"Sekarang aku..., aku sepertinya tak mencintai Kakang Sungkono lagi," jelas Rondo Kasmaran malu-malu sembari menyembunyikan wajahnya dalam-dalam. "Kuharap, kau jangan mengatakan aku mata keranjang, ya?"
"Ya sudah kalau kau tak mencintai kekasihmu itu. Lantas kenapa aku harus mengataimu mata keranjang?"
"Tapi.... Tapi sekarang aku justru mencintai orang lain!" jelas Rondo Kasmaran tanpa diminta.
"Itu kan wajar. Kau masih muda. Kau berhak jatuh cinta lagi. Kenapa minta pertolongan padaku?"
"Tapi aku harus meminta pertolonganmu, Bib. Karena, pemuda yang kucintai tampaknya tak membalas cintaku," ungkap Rondo Kasmaran.
"Bodoh benar pemuda itu. Apa matanya lamur? Kau cantik. Tubuhmu pun amat menggiurkan. Kenapa pemuda itu tak membalas cinta mu? Siapa nama pemuda itu?" tanya Tabib Agung.
"Namanya aku tidak tahu, Bib. Tapi ia terkenal sebagai Si Buta dari Sungai Ular," jawab Rondo Kasmaran malu-malu.
"Apa? Kau mencintai Si Buta dari Sungai Ul
Menghadapi saat-saat yang paling membahayakan bagi keselamatannya, diam-diam hati Maling Tanpa Bayangan jadi tegang bukan main. Meski saat-saat tegang itu belum dilalui, namun sekujur tubuhnya telah dipenuhi keringat dingin.Parasnya yang kemerahan kini tampak kehijauan, saking ngerinya membayangkan kejadian nanti malam. "Demi iblis! Kuatkanlah hatiku! Aku tak ingin mati merana seperti ini," tegasnya dalam hati.Berulang-ulang Maling Tanpa Bayangan menguatkan hatinya. Keadaannya saat ini benar-benar sangat memprihatinkan. Sebenarnya, terbersit pula niat untuk urung mempelajari ilmu yang terkandung dalam Kitab Paguyuban Setan. Namun berhubung sudah kepalang basah, terpaksa tekadnya tetap dibulatkan. Apalagi, ia juga merasa akan mendapat laknat dari iblis-iblis di delapan penjuru mata angin bila niatnya dibatalkan.Mau tidak mau, akhirnya Maling Tanpa Bayangan harus menunggu sampai saat semadi berakhir, meski tidak tahu akan nasibnya. Entah mati merana, entah akan
Maling Tanpa Bayangan segera mengambil Kitab Paguyuban Setan dari balik jubahnya. Kembali dibukanya halaman terakhir kitab itu. Di situ tergambar jelas, bagaimana menciptakan pukulan-pukulan dahsyat dalam waktu singkat.Diam-diam Maling Tanpa Bayangan bersorak gembira. Kini ia tak perlu gentar lagi menghadapi Si Buta dari Sungai Ular maupun tokoh-tokoh sakti dunia persilatan lainnya. Ia yakin dapat mengalahkan mereka semua. Bahkan bukan saja mengalahkan, tapi juga ingin membunuh siapa saja yang berani menentang dirinya. Di samping itu sebenarnya ilmu Maling Tanpa Bayangan telah mampu melebihi kepandaian Penguasa Demit, karena Penguasa Demit sendiri belum sempat mempelajari ilmu terakhir yang terkandung dalam Kitab Paguyuban Setan."Sekaranglah saatnya aku membalas dendam...!"-o0o-"Ah...! Kau ini! Aku ini tabib! Bukan dukun!" kata Tabib Agung, ketika Rondo Kasmaran terus mendesaknya"Tapi....""Tidak bisa. Aku tidak bisa menolongmu," sahut
"Cukup aneh kelihatannya penyakit ketiga orang ini. Sekali lihat aku jadi tertarik sekali," gumam Tabib Agung dalam hati.Tangannya yang sudah gatal-gatal tak memeriksa orang segera meraba-raba tubuh ketiga orang itu. Cukup seksama dan teliti, tanpa mempedulikan 'perang urat saraf' dua orang wanita cantik di samping.Putri Manja terus memberengut habis-habisan. Naluri kewanitaannya tidak rela melihat Manggala berakrab-akrab dengan Rondo Kasmaran. Apa pun yang terjadi, ia merasa lebih berhak dibanding wanita itu. Dia lebih muda. Lebih cantik. Lebih menggairahkan. Lebih segala-galanya! Untuk mewujudkan pikirannya, tak ada pilihan lain. Terpaksa Putri Manja harus nimbrung. Meski tidak langsung membuka suara tapi dari raut wajahnya yang masam jelas menyiratkan sikap perang terhadap Rondo Kasmaran. Maka makin parah saja kedua orang wanita itu saling melirik benci."Sudah tua, tak tahu malu. Beraninya mengumbar cinta. Pada seorang pemuda lagi. Memalukan!" sindir Putri
Rondo Kasmaran membantingkan kakinya kesal. Kilatan sepasang matanya yang indah sempat menyambar ke arah Putri Manja dan Si Buta dari Sungai Ular, sebelum akhirnya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Hanya dalam beberapa kelebatan saja, sosoknya telah jauh dari tempat ini. Si Buta dari Sungai Ular menggeleng-gelengkan kepala, lalu disusul dengan gerutuannya yang tak jelas....Rondo Kasmaran terus berkelebat cepat. Tanpa arah tujuan. Ke mana saja kakinya melangkah, ke sanalah yang dituju. Isak tangisnya sejak turun dari puncak Gunung Perahu terus menemani perjalanan. Dalam hati tak henti-hentinya mulutnya mencaci Si Buta dari Sungai Ular dan Putri Manja. Ia merasa kalau Si Buta dari Sungai Ular pilih kasih. Buktinya pemuda itu tak mengejarnya sebagai tanda kalau benar-benar mencintai. Inilah yang sebenarnya mengusik hati Rondo Kasmaran!Dari pandang mata. Rondo Kasmaran tahu kalau Si Buta dari Sungai Ular memihak Putri Manja. Meski tidak ditunjukkan secara nyata,
"Nah, begitu baru adil namanya. Tapi, kau tentu tidak akan mengecewakan aku, kan? Kau pasti mau memenuhi syaratku, kan?" berondong Rondo Kasmaran khawatir juga kalau dikibuli."Iya.""Benar?""Benar!""Baik. Kalau begitu, akan kukatakan syaratku.""Katakan saja!""Baik," Rondo Kasmaran menelan ludahnya sebentar. "Terus terang, aku hanya punya satu syarat saja. Raja Penyihir. Kuharap, kau tidak akan mengecewakan aku. Kau harus membantuku! Kau harus....""Iya, iya! Tapi, apa syaratnya" Cepat katakan! Jangan plintat-plintut seperti pesinden kesiangan!" hardik Raja Penyihir."Ini aku mau bicara. Kau sendiri yang tidak sabaran.""Mana aku bisa sabar," gerutu Raja Penyihir."Mau tahu syaratnya tidak?" tukas Rondo Kasmaran."Iya. Cerewet amat, sih!" sungut Raja Penyihir."Dengar, Raja Penyihir! Aku ingin kau membantuku mendapatkan Si Buta dari Sungai Ular secepatnya. Aku sangat mencintainya. Kau sanggup, Ra
"Nah...! Itu baru enak didengar," sahut Tabib Agung seraya mengipas-ngipas dengan tangan."Maunya siih begitu!" cemooh Manggala lagi seraya menjebikkan bibir."Apa kau bilang?""Eh..., tidak. Aku tidak ngomong apa-apa kok," sahut Si Buta dari Sungai Ular celingukan.Tabib Agung menggerutu kesal. Dan mendadak matanya jadi liar. "Eh...! Kalian semua dengar, ya! Buka telinga lebar-lebar! Luka dalam kalian bertiga telah ku-sembuhkan. Sekarang, sudah waktunya angkat kaki dari tempat kediamanku ini! Cepat!" usir Tabib Agung yang memiliki watak aneh.Si Buta dari Sungai Ular, dan semua yang berada di puncak Gunung Perahu jadi saling berpandangan. Tak mengerti dengan perubahan watak tuan rumah."Kenapa kalian malah bengong saja? Apa kalian semua tuli, he! Cepat tinggalkan tempatku ini!""Apa termasuk aku juga, Orang Tua?" tanya Manggala memberanikan diri."Ya. Kalian semua. Cepat tinggalkan tempat ini!" tegas Tabib Agung."Yah..
"Heh...!"Juwono dan kesepuluh temannya terkesiap bukan main. Mereka tak menyangka akan mendapat serangan balik demikian cepatnya. Belum sempat berpikir lebih jauh, tahu-tahu jari-jari tangan Maling Tanpa Bayangan telah mengancam laksana tangan-tangan maut.Dess! Dess! Dess!Bret! Bret!"Aaa...!"Juwono dan lima temannya hanya sempat mengeluarkan keluhan, sebelum akhirnya ambruk satu persatu dengan dada jebol dan perut sobek. Belum puas dengan gebrakan pertama, Maling Tanpa Bayangan kembali berkelebat melancarkan serangan berikut,"Hea...! Heaaa...!"Bukkk! Bukkk!Lima kali tangannya bergerak melayangkan bogem mentah, maka terdengar pekik menyayat dari lima orang pengeroyok. Mereka kontan terjungkal ke tanah, tak mampu bangun lagi. Semuanya terkapar dengan luka amat mengenaskan. Kepala pecah mengeluarkan cairan kemerah-merahan, sementara perut ambrol dengan usus terburai."Tikus-tikus comberan tak tahu diri! Mampuslah ka
"Ha ha ha...! Percuma saja kau membokongku. Kau tetap tidak akan mampu membunuhku. Siapa pun juga tidak akan mampu membunuhku!" Maling Tanpa Bayangan tertawa bergelak.Punggungnya yang semula terasa remuk terkena pukulan si pembokong kini telah sembuh seperti semula. Itu tidak lain berkat ilmu yang dipelajari dari Kitab Paguyuban Setan.Tak sia-sia rupanya lelaki ini mendapatkan ilmu tangguh itu. Begitu bagian tubuhnya terluka, kontan saja uap hitam yang keluar dari balik jubah hitamnya menyelimuti bagian luka, hingga akhirnya sembuh seperti semula.Sementara itu si pembokong yang kini berada di hadapan Maling Tanpa Bayangan membelalakkan matanya lebar. Sinar matanya menyiratkan kalau ia tak mempercayai apa yang telah dialami Maling Tanpa Bayangan tadi. Jangankan punggung manusia. Tubuh gajah bengkak pun akan hancur lebur bila terkena pukulannya. Tapi ini? Melukainya pun tidak. Benar-benar aneh!Si pembokong adalah seorang nenek bertubuh amat kerempeng da
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana