Sekali lihat saja pemuda yang tak lain Si Buta dari Sungai Ular tahu kalau kakek berjubah kuning yang memang Pelukis Sinting Tanpa Tanding menderita luka dalam yang parah. Namun karena saat itu luka Bayi Kawak jauh lebih parah, maka ke sanalah Manggala mendekat.
"Guru...! Jangan tinggalkan aku, Guru! Aku tak mau kau mati!" isak Putri Manja tak henti.
Hati Si Buta dari Sungai Ular trenyuh. Ia maklum akan cobaan berat yang mengguncang hati gadis manja yang kini di sampingnya. Putri Manja yang biasa bersikap berlebihan sekaligus juga amat menggemaskan, kini tampak demikian memelaskan. Wajahnya yang cantik bersimbah air mata. Sambil terus mengguncang-guncangkan tubuh Bayi Kawak, si gadis terus saja terisak-isak.
"Sudahlah, Putri! Percuma saja menangis. Tak mungkin gurumu sembuh kalau kau menangis terus!" ujar Si Buta dari Sungai Ular.
"Cerewet! Lekas kau tolong guruku!" tukas Putri Manja.
"Baik. Tapi... Tapi..."
Mendadak Si Buta dari Sungai Ular
"Sekarang apa yang harus kulakukan? Rasanya aku belum puas. Meski manusia jahanam Penguasa Demit sudah modar, tetap saja belum puas. Karena aku tak dapat membunuhnya. Malah sekarang aku menderita luka bakar. Huh..,! Menjengkelkan. Enak benar jahanam itu modar sebelum aku sempat membalaskan sakit hati. Sekarang apa yang harus kulakukan, huh!" keluh Pelukis Sinting Tanpa Tanding begitu sosok bayangan Putri Manja dan Si Buta dari Sungai Ular menghilang di balik kegelapan malam.Habis menggumam, Pelukis Sinting Tanpa Tanding segera bangkit dan berkelebat meninggalkan tempat itu. Tampak langkahnya terhuyung-huyung sebelum akhirnya menghilang di balik kegelapan malam....-o0o-"Hahaha...! Rupanya percuma saja bertahun-tahun kalian belajar silat kalau menghadapiku seorang diri saja tak becus!"Maling Tanpa Bayangan itu tak henti-hentinya terus mengumbar tawa serta ejekan. Kejadian aneh yang baru saja dialami benar-benar membuat semangat bertarungnya meledak-leda
Selanjutnya.....Blaaarrr...!"Aaakh...!"Bersama pekik mengerikan, tanpa ampun tubuh jangkung Lamdaur kontan terlempar jauh ke belakang. Begitu terbanting di tanah, tubuhnya sempat mengejang-ngejang sebentar, sebelum akhirnya tidak bergerak-gerak sama sekali! Entah pingsan, entah tewas!"Hahaha...!"Maling Tanpa Bayangan tertawa bergelak. Kepalanya mendongak ke atas. Puas sekali rasanya dapat mengalahkan kedua orang adik seperguruannya. Dalam benaknya pun membayangkan dengan cara itu pulalah tubuh Si Buta dari Sungai Ular maupun tubuh tokoh-tokoh sakti lain akan dilumatkan. Terutama bila menghalang-halangi niatnya menguasai dunia persilatan!"Haha ha...! Siapa berani menentang Maling Tanpa Bayangan, berarti mati!"Suara tawa Maling Tanpa Bayangan kian membahana. Seolah dengan begitu, ia ingin mengabarkan ke segenap penjuru kalau dialah yang paling sakti di kolong langit."Manusia maling tak berperasaan! Mampuslah kau! Hea...!"
"Manggala! Apa yang kau lakukan di situ?" teriak Putri Manja yang rupanya masih belum menyadari kalau Manggala telah menemukan Dewa Bogel di tempat itu. Namun... belum sempat si gadis mengungkapkan kekesalannya, mendadak sepasang matanya yang indah melihat sesosok tubuh lain terkapar di atas tanah rerumputan."Manggala! Cepat kemari!" pekik Putri Manja, berteriak-teriak bingung.Manggala yang tengah mengobati luka dalam Dewa Bogel mana mau menuruti panggilan Putri Manja. Ia terus saja memeriksa sekaligus mengobati luka dalam lelaki tua tambun itu sebisanya."Kau keterlaluan. Manggala! Cepat ke sini!" sungut Putri Manja saking kesalnya.Tetap saja tak ada jawaban.Habis sudah kesabaran Putri Manja dibuatnya. Sekali menghentakkan kakinya ke tanah, tubuh tinggi ramping Putri Manja melompat ke arah Si Buta dari Sungai Ular. Dan...."Kau.... Kau! Ah...! Kenapa kau tak ngomong kalau sedang mengobati seseorang!" kata Putri Manja, begitu mendarat di
Tak kurang dari sehari semalam melakukan perjalanan, akhirnya sampailah Maling Tanpa Bayangan di sebuah lereng terjal, seolah memagari aliran Sungai Serayu yang deras. Keadaan di sekitar sungai tampak lengang saja, seperti tak berpenghuni. Mungkin dikarenakan banyak ditumbuhi semak-semak belukar, hingga orang akan segan datang ke tempat sunyi itu. Burung di ranting pohon seolah malas memperdengarkan kicauannya yang merdu. Padahal, di sekitar tempat itu cukup sepi. Maling Tanpa Bayangan tak mempedulikan itu semua. Keinginannya untuk mempelajari Kitab Paguyuban Setan demikian menggebu. Rasanya tak sabar hatinya untuk segera kembali ke dalam tempat pertapaannya. Maka sekali menghentakkan kakinya pada batang pohon yang tumbang, tubuh jangkungnya pun segera melenting tinggi ke udara.Begitu kedua kakinya mendarat, tahu-tahu telah berada di sebuah tanah bererumputan. Tak begitu luas memang. Lebarnya tak kurang dari dua atau tiga tombak. Di sekitarnya pun banyak ditumbuhi semak-sema
"Tabib Agung! Keluarlah kau! Aku datang ingin menemuimu!"Akhirnya, suara merdu namun cukup lantang meluncur dari mulut wanita cantik itu, memanggil orang yang dicari. Sekali dua kali berteriak, tak ada jawaban. Sehingga, membuat wanita cantik itu jadi gusar sekali. Ia tidak tahu, di mana Tabib Agung bertapa. Yang diketahuinya Tabib Agung bertapa di puncak Gunung Perahu.Untuk mengobati rasa penasarannya, tak ada pilihan lain. Terpaksa wanita cantik itu harus mengulang teriakannya berulang-ulang. Seperti teriakan sebelumnya, tetap saja orang yang dicari tak didapati."Tabib Agung! Keluar kau! Kalau sekali ini tak sudi menunjukkan batang hidungmu, jangan salahkan kalau aku mengobrak-abrik puncak Gunung Perahu ini!" teriak wanita cantik itu sarat ancaman."Hei he he...! Ada apa? Dari tadi aku di sini, kenapa kau berteriak-teriak mirip kerbau mau dijagal, he?"Mendadak terdengar sahutan dari belakang, membuat si wanita cantik terkejut bukan main. Beta
"Sekarang aku..., aku sepertinya tak mencintai Kakang Sungkono lagi," jelas Rondo Kasmaran malu-malu sembari menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. "Kuharap, kau jangan mengatakan aku mata keranjang, ya?""Ya sudah kalau kau tak mencintai kekasihmu itu. Lantas kenapa aku harus mengataimu mata keranjang?""Tapi.... Tapi sekarang aku justru mencintai orang lain!" jelas Rondo Kasmaran tanpa diminta."Itu kan wajar. Kau masih muda. Kau berhak jatuh cinta lagi. Kenapa minta pertolongan padaku?""Tapi aku harus meminta pertolonganmu, Bib. Karena, pemuda yang kucintai tampaknya tak membalas cintaku," ungkap Rondo Kasmaran."Bodoh benar pemuda itu. Apa matanya lamur? Kau cantik. Tubuhmu pun amat menggiurkan. Kenapa pemuda itu tak membalas cinta mu? Siapa nama pemuda itu?" tanya Tabib Agung."Namanya aku tidak tahu, Bib. Tapi ia terkenal sebagai Si Buta dari Sungai Ular," jawab Rondo Kasmaran malu-malu."Apa? Kau mencintai Si Buta dari Sungai Ul
Menghadapi saat-saat yang paling membahayakan bagi keselamatannya, diam-diam hati Maling Tanpa Bayangan jadi tegang bukan main. Meski saat-saat tegang itu belum dilalui, namun sekujur tubuhnya telah dipenuhi keringat dingin.Parasnya yang kemerahan kini tampak kehijauan, saking ngerinya membayangkan kejadian nanti malam. "Demi iblis! Kuatkanlah hatiku! Aku tak ingin mati merana seperti ini," tegasnya dalam hati.Berulang-ulang Maling Tanpa Bayangan menguatkan hatinya. Keadaannya saat ini benar-benar sangat memprihatinkan. Sebenarnya, terbersit pula niat untuk urung mempelajari ilmu yang terkandung dalam Kitab Paguyuban Setan. Namun berhubung sudah kepalang basah, terpaksa tekadnya tetap dibulatkan. Apalagi, ia juga merasa akan mendapat laknat dari iblis-iblis di delapan penjuru mata angin bila niatnya dibatalkan.Mau tidak mau, akhirnya Maling Tanpa Bayangan harus menunggu sampai saat semadi berakhir, meski tidak tahu akan nasibnya. Entah mati merana, entah akan
Maling Tanpa Bayangan segera mengambil Kitab Paguyuban Setan dari balik jubahnya. Kembali dibukanya halaman terakhir kitab itu. Di situ tergambar jelas, bagaimana menciptakan pukulan-pukulan dahsyat dalam waktu singkat.Diam-diam Maling Tanpa Bayangan bersorak gembira. Kini ia tak perlu gentar lagi menghadapi Si Buta dari Sungai Ular maupun tokoh-tokoh sakti dunia persilatan lainnya. Ia yakin dapat mengalahkan mereka semua. Bahkan bukan saja mengalahkan, tapi juga ingin membunuh siapa saja yang berani menentang dirinya. Di samping itu sebenarnya ilmu Maling Tanpa Bayangan telah mampu melebihi kepandaian Penguasa Demit, karena Penguasa Demit sendiri belum sempat mempelajari ilmu terakhir yang terkandung dalam Kitab Paguyuban Setan."Sekaranglah saatnya aku membalas dendam...!"-o0o-"Ah...! Kau ini! Aku ini tabib! Bukan dukun!" kata Tabib Agung, ketika Rondo Kasmaran terus mendesaknya"Tapi....""Tidak bisa. Aku tidak bisa menolongmu," sahut
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana