BARU setelah matahari menampakkan sinarnya di ufuk timur, Manggala mulai dapat melepaskan diri dari pengaruh totokan. Itu pun secara bertahap, setelah ia menggunakan Tenaga Inti Geledeknya secara maksimal'.
"Hyaaat!"
Begitu pengaruh totokan telah benar-benar sirna, Si Buta dari Sungai Ular meloncat bangun. Meski demikian gerakannya masih terasa kaku. Maka kembali dicobanya kerahkan pukulan sakti 'Pukulan Geledek'-nya. Dan saat itu pula tubuhnya terasa enteng sekali.
"Sontoloyo! Tak kusangka akibat totokan si kumis tadi demikian hebat. Untung saja ia tidak menginginkan nyawaku. Huh! Awas nanti kalau ketemu!" gerutu Si Buta dari Sungai Ular jengkel, seraya berkelebat dari tempat ini.
Si Buta dari Sungai Ular mengerahkan seluruh kemampuan ilmu meringankan tubuhnya. Seperti yang dikatakan lelaki tadi, Manggala kini menuju bukit sebelah selatan. Karena, memang di sanalah letak Lembah Katak Bulan.
Kini Manggala tiba di sebuah hutan lebat. Saking lebatnya
Berpikir demikian, kembali pemuda sakti dari sungai ular ini berkelebat cepat menyusuri jalan setapak di depannya. Dan ketika sampai di lereng sebelah selatan bukit hijau di sampingnya, mendadak mata putihnya kontan bersinar-sinar. Kelebatan tubuhnya berhenti mendadak. Di depannya, tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak dua buah gubuk kecil beratap anyaman daun-daun jati. Letak kedua gubuk itu pun agak berpencaran. Dari gubuk satu ke gubuk lainnya, kira-kira berjarak dua puluh tombak."Mungkinkah gubuk-gubuk itu merupakan tempat tinggal para penghuni Lembah Katak Bulan? Hm...! Bisa jadi!"Kepala Manggala terangguk-angguk. Sepasang mata putihnya lekat memperhatikan dua buah gubuk kecil di hadapannya. Kemudian, entah mendapat kekuatan dari mana, kedua kakinya pun mulai berjalan mendekati salah satu dari gubuk itu.Tiba di depan salah satu gubuk, Si Buta dari Sungai Ular jadi ragu-ragu. Pintu gubuk itu memang terkunci. Meski demikian, Manggala tidak
Baru satu orang berkumis dari Lembah Katak Bulan saja, belum tentu dapat dikalahkannya. Belum lagi dengan penghuni-penghuni lainnya. Kalau mereka maju satu persatu, mungkin Si Buta dari Sungai Ular mampu mengalahkannya. Namun kalau mereka maju bersama-sama?"Kau ini kenapa sih, Paman? Kenapa uring-uringan begini? Jangan salah paham, dong! Orang yang membunuh si kumis itu bukannya aku. Jika kau masih tidak percaya, coba periksa mayat temanmu itu!" ujar Si Buta dari Sungai Ular kesal.Dari sela-sela daun jati yang tumbuh lebat, Manggala dapat melihat lelaki berkumis itu mulai keluar dari gubuknya. Sepasang matanya yang besar jelalatan ke sana kemari, mencari-cari ke arah mana pemuda tadi melarikan diri. Tidak lama kemudian lelaki berkumis itu pun mulai membopong mayat kawannya. Sejenak matanya yang besar seperti jengkol mulai memeriksa tubuh temannya yang sudah menjadi mayat."Kau jangan salah paham, Paman! Aku bukannya pembunuh temanmu itu. Aku hanya mengantarkan
BENARKAH Manggala alias Si Buta dari Sungai Ular meninggalkan Lembah Katak Bulan? Apakah ia sudah tega membiarkan Angkin Maut terancam bahaya maut di Istana Ular Emas? Ternyata tidak. Begitu lelaki bermata besar tadi berkelebat, Si Buta dari Sungai Ular cepat berbalik kembali, Dengan, mengerahkan ilmu lari cepatnya 'Jejak Kilat', tubuhnya terus berkelebat. Hingga akhirnya, bayangan hitam lelaki bermata besar yang sedang memanggul adik seperguruannya kini terlihat di kejauhan sana. Manggala terus berkelebat mengikuti lelaki di depannya. Dengan cara itu, berarti Si Buta dari Sungai Ular akan lebih mudah dapat menemukan letak persembunyian Tiga Jenggot, Empat Brewok dan Tujuh Kumis para penghuni Lembah Katak Bulan. Si Buta dari Sungai Ular menghentikan larinya ketika lelaki yang diikutinya berhenti di depan sebuah gubuk kecil yang kira-kira jaraknya duapuluh tombak dari gubuknya. Kemudian setelah meletakkan mayat adik seperguruannya, lelaki bermata besar itu me
Lelaki itu memandang cerah pada Manggala."Terima kasih, Anak Muda. Aku Daksapati. Kau siapa?" tanya lelaki berkumis yang ternyata bernama Daksapati."Aku Manggala, simpan dulu terima kasih mu itu, Paman. Rupanya kelima tokoh sesat yang menghadangmu tak suka dengan tindakanku. Lihat! Mereka mulai bersiap-siap menyerang."Daksapati menatap tajam lima tokoh sesat itu yang mulai menggerakkan tangannya. Namun belum sempat terjadi sesuatu..."Siapa kalian berani mengotori Lembah Katak Bulan?! Apa kalian semua tidak tahu peraturan di sini?!"-o0o-Semua yang ada di Lembah Katak Bulan ini kaget begitu mendengar bentakan yang disertai tenaga dalam tinggi. Bahkan tak lama kemudian, berlompatan beberapa sosok berpakaian serba hitam.Berdiri paling depan adalah seorang lelaki tua bertubuh kurus kering. Wajahnya pucat pasi seperti mayat. Jenggot putihnya panjang menjuntai. Disampingnya berdiri dua orang lelaki tua kurus kering yang
"Kok...! Kok...!"Terdengar dua kali bunyi mirip katak dari mulut lelaki brewok bertubuh sedang. Bersamaan dengan itu, mendadak serangkum angin dingin dari kedua telapak tangannya menyerang ke arah Tengkorak Serigala.Tengkorak Serigala kaget bukan main. Sebelum pukulan lelaki brewok itu mengenai sasaran, terlebih dahulu sudah terasa angin dingin yang menyerang sekujur tubuh. Tentu saja Tengkorak Serigala tidak ingin dirinya celaka. Maka tanpa pikir panjang lagi, segera dikeluarkannya pukulan Tongkat Putih Penggebuk Dewa-nya.'Wesss! Wesss!Blarrr...!Terdengar satu letusan hebat di udara akibat pertemuan dua tenaga dalam di udara tadi. Tubuh Tengkorak Serigala terpental beberapa tombak ke belakang! Wajahnya pucat pasi! Tampak darah segar pun membasahi sudut-sudut bibirnya!Sementara itu lelaki brewok bertubuh sedang hanya sempat tergetar hebat. Kedua kakinya melesak beberapa jari ke dalam tanah. Kemudian dengan menggeram penuh kemarahan, ke
"Bocah sinting itu mencari penyakit saja. Beraninya ia masuk ke dalam 'Jalan Kematian'." Terdengar salah seorang pengejar menggerutu panjang pendek, membuat Manggala melengak kaget. Apa yang didengar barusan membuat hatinya bergidik ngeri. Betapa dalam lorong gua itu samar-samar terlihat beberapa buah kubangan besar yang menghadang jalannya. Maka segera langkahnya dihentikan. Tubuhnya langsung merapat di dinding lorong yang membentuk ular."Mungkinkah bocah sinting itu masuk kemari?" terdengar suara bernada ragu-ragu."Kurasa bocah sinting itu tidak mungkin mengambil jalan tolol ini, Manduro," sahut salah seorang.Di tempat persembunyiannya, Manggala menahan jalan pernapasannya sebentar. Dengan cara ini, para pengejarnya yang berkepandaian tinggi dapat dikecohnya. Karena hanya mendengar tarikan napas saja, bukan mustahil para pengejar akan dapat menemukan tempat persembunyiannya.Samar-samar dari tempat persembunyiannya Manggala dapat melihat berkelebatny
Manggala mengangguk-angguk penuh kagum. Tombak di tangan kanannya digerak-gerakkan sedemikian rupa. Dan anehnya, tanah lubang kecil tadi berguguran begitu terkena sambaran-sambaran sinar tombak di tangan Manggala.Manggala makin kagum. Sekali lagi Tombak Ular Emas di tangan kanannya digerak-gerakkan. Dan akibatnya lubang gua itu semakin hebat berguguran, membentuk lorong kembali. Dan kini pemuda itu bisa masuk ke dalam lorong selanjutnya.-o0o-"Ah...! Harta benda milik siapakah itu?" desah Manggala seraya menggaruk-garuk kepala, begitu tiba di sebuah ruangan yang terang-benderang."Jangan-jangan aku malah nyasar masuk ke sarangnya para rampok?"Si Buta dari Sungai Ular kini memang tiba di ruangan bawah tanah yang diterangi cahaya obor dari minyak jarak. Yang membuat Manggala terkagum-kagum, ternyata di dalam ruangan ini terdapat tumpukan-tumpukan batu permata dari berbagai ukuran.Perlahan-lahan Si Buta dari Sungai Ular mulai
"Cucuku! Mungkin waktu pertemuan kita ini hanya sebentar. Maukah kau menuruti permintaanku?""Tentu saja, Eyang. Mengapa Eyang berkata demikian?""Baiklah! Sudah kuduga kau pasti akan berkata demikian," kata Eyang Prana Supit seraya menyunggingkan senyum "Tapi sebelum mengatakan permintaanku, terlebih dahulu aku akan mewariskan sesuatu padamu, Cucuku""Apa itu, Eyang?" tanya Manggala girang bukan main.Lelaki renta itu hanya tersenyum. Tangan kanannya cepat mengeluarkan dua buah lembaran kain sutera berwarna kuning kemerah-merahan."Kedua benda inilah yang akan kuwariskan padamu, Cucuku. Kami, orang-orang Lembah Katak Bulan menamakan kedua benda ini adalah Kitab Katak Bulan Sakti. Karena, bila lembaran sutera ini dicelup ke dalam air panas maka tampaklah jurus-jurus 'Katak Bulan' dalam kedua lembaran sutera ini. Meski hanya terdiri dan tiga jurus. Tapi, kau harus mempelajarinya nanti sepulangnya dari sini,""Mengapa demikian, Eyang?" tanya M
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana