Matteo melajukan mobilnya keluar dari Rumah Sakit Glory, dia menyetir seorang diri sebab Satrio atau yang kerap ia panggil dengan nama Rio, yang juga merupakan sekretaris sekaligus asisten pribadinya itu sudah pulang terlebih dahulu atas perintahnya guna mengurus beberapa pekerjaan.Matteo sendiri tidak kembali ke kantor karena panggilan telepon yang ia terima saat berada di rumah sakit tadi. Panggilan telepon itu jelas lebih mendesak, lebih diprioritaskan daripada sekedar meneruskan pekerjaan mencari pundi-pundi rupiah.Pria berdarah campuran Inggris-Indonesia itu menyusuri jalan raya padat merayap ibukota menuju sebuah kediaman mewah yang sudah menjadi bagian dari hidupnya.Pintu gerbang langsung dibukakan oleh sang Penjaga Gerbang yang telah mengenali mobil hitam Matteo hingga kendaraan itu melenggang masuk dengan mudahnya menembus keamanan yang cukup ketat tersebut.Matteo memarkirkan mobilnya di sembarang tempat pada halaman rumah yang luas ini, kunc
“Teo … Kamu sadar kan seberapa mendesak hal ini?” ujar Kaisar langsung pada Matteo alih-alih menengahi perdebatan dengan suara pelan dari Yunita dan Heri.Kontan, Matteo menelan salivanya kasar. Dia sadar desakan dari Kakek Kaisarnya tidak terhindarkan lagi.“Aku tahu …,” lirih Matteo menjawab sang Kakek penuh keterpaksaan, intimidasi dari seluruh anggota keluarga inti Kaisar Taslim juga membebaninya.“Gimana? Kamu ada calon?” seloroh Gisella bertanya dengan nada lembut. Tentu dia sangat ingin tahu, pandangan matanya condong ke arah Matteo sekarang.“Pasti tidak ada!” ceplos Yunita tanpa sungkan, nadanya masih arogan meski perdebatan kecilnya dengan Heri tadi sudah berakhir, “halah, gampang aja Teo, Kamu tinggal tunjuk … semua wanita pasti bertekuk lutut sama Kamu. Kurangnya Kamu apa coba? Kamu tampan, kaya, punya segalanya. Tapi, jangankan calon istri, pacar aja pasti nggak punya. Apa jangan-jangan Kamu belok lagi? Kamu gay?” sambungnya lancar tapi pedas dengan kalimat-kalimat sarkas
Matteo mengendarai mobil mewahnya dengan kecepatan sedang, di bagian belakang mobil itu sudah ada beberapa paper bag berisikan pakaian ganti juga makanan. Tujuan pria bernetra biru ini hanya satu sekarang, menuju Rumah Sakit Glory tempat dimana tanggung jawabnya dituntut untuk dituntaskan.Usai rapat keluarga dadakan yang berlangsung panas hingga membuat Matteo mencetuskan kebohongannya, pria itu tidak langsung pulang ke apartemen.Tas selempang milik Falisha yang masih tersimpan di mobilnya sukses mengalihkan pikiran Matteo yang sempat penuh dengan berbagai masalah itu. Rasa tanggung jawabnya mendorong pria itu membeli beberapa barang untuk Falisha, padahal dia bisa menyuruh orang untuk melakukannya.“Bisa banget ya si Tante Yunita itu sepemikiran denganku,” desis Matteo seorang diri saat mobilnya berbelok masuk ke area parkir rumah sakit, “memang, tinggal tunjuk tapi untuk membangun hubungan dengan orang baru itu nggak mudah! Licik sih tapi ya mau gimana lagi dengan waktu yang sudah
Gadis kecil itu membeku dengan tatapan nanar lantas kemudian ia menjerit sekuat tenaga.“Aaarrgghh!!” pekik Ameera yang kontan mengejutkan Falisha juga Matteo.Tidak ada yang tahu jika Ameera mengalami trauma mendalam karena kekasaran yang ia terima dari ayah kandungnya, Bramantyo. Trauma itu ditambah lagi dengan kecelakaan yang menimpanya hingga harus mengalami patah tulang. Akumulasi dari semua itu memberikan efek yang tidak disangka oleh siapapun.Tawa dan senyum bahagia Ameera seketika berubah menjadi panik dan ketakutan sebab kehadiran pria asing yang ia kira akan menyakitinya dan dia tidak mampu mengungkapkannya dengan baik hingga jeritan itulah yang timbul sebagai ekspresi perasaannya.Disaat yang sama, teriakan itu membuat langkah Matteo sontak terhenti. Heran dan kaget menjadi rasa yang paling mendominasi hingga ia tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.“Gyaa! Gyaa! Ma, Ma, Ma!” seru Ameera meracau, sebelah tangannya yang sehat langsung meraup lengan Falisha untuk mencari
"Mau Ku bantu balas dendam? Aku yakin, pasti ada udang dibalik batu karena perceraian ini," ucap Matteo memberikan tawaran gilanya.Tertegun sesaat Falisha akan tawaran yang baru saja ia dengar, ia sendiri tidak menyangka jika sebaris kalimat itu akan keluar dari bibir Matteo.Tidak mampu Falisha merangkai kata untuk membalas ucapan Matteo, kepalanya mendadak kosong sekarang.Namun, bukan berarti Matteo menyerah begitu saja karena reaksi yang ditunjukkan Falisha. Diamnya Falisha justru dimanfaatkan oleh Matteo untuk melancarkan serangan bujukan sebab mungkin saja rencana yang ada di kepalanya bisa terwujud bersama wanita itu."Ku bantu … bagaimana?" ucap Matteo lagi mengulangi tawarannya, kali ini dengan nada yang lebih lembut serta penuh bujukan, "Aku tidak tahu apa yang terjadi pada rumah tangga mu, tapi ku tebak … perceraianmu itu pasti mendadak, ‘kan?” sambungnya telak, kalimatnya tajam menusuk tepat di relung hati Falisha.Semakin Falisha tidak bisa berkata-kata karena Matteo, te
"Akan Aku pertimbangkan … terima kasih atas tawarannya, Mat! Tapi sebelum itu, boleh Aku tahu bantuan apa yang harus Aku berikan jika Aku menyetujui kerjasama ini?"Walau hanya mendapatkan jawaban menggantung tapi bagi Matteo hal itu sama saja dengan peluangnya untuk menjalin kerjasama melalui sosok Falisha terbuka lebih besar.Ada harapan yang bisa dipegang Matteo meski masih semu dengan beberapa kalimat pertimbangan dan dia juga merasa wajar jika Falisha bertanya seperti itu.“Hmm, kita lanjutkan bicaranya sambil makan atau sesudah kamu bersihin diri gimana, Sha?” ucap Matteo menjawab seolah menghindari pertanyaan dari Falisha. Padahal, bukan itu niat Matteo sebenarnya.Matteo jelas merasa kasihan kondisi fisik Falisha yang terlihat babak belur dengan lebam yang telah bermunculan di sana sini, bahkan wajah wanita itu juga masih pucat. Matteo juga yakin jika Falisha sama sekali belum mengenyangkan diri mengingat makanan jatah diri wanita itu masih utuh di kamar sebelah. Matteo bisa m
“Bentuk bantuannya seperti apa?”Kalimat tanya itu membuat Matteo diam untuk sesaat, di dalam kepalanya dia menimbang-nimbang apakah akan menjabarkan sekian banyak hal kepada Falisha sementara belum ada kesepakatan yang terjalin antara mereka.Harapan itu jelas ada tapi belum ada tanda jadi dan tidak ada hitam diatas putih hingga ragu pun perlahan mulai menggerogoti Matteo. Matteo mendadak menginginkan tambahan waktu untuk tidak menjawab langsung pertanyaan Falisha dan menghindari sebentar tatapan ingin tahu sekaligus mengintimidasi dari wanita itu.Falisha tentu menunggu, dia tidak menyuapi nasi goreng ke mulutnya lagi demi mendengarkan jawaban lebih detail dari Matteo.Namun, Semesta tampaknya lebih berpihak kepada Matteo malam ini dengan terketuknya pintu kamar rawat inap Ameera. Yang mana langsung membuat pembicaraan terjeda dan perhatian keduanya teralihkan.Tok, tok!Yang datang ternyata seorang dokter wanita yang sudah Falisha kenalin sebagai dokter spesialis anak yang menangan
Sungguh, Falisha tidak bisa memejamkan matanya barang sedetikpun meski waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.Bukan karena kecelakaan yang menimpanya tadi siang meski tubuhnya terasa sakit semua juga lelah, bukan pula karena kondisi Ameera yang patah tulang meski telah semakin menunjukkan kondisi baik pasca operasi atau karena kehancuran rumah tangganya yang disebabkan oleh orang ketiga melainkan karena tawaran kerjasama dari Matteo yang bisa Falisha katakan sebagai ide gila.Bagaimana tidak disebut sebagai ide gila atau bahkan bisa dikatakan sinting jika Matteo memintanya untuk bekerjasama dengan cara menikah sementara fakta tidak bisa terbantahkan jika Falisha baru saja diceraikan secara lisan beberapa jam sebelumnya.Terkadang, hidup memang selucu itu. Dengan sekejap dapat membolak balikan segalanya.Tidak mampu tertidur membuat Falisha bangkit dan mendudukkan dirinya, lantas kembali menghela napas panjang untuk yang kesekian kalinya.Netra kecokelatan Falisha langsung terara
“Bagaimana para saksi? Sah?”Pertanyaan sederhana tapi sarat makna ini terdengar sedikit keras dari seorang pria berkacamata di ruangan yang terisikan kurang lebih sekitar dua puluhan orang tersebut.Gema kata sah yang mengiyakan balik pertanyaan itu pun segera menggaung memenuhi ruangan berdekorasi putih, semua orang yang ada di sana sepakat seiya sekata dengan si Pria berkacamata yang berprofesi sebagai seorang penghulu ini dan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa pun terlantun kemudian.Benar, apa yang tengah berlangsung adalah pernikahan antara Falisha dan Matteo. Disaksikan langsung oleh keluarga inti masing-masing dan kerabat dekat saja, akad nikah keduanya berlangsung lancar tanpa kendala apapun.Oleh Falisha, ada selaput bening yang menyelimuti netranya. Yang mana, setengah mati Falisha tahan agar tidak jatuh bersama gelombang gejolak rasa. Falisha sama sekali tidak pernah menyangka jika ia akan menikah sampai dua kali bahkan suaminya seorang Matteo Saguna Taslim, teman ma
Sungguh, sekian tahun malang melintang di dunia bisnis, Matteo hampir tidak pernah kehilangan ketenangannya seperti sekarang ini.Bukannya sombong, akan tetapi di bawah tempaan langsung sang Kakek yang merupakan raja bisnis, Matteo memang sepiawai itu. Matteo sedari kecil selalu bisa mengendalikan diri, terutama emosi dan raut wajah hingga tidak bisa terbaca lawan bicaranya.Namun, sekarang semua jerih payahnya menmbentangkan pengendalian terasa sia-sia sebab segalanya dengan mudah digoyahkan oleh Teddy.Memang, keterkejutan yang dialami Matteo hanya sepersekian detik sebelum kemudian pria itu mampu mengontrol kembali emosinya tapi tetap saja dia merasa kecolongan.Kembali, Matteo menelan lagi salivanya demi mengusir gersang yang melanda tenggorokannya walau tak seberapa berguna dan dengan satu tarikan napas panjang tidak kentara diiringi dengan turunnya tangan Teddy yang menunjuknya ia pun berkata.“Apapun yang Saya rencanakan dengan Sasha, kesepakatan apapun yang terjadi antara kami
“Jadi … apa yang ingin Kamu bicarakan? Sampai-sampai mengganggu waktu istirahat Saya seperti ini!”Kalimat langsung yang begitu to the point dan tanpa basa-basi sedikitpun dari Teddy itu membuat Matteo merasa punggungnya kian berkeringat meski berada di ruangan berpendingin ini. Setelah kedatangannya diterima keduanya bertemu dan duduk bersama berhadapan, tapi di lima menit pertama mereka hanya duduk diam saling memandang satu dengan yang lainnya.Keterdiaman yang ada nyata sangat bisa menyebabkan suasana menjadi tegang hingga Matteo tidak berani buka suara terlebih dahulu untuk memulai percakapan.Tersentak Matteo tidak kentara ditegur demikian oleh Teddy, dia sangat jelas jika ayah dari Falisha itu pasti memiliki penilaian tertentu mengenai kehadirannya.“Begini Om …,” ujar Matteo menjawab pelan setelah sebelumnya terlebih dahulu menelan Saliva guna menentramkan ketegangan diri. Sungguh, Matteo rasanya membutuhkan sedikit ruang untuk meredam rasa dan terbersit setitik penyesalan men
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 116 Jalur Keinginan Matteo“Kamu tahu, Mat … sudah Aku putuskan, percepat saja pernikahan kita. Biar semuanya jadi lebih terkendali aja. Aku nggak apa kok, nggak perlu resepsi atau akad atau apapun yang mewah-mewah, tinggal tanda tangan tanpa apapun juga Aku bersedia. Beneran, Aku bersedia dan Papa juga telah merestui ini!”Tidak bisa Matteo tidak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, terutama kalimat terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang ia pilih sebagai istri itu nantinya.Memang, pernikahan yang ingin dilakukan itu hanyalah pernikahan sebatas di atas kertas pun berjangka waktu tertentu meski belum ada pembicaraan mendetail dengan Falisha mengenai hal ini. Akan tetapi, bukan berarti Matteo ingin melangsungkannya dengan cara yang salah sebab dasar untuk menikah itu sendiri saja sudah tidak benar.Matteo ingin melalui jalur yang baik meski melewatkan momen lamaran dan sekelumit cinta yang seharusnya ada. Walau, ada banyak faktor yang harus
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 115 Percepatan“Kamu nangis? Matamu bengkak gini! Katakan, siapa yang bikin Kamu nangis?”Sungguh, beberapa tahun terakhir ini Falisha jarang sekali menerima perhatian dari orang yang ada disekelilingnya termasuk dari suaminya sekalipun. Koreksi, mantan suami si Bramantyo Satya. Selalunya, Falisha yang menjadi pemberi bukan penerima. Kasus ini tentu dikecualikan untuk putri semata wayangnya Ameera.Kalau pun mendapatkan perhatian kecil, selalu ada embel-embel entah apapun itu juga penghinaan yang mengikuti di belakang. Contoh kecil, saat itu Falisha dalam keadaan sakit. Falisha dikira sengaja berpura-pura sakit karena malas atau manja serta tidak ingin membereskan pekerjaan rumah, tuduhan ini selalu disematkan kepada setiap kali wanita itu menderita flu atau demam. Ujung-ujungnya Falisha tidak dibawa ke dokter dan cuma diberikan obat murah yang beredar di pasaran.Oleh karena itu, apa yang baru saja dilakukan Matteo pada Falisha tak pelak membuat hati wani
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 114 Restu Orang Tua (2)Teddy membalas pelukan Falisha erat, hatinya jelas menghangat atas perlakuan buah hatinya saat ini. Sungguh, Teddy merindukan saat-saat seperti sekarang, saat Falisha bermanja pada dirinya.“Sudah jadi seorang Ibu dan akan menjadi seorang istri lagi … Sasha harus lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab lagi ya.”Kalimat yang baru saja digaungkan Teddy disertai dengan usapan lembut di bagian punggung sukses membuat mata Falisha kian memanas.Falisha tidak mampu menjawab Teddy, sebagai gantinya ia menganggukkan kepala dan bening pun tumpah tanpa bisa dicegah.“Papa nggak tahu ada apa sebenarnya antara Kamu dan Matteo, Nak … tapi, Papa sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhir untukmu …,” ujar Teddy lagi tanpa menjeda usapannya dan kembali pria paruh baya itu menghela napas berat.Kalimat yang terlontar dari mulut Teddy
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 113 Restu Orang TuaDalam diamnya Falisha menilai ekspresi kedua orang tuanya. Mudah saja membaca raut wajah Miranda karena keterkejutan nyata tergurat serta tidak ada kemarahan atau keengganan sedikitpun di sana. Akan tetapi, tidak sedemikian mudah menilai ekspresi Teddy.Berbekal pengalaman Teddy di dunia bisnis selama puluhan tahun, pria paruh baya itu mampu mengontrol garis wajahnya sedatar mungkin, dia juga bisa mengendalikan emosi di balik topeng tanpa ekspresinya.Tidak ada yang bisa Falisha nilai pada Teddy kecuali wajah kaku seperti papan dan aura dingin kentara yang kian menciutkan nyalinya.Hanya Teddy sendiri dan Tuhan saja yang tahu keputusan apa yang telah diambil oleh Ayah kandung Falisha itu.Sampai pada akhirnya, Falisha tidak tahan lagi dan memecah kesunyian dengan berkata “Papa … Mama … maukah merestui pernikahan Sasha dengan Mamat?”Sungguh, menunggu jawaban seperti s
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 112 Meminta RestuBerbeda dari rasa yang dialami di awal memasuki ruangan ini, Falisha sedikit menemukan keyakinan di dalam nada bicaranya meski tetap diselimuti oleh keragu-raguan.Kalimat telah terlanjur menggaung, keinginan Falisha juga semakin meneguh sehingga ia memantapkan hati untuk tetap memberitahukan keputusannya kepada Miranda dan Teddy.Dengan mata memerah dan wajah yang masih dirubung haru, Teddy memandang Falisha penuh arti. Begitu pula dengan Miranda yang langsung memberikan perhatiannya untuk Falisha. Pasangan suami istri ini mengkode jika mereka siap mendengarkan sang Anak.Falisha menelan salivanya kasar, berusaha dia sekuat tenaga menekan kegugupan yang melanda lalu angkat bicara di detik berikutnya.“Sasha ingin minta restu Papa dan Mama untuk menikah dengan Mamat.”Lancar jaya sebaris kalimat itu meluncur dari bibir Falisha, seakan apa yang baru saja ia sampaikan adalah hal yang remeh.Terdiam Teddy tanpa ada sepatah katapun yang teruc
Si Gendut - Bab 111 Permintaan Maaf (2)Tertegun Teddy dan Miranda saat mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh putri kesayangan mereka.Sungguh, tidak terlintas di kepala mereka jika Falisha akan melayangkan permintaan maaf juga sedikit menyinggung masa lalu di situasi seperti sekarang ini.Bukan pasangan paruh baya ini tidak mengerti dengan maksud Falisha, tapi bukankah jika mereka telah bertemu kembali setelah sekian lama itu artinya semua sudah dianggap berlalu.Oleh Falisha, wanita yang telah berstatus janda dengan satu anak itu hanya mampu menundukkan kepala dengan air mata yang terus menitik jatuh. Tidak berani sedikit pun ia mengangkat wajah karena dirundung penyesalan dan rasa bersalah yang begitu kental sebab karena kesalahan yang diperbuatnya berujung pada rentetan masalah berbuntut panjang yang hampir saja mengoyak segala kerja keras orang tuanya.“Sasha … minta maaf … Ma, Pa ….”Bergetar bahu Falisha saat mengucapkan kembali sebaris kalimat tersebut. Ketakutan mulai