Share

Benang Merah Puluhan Tahun

Rembang petang, dan si Simpai Gilo masih saja berdiri di tepi sungai itu sembari memandangi hutan lebat di seberang. Dan untuk sekian lama—bahkan semenjak mereka selesai makan siang tadi, Puti Bungo Satangkai hanya duduk di bangku yang sama, mengawasi si pria sepuh.

Ini cukup aneh sekali, pikir sang gadis. Di hutan seberang sungai itu sepertinya ada sesorang atau sesuatu. Hanya saja, bila tidak ada hal apa pun di sisi di mana mereka berdua berada—katakanlah, seperti sebuah teriakan, maka kondisi di seberang itu terlihat sebagaimana hutan pada umumnya.

Tapi bila ada satu suara teriakan saja, seseorang atau sesuatu di hutan di seberang itu akan berteriak pula. Bungo bahkan ragu bahwa yang berteriak itu adalah manusia sebab teriakan yang sebelum-sebelumnya ia dengar sangat aneh.

Sebenarnya sang gadis hendak meninggalkan si Simpai Gilo di gubuk itu, dan melanjutkan perjalanannya untuk mengunjungi di mana kuburan ayahnya, Sialang Babega. Tentang di mana kuburan ibunya, Zuraya, Bungo tidak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status