"Heaaa...!"
Wrrr...!
Setibanya di pagar tinggi Perguruan Elang Hitam, Manggala melenting tinggi ke udara. Tubuhnya melayang di udara, melewati pagar dari batang-batang cemara.
Jlek!
Begitu usai melakukan gerakan indah di udara, kaki Si Buta dari Sungai Ular menjejak mantap di pelataran depan perguruan itu. Apa yang ditemukannya di sana? Ternyata sebuah pemandangan yang semula begitu dikhawatirkan Manggala terjadi. Puluhan mayat murid perguruan tampak berserakan tumpang tindih, bagai onggokan daging tak berharga.
"Biadaaab! Siapa dalang semua ini?" teriak Manggala, dengan suara menggelegar penuh kemurkaan.
Dengan napas memburu, Manggala mencoba mencari sisa-sisa kehidupan di dalam bangunan Perguruan Elang Hitam. Seluruh ruang dijelajahinya.
Namun, tak sejengkal pun dilewati. Dan lagi-lagi matanya dijejali anyir darah dan mayat-mayat tanpa tanda kehidupan.
"Oh, Tuhan...," keluh Manggala lemah.
Tak mampu lagi pemuda itu men
"Hih"Seketika orang bertopeng itu secepatnya menyergap tanah untuk menyelamatkan kepalanya. Usahanya berhasil. Tubuhnya langsung bergulingan, tepat di bawah kaki murid Perguruan Tangan Wesi yang tengah melayang. Dan dalam satu rangkaian gerak yang begitu cepat, golok di tangannya menebas ke atas, tepat diarahkan ke sepasang betis murid itu.Crak!Bruk!Setelah kawannya mengalami nasib mengerikan, kali ini murid Perguruan Tangan Wesi itu mendapat giliran. Kedua kakinya terputus sebatas betis di udara. Potongannya langsung terpetal ke samping, diikuti semburan darah segar. Kemudian tubuhnya ambruk ke tanah, karena tidak bisa lagi berpijak."Sayang sekali Sebenarnya aku masih suka main-main denganmu beberapa jurus lagi. Tapi, tampaknya kau tak bisa lagi menjadi lawan tandingku. Lebih menyesal lagi, pemimpinku menugaskan agar pekerjaanku harus diselesaikan secara tuntas. Jadi....""Kau ingin bunuh aku? Bunuhlah Aku tak pernah gentar untuk mati
"Aku orang yang begitu berselera menghisap darah kalian hidup-hidup." Bibir Si Buta dari Sungai Ular kali ini menyeringai penuh ancaman. Sementara dari balik topeng, mata keenam belas lelaki bertopeng itu menyipit. Bisa jadi mereka menanggapi secara sungguh-sungguh ucapan Manggala barusan."Kam... kami tidak ada urusan denganmu. Kenapa kau turut campur?" untuk yang kedua kalinya, sang Pemimpin pasukan bertopeng bertanya tersendat."Ada. Kenapa tidak?" bentak Manggala sangar."Kau ingin tahu?" bentak Manggala pada pemimpin pasukan lawan.Bentakan barusan disertai penyaluran tenaga dalam penuh, sehingga terdengar mengguntur.Pemimpin orang bertopeng yang memang sudah jatuh nyali tersentak bukan main. Sampai-sampai kepalanya tersentak ke atas seperti sedang mengangguk."Kalau kau dan anak buahmu benar-benar ingin tahu, maka kuizinkan pergi dari sini...."Mereka amat lega mendengar keputusan terakhir Manggala."Dan kalian harus ke
Jiran langsung mengangguk. Matanya menebar takut-takut ke setiap penjuru, seakan sedang diintai maut."Ketakutan itu tak perlu disimpan. Aku akan berusaha melindungimu. Lagi pula, bukankah kau ingin bertobat? Inilah saatnya untuk membuktikan kesungguhanmu pada Tuhan. Paling tidak, kau telah berusaha menebus sedikit dosamu...," desak Manggala, berusaha menekan ketakutan Jiran.Lama Jiran meremas-remas tangannya sendiri."Baiklah, Tuan Pendekar. Aku harap ini bisa menebus sedikit kesalahanku...," desah Jiran, akhirnya.Manggala lega. Bibirnya menawarkan senyum senang pada keputusan Jiran yang berani menanggung akibat demi tobatnya."Silakan," ucap Manggala. "Aku senang sekali mendengarnya.""Sebenarnya, seluruh bencana yang terjadi di kadipaten ini tidak ada hubungan sama sekali dengan Perguruan Ular Iblis," Jiran memulai ceritanya."Perguruan itu memang tertutup dan penuh kerahasiaan, tapi tidak pernah melakukan tindak kerusuhan...."
Di kamar yang disediakan Adipati Tunggul Manik bocah itu akhirnya tertidur. Cukup lama kamar Walet tampak damai. Kuakan jendela tempat angin melintas masuk mengirim cahaya siang ke dalam kamar yang ditata apik ini. Di sebelah jendela tampak lemari besar berukir berdiri.Di sudut lain, sepasang meja dan kursi berukir terpaku bisu. Tirai putih yang menutup tempat tidur yang selama hidup baru dinikmati Walet, merambai halus ketika angin menerpa. Semua itu tak sedikit pun menampakkan ancaman bagi Walet. Namun, tanpa disadari sepasang mata bengis tampak mengamatinya dari balik dinding. Dari sang Pengintai itulah bahaya maut siap mencengkeram jiwa Walet.Saat berikutnya, lemari besar berukir bergeser perlahan. Suara geserannya begitu halus, sehingga tak mengusik kenyenyakan tidur Walet. Namun begitu, kalaupun suaranya terdengar lebih keras, Walet sepertinya tetap melayang dalam mimpi. Dia memang sudah begitu lelah, membuat tidurnya amat nyenyak.Grrr...!Setela
Sementara Tumenggung Adiguna bertubuh agak gemuk. Badannya ditutup pakaian kebesaran seorang tumenggung. Dia berbaju dan bertopi hitam, seperti milik Adipati. Bentuk topinya yang seperti tabung meninggi itu, dihiasi garis-garis lurus berwarna emas. Begitu pula ujung-ujung bajunya, dihiasi ukiran berwarna emas. Celananya berwarna putih susu, dibalut batik dan diikat kain bergaris merah putih. Wajah Tumenggung Adiguna agak bulat, tanpa ditumbuhi kumis atau cambang bauk. Usianya cukup tua, membuat matanya agak abu-abu. Namun, wajahnya memancarkan kewibawaan tinggi. Bibirnya yang agak tipis berlawanan dengan hidungnya yang agak tebal."Tuan Senapati dan Tuan Tumenggung," mulai Manggala kembali, "Aku sangat menghormati kalian, selaku pembesar terhormat. Jadi kuharap kalian tidak menghalangiku untuk meringkus Adipati Tunggul Manik.""Bagaimana mungkin kami membiarkan begitu saja junjungan kami diusik orang?" sanggah Tumenggung Adiguna tegas."Kalian harus mempercayaik
"Aku tak mau mereka celaka, karena diperalat Adipati Tunggul Manik""Lumpuhkan saja kalau begitu Totok saja mereka. Tok, tok, tok, bereskan?""Dengkulmu beres. Jumlah mereka terlalu banyak untuk ditotok satu persatu Apa matamu buta?""Kalau begitu, gimana ya?" tanya Walet santai seraya menaikkan kedua bola matanya."Jangan banyak tanya Kau bisa bantu apa tidak?""Tentu saja. Kenapa tidak?" sahut Walet, tetap acuh."Ayo lakukan! Kenapa masih tunggu-tunggu lagi" bentak Manggala, buru-buru manakala melihat seluruh prajurit kini malah turut menyerbunya.Walet hanya menggeleng-gelengkan kepala santai."Kenapa Kakang tidak bilang dari tadi. Salah sendiri....""Cepaaat!" sergah Manggala mangkel tak ketolongan.Walet nyengir sebentar, kemudian mulai bersila seraya memejamkan mata. Seketika daya pengaruh batin bocah kecil itu pun memancar ke sekitarnya bagai gelombang air yang kian membesar. Kekuatan tak terlihat itu lalu
Adipati Tunggul Manik benar-benar terperangah, menyaksikan jurusnya yang aneh. Bagaimana Adipati Tunggul Manik tidak menilai seperti itu, kalau gerakan yang diperlihatkan lawannya lebih mirip terjangan orang yang kalap?Belum sempat wajah keterkejutan adipati itu hilang, tangan kanan Si Buta dari Sungai Ular sudah tiba di dekat wajahnya. Dan ini membuat Adipati Tunggul Manik serba salah. Maka diusahakannya untuk menyelamatkan wajah dari sampokan tangan Si Buta dari Sungai Ular. Tapi tangan pemuda itu tiba-tiba saja berbelok arah ke dada. Seolah-olah tangan itu bisa berubah arah, hanya karena tiupan angin tak menentu."Gila Jurus sial macam apa itu?" maki Adipati Tunggul Manik dongkol.Tubuh Si Buta dari Sungai Ular mendadak terhuyung deras ke arah Adipati Tunggul Manik. Bahu kanannya siap dibenturkan ke dada. Berbareng pelototan matanya karena terkesiap, Adipati Tunggul Manik merunduk sedalam-dalamnya.Hanya itu yang bisa dilakukan, karena dia sudah berad
Si Buta dari Sungai Ular tak mampu lagi merasakan siksaan itu. Tubuhnya melemah, lalu terkulai. Belum lama Manggala terdiam, tanpa gerak, dua larik sinar merah dan hijau keluar dalam keadaan menyatu.Di udara, sinar itu saling menghimpit, hingga menimbulkan sayatan-sayatan cahaya beraneka warna. Lama kejadian itu berlangsung sampai akhirnya cahaya hijau menelan habis cahaya merah membara.Bersamaan dengan menghilangnya cahaya merah, Pusaka Terkutuk sirna di tangan Adipati Tunggul Manik. Lelaki itu sendiri terpental deras ke belakang, langsung menghantam tembok beton setebal tiga jengkal. Tembok itu hancur menciptakan lubang besar menganga, bersama hancurnya seluruh tulang punggung Adipati Tunggul Manik. Penguasa lalim itu tewas dengan mata terbeliak dan darah merah membasahi mulutnya.-o0o-Ada terpaan hangat pada wajah Manggala. Ada lantunan seruling mendayu mengusik telinganya. Si Buta dari Sungai Ular membuka mata perlahan. Dia tidak berh
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana