pergi," ucap Laura."Aku akan bertanya setelah kau membereskan si brengsek itu." Lucy menendang pintu ruangan Gino hingga terbuka lebar. "Dia
Hubungan Gino dengan Laura perlahan membaik, perkembangan tersebut mampu merubah hari-harinya menjadi berwarna. Gino tidak khawatir mengenai Russell karena malam itu, Laura tidak mengenakan cincin pertunangan. Dia bukan tidak memperhatikan jari gadis itu yang polos. Namun, kenyataan bahwa Laura telah bertunangan dengan orang lain membuat Gino tidak bisa bersikap sesuka hati. Kini, jarak itu menipis setelah Laura memberikan celah agar Gino memasuki hati gadis itu. Syukur-syukur dia bisa merebut Laura dari tangan Russell.Huh, Gino lupa kondisi Russell berbeda dengan manusia normal lainnya!"Kau sudah gila," ucap David ketika berkunjung ke apartemennya sore itu.Gino tersenyum lebar mengabaikan Lucy yang duduk di samping David. Sebuah keajaiban perempuan itu berkunjung ke apartemennya tanpa Laura. Terakhir kali mereka menjenguknya saat Gino sakit dan Laura menginap di apartemennya."Jika Lala ada di apartemen. Aku tidak akan kemari," ucap Lucy k
Mulut terasa pahit menyebabkan Laura ingin sekali makan yang manis-manis. Dia melihat aneka hidangan di internet dan tergiur pada makanan khas daerahnya.Gudeg!Setelah menekan klik pada menu ponselnya, makanan itu akan diantar dalam waktu setengah jam. Laura menoleh ke samping menyadari Gino menatapnya intens. Dia teringat kejadian semalam di mana Gino ingin melakukan hal itu. Tiba-tiba tamu bulanannya datang tanpa persiapan. Padahal, Laura tahu laki-laki itu sudah tidak bisa menahan diri lebih lama. Dan terpaksa dihentikan dengan mandi air dingin pada tengah malam di musim dingin. Mengingat hal tersebut, Laura tidak bisa menahan senyumnya. Dia ingat betul bagaimana masamnya wajah Gino pasca keluar dari kamar mandi dalam waktu satu jam.Demi menebus rasa bersalah, Laura menawarkan Gino menginap dan langsung diterima laki-laki itu. Meskipun tidur di kamar berbeda, tapi Gino sudah berada di kamarnya ketika Laura mem
Kencan pertama Gino bersama Laura terjadi beberapa tahun lalu. Saat itu, Gino tidak peka terhadap emosi Laura yang masih memikirkan Mario. Hanya karena sepiring pasta, gadis itu ingin memutuskan hubungan dengannya. Untungnya Gino berhasil mencegah keinginan Laura dan mereka terjebak malam panas. Kini, Gino kembali mengajak Laura di restoran tempat pertama kalinya mereka kencan. Bedanya dia tidak memesan escargot melainkan pasta karena ingin mengetahui penilaian gadis itu tentang Mario."Kamu nggak pesan siput, No?" tanya Laura."Escargot, La.""Versi kerennya gitu, tapi aku lebih suka nyebut siput."Gino tersenyum. "Terserah kamu aja, La.""Terus kenapa pesan pasta?" tanya Laura heran."Aku mau nostalgia," jawab Gino jujur."Aku nggak paham No."Gino tersenyum misterius yang dibalas tatapan menyelidik gadis itu. Dia sengaja membiarkan Laura penasaran perihal nostalgia. Kemungkinan besar gadis itu telah melupakan Mario sepenuhny