Sambil berbicara mata bocah kecil itu terus membesar. Entah karena kesal tidak pernah diberi tahu Manggala tentang dirinya selaku pendekar yang begitu disegani, atau karena bocah kecil itu sama kaget dengan prajurit kadipaten tadi.
"Kakang ini benar-benar brengsek...," gerutu Walet. "Kalau tahu begitu, aku sudah minta diajarkan jurus saktimu...."
Manggala tak mempedulikan gerutuanmu Walet, karena prajurit yang melapor telah kembali.
"Tuan Pendekar dipersilakan menemui Kanjeng Adipati di pendapa," kata prajurit itu, mempersilakan.
Manggala dan Walet memasuki gerbang kadipaten, diantar prajurit tadi. Setelah berjalan melewati taman sari kekadipatenan, mereka tiba di satu bangunan besar bertiang-tiang kokoh. Bangunan ini tak berdinding, sehingga orang di dalamnya bisa melepas pandangan ke seluruh penjuru taman sari. Di tengah ruangan berlantai agak meninggi itu, tampak Adipati Tunggul Manik duduk di atas kursi kebesaran. Mimik wajahnya terlihat senang. Matan
Seorang di antara mereka rupanya masih memiliki sedikit keberanian. Walaupun orang itu paling muda, namun memiliki semangat menggebu, sebagaimana layaknya orang berdarah muda."Ayo, jangan biarkan nyali kita ciut. Tak perlu ragu menghadapi maut, jika berada di pihak yang benar" teriak anak muda itu lantang.Namun teriakan penuh gelegak semangat tempur itu seperti tidak berarti dalam membakar keberanian sembilan orang Perguruan Naga Langit yang lain. Mereka terlihat mulai tersurut setindak demi setindak, setelah sebelumnya menghentikan serangan."Kenapa kalian ini?" bentak murid termuda itu gusar. "Apa kalian tak ingin menuntut balas atas kematian guru kita tercinta yang telah dibunuh secara mengerikan oleh orang-orang biadab ini"Sementara itu, kelima lelaki bertopeng sudah siaga penuh menanti serangan selanjutnya. Masing-masing tahu, pihak mereka sudah mampu mengalahkan nyali sisa orang-orang Perguruan Naga Langit.Dalam suatu pertempuran, hal ini
Si Buta Dari Sungai Ular memapah pemuda dari Perguruan Naga Lagit yang ditolongnya. Pemuda yang mengaku bernama Senaji kemudian menceritakan kejadian yang sebenarnya, kenapa orang-orang Perguruan Naga Langit sampai bertarung melawan orang-orang bertopeng itu.Menurut Senaji, waktu itu Perguruan Naga Langit tengah dirundung suasana berkabung. Seluruh murid berkumpul di ruang khusus guru mereka yang bernama Ki Kusuma. Seminggu, belakangan, perguruan ini dilanda kejadian aneh yang mengerikan. Setiap malam, beberapa murid mendadak jatuh sakit, memuntahkan darah segar. Lebih mengerikan lagi, pada muntahan darah mereka terserak puluhan batang jarum.Setelah memakan banyak korban dari murid perguruan, malam itu pun Ki Kusuma menderita penyakit aneh pula. Dan hal ini menyebabkan murid-murid Perguruan Naga Langit jadi begitu khawatir.Dan akhirnya berkumpul di sekitar pembaringan Ki Kusuma. Saat mereka lengah, lima lelaki bertopeng menyelinap masuk untuk menjarah benda-b
"Aku turut berdukacita atas kematian guru kalian," ucap Manggala setelah tersadar dari kecamuk pikirannya. "Lebih baik kalian segera mengurus jenazah Ki Kusuma dan kawan-kawan yang meninggal di halaman depan. Dan sungguh menyesal aku tidak bisa mengikuti upacara pemakaman, mengingat pesan terakhir Ki Kusuma agar aku segera berangkat malam ini juga."Bersama satu tarikan napas penyesalan, Manggala segera mohon pamit."Tuan Pendekar," cegah Subali, saat Manggala beru saja hendak beranjak. "Ada sesuatu yang hendak kusampaikan. Mari...."Subali mengajak Manggala meninggalkan ruang khusus itu. Mereka lantas berjalan beriringan. Setibanya di lorong kamar-kamar perguruan, barulah Subali memulai."Sewaktu lima orang bertopeng melakukan perampokan tadi, aku berusaha meringkus mereka bersama murid lain. Tanpa sengaja, kalung salah seorang lelaki bertopeng terjatuh, dan kutemukan."Subali mengeluarkan kalung yang dikatakannya dari balik baju."Ini Tuan
"Heaaa...!"Wrrr...!Setibanya di pagar tinggi Perguruan Elang Hitam, Manggala melenting tinggi ke udara. Tubuhnya melayang di udara, melewati pagar dari batang-batang cemara.Jlek!Begitu usai melakukan gerakan indah di udara, kaki Si Buta dari Sungai Ular menjejak mantap di pelataran depan perguruan itu. Apa yang ditemukannya di sana? Ternyata sebuah pemandangan yang semula begitu dikhawatirkan Manggala terjadi. Puluhan mayat murid perguruan tampak berserakan tumpang tindih, bagai onggokan daging tak berharga."Biadaaab! Siapa dalang semua ini?" teriak Manggala, dengan suara menggelegar penuh kemurkaan.Dengan napas memburu, Manggala mencoba mencari sisa-sisa kehidupan di dalam bangunan Perguruan Elang Hitam. Seluruh ruang dijelajahinya.Namun, tak sejengkal pun dilewati. Dan lagi-lagi matanya dijejali anyir darah dan mayat-mayat tanpa tanda kehidupan."Oh, Tuhan...," keluh Manggala lemah.Tak mampu lagi pemuda itu men
"Hih"Seketika orang bertopeng itu secepatnya menyergap tanah untuk menyelamatkan kepalanya. Usahanya berhasil. Tubuhnya langsung bergulingan, tepat di bawah kaki murid Perguruan Tangan Wesi yang tengah melayang. Dan dalam satu rangkaian gerak yang begitu cepat, golok di tangannya menebas ke atas, tepat diarahkan ke sepasang betis murid itu.Crak!Bruk!Setelah kawannya mengalami nasib mengerikan, kali ini murid Perguruan Tangan Wesi itu mendapat giliran. Kedua kakinya terputus sebatas betis di udara. Potongannya langsung terpetal ke samping, diikuti semburan darah segar. Kemudian tubuhnya ambruk ke tanah, karena tidak bisa lagi berpijak."Sayang sekali Sebenarnya aku masih suka main-main denganmu beberapa jurus lagi. Tapi, tampaknya kau tak bisa lagi menjadi lawan tandingku. Lebih menyesal lagi, pemimpinku menugaskan agar pekerjaanku harus diselesaikan secara tuntas. Jadi....""Kau ingin bunuh aku? Bunuhlah Aku tak pernah gentar untuk mati
"Aku orang yang begitu berselera menghisap darah kalian hidup-hidup." Bibir Si Buta dari Sungai Ular kali ini menyeringai penuh ancaman. Sementara dari balik topeng, mata keenam belas lelaki bertopeng itu menyipit. Bisa jadi mereka menanggapi secara sungguh-sungguh ucapan Manggala barusan."Kam... kami tidak ada urusan denganmu. Kenapa kau turut campur?" untuk yang kedua kalinya, sang Pemimpin pasukan bertopeng bertanya tersendat."Ada. Kenapa tidak?" bentak Manggala sangar."Kau ingin tahu?" bentak Manggala pada pemimpin pasukan lawan.Bentakan barusan disertai penyaluran tenaga dalam penuh, sehingga terdengar mengguntur.Pemimpin orang bertopeng yang memang sudah jatuh nyali tersentak bukan main. Sampai-sampai kepalanya tersentak ke atas seperti sedang mengangguk."Kalau kau dan anak buahmu benar-benar ingin tahu, maka kuizinkan pergi dari sini...."Mereka amat lega mendengar keputusan terakhir Manggala."Dan kalian harus ke
Jiran langsung mengangguk. Matanya menebar takut-takut ke setiap penjuru, seakan sedang diintai maut."Ketakutan itu tak perlu disimpan. Aku akan berusaha melindungimu. Lagi pula, bukankah kau ingin bertobat? Inilah saatnya untuk membuktikan kesungguhanmu pada Tuhan. Paling tidak, kau telah berusaha menebus sedikit dosamu...," desak Manggala, berusaha menekan ketakutan Jiran.Lama Jiran meremas-remas tangannya sendiri."Baiklah, Tuan Pendekar. Aku harap ini bisa menebus sedikit kesalahanku...," desah Jiran, akhirnya.Manggala lega. Bibirnya menawarkan senyum senang pada keputusan Jiran yang berani menanggung akibat demi tobatnya."Silakan," ucap Manggala. "Aku senang sekali mendengarnya.""Sebenarnya, seluruh bencana yang terjadi di kadipaten ini tidak ada hubungan sama sekali dengan Perguruan Ular Iblis," Jiran memulai ceritanya."Perguruan itu memang tertutup dan penuh kerahasiaan, tapi tidak pernah melakukan tindak kerusuhan...."
Di kamar yang disediakan Adipati Tunggul Manik bocah itu akhirnya tertidur. Cukup lama kamar Walet tampak damai. Kuakan jendela tempat angin melintas masuk mengirim cahaya siang ke dalam kamar yang ditata apik ini. Di sebelah jendela tampak lemari besar berukir berdiri.Di sudut lain, sepasang meja dan kursi berukir terpaku bisu. Tirai putih yang menutup tempat tidur yang selama hidup baru dinikmati Walet, merambai halus ketika angin menerpa. Semua itu tak sedikit pun menampakkan ancaman bagi Walet. Namun, tanpa disadari sepasang mata bengis tampak mengamatinya dari balik dinding. Dari sang Pengintai itulah bahaya maut siap mencengkeram jiwa Walet.Saat berikutnya, lemari besar berukir bergeser perlahan. Suara geserannya begitu halus, sehingga tak mengusik kenyenyakan tidur Walet. Namun begitu, kalaupun suaranya terdengar lebih keras, Walet sepertinya tetap melayang dalam mimpi. Dia memang sudah begitu lelah, membuat tidurnya amat nyenyak.Grrr...!Setela
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana