Pulasari mengerutkan gerahamnya kuat-kuat. Sepasang matanya yang indah makin membelalak liar.
"Kenapa sih kau senang melototi aku? Atau... jangan-jangan kau mulai naksir aku, ya?" goda Manggala lagi. Kepala si pemuda bergerak-gerak sedemikian rupa, mengawasi gadis cantik di hadapannya. Lalu dielus-elus rambutnya ke belakang, seperti orang tengah merapikan rambut.
"Bagaimana? Cukup pemuda gagah kan aku?" ledek Manggala, senang sekali melihat rona merah di pipi Pulasari. Pulasari menggeram penuh kemarahan. Rona merah di pipinya tampak makin kentara. Memang harus diakui, pemuda buta di hadapannya cukup gagah. Dan tak dipungkiri sifat kewanitaannya pun tergoda. Namun karena tengah mengalami guncangan batin melihat ayahnya dan saudara-saudara perguruannya terbunuh secara keji, Pulasari pun menutup rasa terpesonanya.
"Kunyuk Buta tak tahu malu! Belum puas aku kalau belum merobek-robek mulutmu yang lancang ini!" bentak si gadis, sambil mengenyahkan perasaan yang menggo
MALAM bergerak merambat. Hawa dingin menusuk kulit. Di atas Bukit Menjangan, tepatnya di pinggir makam Penghuni Alam Maut, duduk bersila satu sosok tubuh terbungkus pakaian serba hitam. Sepasang matanya terpejam rapat-rapat. Kedua bibirnya berkemik-kemik. Entah membacakan mantra apa. Disaput oleh sinar rembulan tampak jelas wajah tirus seorang lelaki tua. Rambutnya putih tergerai di bahu. Di depannya tampak asap putih kebiruan mengepul ke atas, menebarkan bau kemenyan yang menyengat. Memang, lelaki tua yang tengah duduk di dekat makam Penghuni Alam Maut itu tidak lain adalah Iblis Pemanggil Roh!Ketika malam telah mencapai titik tengahnya, tiba-tiba di hadapan Iblis Pemanggil Roh telah berdiri sebuah orang-orangan sawah. Namun kepala tempurung dan badan kayunya tampak seperti hidup! Ya, ia tak lain adalah si Jerangkong.Begitu matanya terbuka, Iblis Pemanggil Roh tertawa senang."Bagus, bagus! Kau memang pesuruh baik, Jerangkong!" sambut Iblis Pemanggil Roh. Sep
Memang, kini kedua anak muda itu tengah mencari orang yang tengah menebar maut di Perguruan Kaki Angin. Setelah menguburkan mayat Malaikat Kaki Seribu beserta kedelapan orang muridnya, Manggala dan Pulasari sempat bermalam di Perguruan Kaki Angin. Baru pagi harinya mereka memulai pencarian."Kita beristirahat sebentar, Manggala. Aku letih," pinta Pulasari.Pulasari menghentikan langkahnya di pinggiran jalan setapak di samping Hutan Minden. Keringat membasahi wajah gadis itu. Pipinya menjadi kemerah-merahan setelah hampir seharian berlari. Tanpa banyak cakap Manggala pun menghentikan langkahnya di samping Pulasari. Sejenak dipandanginya gadis cantik di hadapannya disertai senyumnya yang dianggap paling manis.Namun belum sempat membuka suara...."Jangan cengengesan! Kau pikir aku senang melihat pemuda tampang jelek mu, he!" bentak si gadis, garang. Senyum Manggala berubah jadi cengiran. Tangan kanannya lalu menggaruk-garuk kepala."Mau istirahat, me
"Hm...! Tampaknya ada orang yang berkepandaian tinggi yang akan membuat kacau dunia persilatan dengan cara mengendalikan orang-orangan yang disebut Jerangkong ini?" gumam Manggala dalam hati."Siapa yang mengendalikan mu, Jerangkong?" tanya Manggala, lalu cepat meloncat bangun.Pulasari pun cepat meloncat bangun. Sepasang mata jelinya terus memperhatikan si Jerangkong di hadapannya dengan kening berkerut. Seperti biasa, tak sepatah kata pun yang terucap dari sosok benda aneh di hadapan Manggala dan Pulasari. Bahkan kedua tangan kayunya yang sudah berobah menjadi kuning tahu-tahu mendorong ke depan.Wesss! Wesss!Maka seketika itu juga dua leret sinar kuning dari tangan kayu si Jerangkong melesat ke depan menyerang Manggala dan Pulasari!"Uts...!"Brakkk!Si Buta dari Sungai Ular dan Pulasari sama-sama membuang tubuh ke samping. Dan dua sinar kuning itu terus melesat, langsung menghantam dua batang pohon minden besar hingga tumbang sal
Si Buta dari Sungai Ular terkesiap kaget! Tak mungkin serangan maut Jerangkong dapat dihindari. Apalagi dalam jarak demikian dekat. Maka tak ada pilihan lain, kecuali harus menangkis. Maka tanpa banyak pikir lagi, tangannya mengibas melepas pukulan sakti ‘Tenaga Inti Geledek’!Bummm...!!!Hebat bukan main pertemuan dua tenaga dalam di udara kali ini. Sosok Jerangkong tergetar hebat. Tubuhnya bergoyang-goyang. Namun, yang dialami Si Buta dari Sungai Ular lebih hebat lagi. Karena saat ini tubuh tinggi kekarnya terpental beberapa tombak ke belakang bak layangan putus. Begitu tubuhnya memben tur batang pohon di belakangnya, langsung melorot ke tanah berdebu."Hooeeekh...!"Si Buta dari Sungai Ular muntahkan darah merah kekuningan dari mulutnya. Wajahnya pias bagaikan kapas. Tampak sisa-sisa darah terlihat di sudut-sudut bibir. Si Buta dari Sungai Ular menggeram penuh kemarahan. Saking tidak kuatnya menahan amarah, tiba-tiba sekujur tubuhnya berget
Aneh sekali! Suara lonceng itu demikian kerasnya seperti hendak menulikan telinga, walau Penyair Sinting hanya menggerak-gerakkan biasa saja. Bahkan kalau yang mendengar hanya memiliki tenaga dalam rendah, bukan mustahil gendang telinganya akan pecah. Namun, tentu saja hal itu sama sekali tidak mempengaruhi si Jerangkong. Jangankan terusik oleh suara lonceng, melihat kehadiran lelaki tua sakti dari Gunung Slamet itu saja tidak!Malah kini dengan kedua tangan kayunya berwarna kuning kembali diserangnya Si Buta dari Sungai Ular dengan hebat!Dengan segenap kemampuannya. Si Buta dari Sungai Ular terus melayani gempuran-gempuran si Jerangkong. Sedang Penyair Sinting hanya menonton dengan sikap heran. Bagaimana mungkin sosok benda mati itu dapat menyerang Si Buta dari Sungai Ular dengan demikian hebat? Dan siapa pula yang mengendalikannya?"Hm...! Sungguh keji orang yang tega mengusik arwah yang sudah mati! Ini pasti perbuatan Iblis Pemanggil Roh dari Lembah Duka. Ka
"Siapa orang yang mengendalikan Jerangkong ini, Orang Tua?" tanya Manggala seraya membuang tubuhnya ke samping menghindari serangan si Jerangkong. Tanpa menjawab, Penyair Sinting bertindak serupa. Dengan sekali menghentakkan kakinya ke tanah, tahu-tahu tubuh tinggi kurusnya telah melompat ke samping. Sehingga, serangan si Jerangkong hanya menghantam gundukan tanah di belakangnya.Bummm...!Gundukan tanah itu hancur menciptakan kepulan debu amat pekat! Sisa-sisa gundukan tanah itu hangus terbakar, mengepulkan asap kekuningan!"Siapa lagi kalau bukan manusia laknat Iblis Pemanggil Roh! Lekas cari dia! Ia pasti berada di makam Penghuni Alam Maut di atas Bukit Menjangan tak jauh dari sini! Lekas sekalian bawa gadismu yang cantik itu! Biar aku bermain-main sebentar dengan benda edan ini," buru Penyair Sinting menjawab seraya memberi perintah.Si Buta dari Sungai Ular bukannya berjiwa pengecut. Tapi bila mengingat keadaan Pulasari yang mengkhawatirkan, kekerasa
Ternyata, si gadis masih terbaring di tempatnya. Manggala lega sekali. Padahal tadi ia khawatir sekali kalau-kalau ada orang jahat menculik gadis itu. Dengan sikap mantap Manggala segera berjongkok di samping gadis itu. Tangan kirinya buru-buru merogoh obat pulung kuning pemberian Penyair Sinting tadi. Lalu sambil memegangi daun talas berisi air ditangan kanan, Manggala berusaha menjejalkan obat itu ke dalam mulut Pulasari.Setelah obat itu masuk, baru Manggala menuangkan air dalam daun talas ke dalam mulut Pulasari. Namun apa yang terjadi? Ternyata obat kuning itu kembali mencelat keluar dari dalam mulut Pulasari. Buru-buru Manggala memungutnya dan membersihkannya dengan baju."Aneh...! Masa' sih, didorong pakai air obat ini malah menceliat keluar?" desah si pemuda sambil menggeleng-geleng. "Ah, coba ku ulang sekali lagi. Siapa tahu bisa."Habis menggumam begitu, Si Buta dari Sungai Ular kembali memasukkan obat pulung ke dalam mulut Pulasari. Lalu, segera ditua
"Hm...!" Pulasari menggumam tak jelas. Namun amarahnya masih belum reda. Dan ketika melihat baju bagian atasnya memang basah kuyup, hatinya jadi ragu-ragu.Maka seketika serangan-serangannya dihentikan. "Be... benar kau... kau tidak bermaksud kurang ajar padaku, Manggala?" tanya Pulasari ragu-ragu."Ya, ampun! Memangnya aku sudah gila! Orang yang memberi obat pemunah racun itulah yang gila!""Tapi kalau kau memang terbukti berlaku kurang ajar padaku, demi Tuhan aku akan membunuhmu, Manggala!" geram Pulasari akhirnya."Baik, baik! Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada orang tua gila itu!" sungut Manggala kesal."Maksudmu, orang tua sakti bergelar Penyair Sinting?""Yah...! Siapa lagi!""Hm...! Baik! Nanti kalau aku bertemu dengannya, aku pasti akan menanyakan hal ini padanya," kata Pulasari. "Sekarang kita berada di mana? Dan mana Jerangkong yang telah mencelakakan ku itu?""Aku tidak tahu, di mana kita sekarang. Yang jelas, s
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana