Blaammm! Blaammm!
Dua buah ledakan dahsyat terdengar saat itu juga. Dewi Pedang yang masih bisa mengendalikan diri hingga tidak terdorong ke belakang, terlempar ke samping dengan dada yang terasa pecah dan aliran darah yang kacau. Sementara Penabur Pasir terpental ke belakang dengan derasnya. Pentalan tubuhnya menghajar sebuah pohon besar hingga tumbang berdebam. Tenaga dalam yang dimiliki Dewi Pedang lebih tinggi ketimbang milik Penabur Pasir kendati keduanya sama-sama terluka dalam. Akibatnya, begitu tubuh si Penabur Pasir menabrak pohon di belakangnya, terdengar suara berderak dibalur suara gemuruh tumbangnya pohon itu.
Penabur Pasir masih berusaha untuk berdiri meskipun sempoyongan. Dari hidungnya mengalir darah segar. Tiba-tiba saja mulutnya mengembung dan...
"Huaaakkk!”.
Orang berjubah hitam ini memuntahkan darah berkali-kali. Pandangannya sayu namun garang pada Dewi Pedang yang masih berusaha berdiri dan menghindari serangan yang datang dari
Dia berkata tanpa melepaskan pandangan pada hamparan padang tandus yang mengerikan, "Rasanya memang sukar menembus Padang Seratus Dosa ini. Dari sini saja sudah nampak keangkeran yang mengerikan. Apalagi bila aku menjajakinya. O ya... Bagaimana keadaan Guru dan Dewa Pemarah? Sejak aku meninggalkan mereka, aku belum pernah bertemu dengan keduanya. Apakah mereka juga berhasil mencari keterangan tentang Goa Seratus Laknat? Paling tidak, berhasil berada di Hutan Seratus Kematian ini. Urusan memang sudah membentang di depan mataku. Seperti yang dikatakan Pendekar Bijaksana kalau aku..." Tiba-tiba saja pemuda dari Sungai Ular ini memutus kata-katanya sendiri, tatkala terdengar suara menyayat hati dari kejauhan. Sesaat dia kembali tertegun. Dan ditajamkan pendengarannya."Aneh! Apa telingaku tak salah mendengar? Ada orang yang menjerit kesakitan seperti berada dalam satu penyiksaan. Siapa orang itu? Suaranya berasal dari tengah Padang Seratus Dosa. Kalau begitu, aku harus melihat da
"Sinting!" maki Manggala sambil menyentakkan kedua tangannya ke depan.Wuusss!Dorongan angin hebat yang meluncur dari kedua telapak tangan Manggala masuk dalam pusaran angin itu. Menimbulkan suara keras sekejap. Kejap lain, angin itu terus berputar siap menggulung diri pemuda berajah petir pada dadanya."Benar-benar edan!”Sambil menghindari sergapan lima pasang tangan yang bergerak menyusur di pasir, Si Buta dari Sungai Ular juga harus menghindari pusaran angin keras yang menebarkan butir-butir pasir panas dan siap menelan dirinya bulat-bulat.“Pasir-pasir yang terlempar akibat pusaran angin itu sebenarnya tak begitu mengerikan dari 'Pasir-pasir Neraka' milik Penabur Pasir. Kendati demikian, lesatan pasir-pasir itu seperti gerakan meteor. Dan pusaran angin itu benar-benar bisa memporakporandakan rumah-rumah di sebuah dusun. Keparat! Belum lagi tangan-tangan celaka ini yang membingungkan ku!”Lalu dengan mencabut Tongkat d
Saat Dewi Kembang Maut sedang menyesali dirinya karena gagal memburu Mata Dewa mendadak saja pandangannya menangkap dua sosok tubuh yang berkelebat ke arahnya. Sesaat gadis ini terperangah dan hendak melompat bersembunyi. Tetapi dua orang yang baru datang itu sudah tiba di hadapannya. Yang mengenakan topeng perak dan pakaian berwarna kuning cemerlang bertanya dengan nada menyentak, "Anak gadis! Lihatkah kau seorang lelaki mengenakan pakaian hijau penuh tambalan membopong sosok nenek tua?"Untuk sesaat, Dewi Kembang Maut tak segera menjawab. Dipandanginya orang yang baru datang, dan tak lain Dewi Topeng Perak serta Sandang Kutung adanya, satu persatu. Dewi Topeng Perak yang penasaran ingin memperjelas dugaannya tentang orang yang menyambar Dewi Pedang tadi, segera mengeluarkan bentakan pula, "Anak gadis! Bila telingamu tidak tuli, lebih baik cepat jawab apa yang kutanyakan.”Kendati hatinya gusar dibentak sedemikian rupa, tetapi Dewi Kembang Maut segera menindihny
Belum lagi ada jawaban dari Dewi Topeng Perak atau Dewi Kembang Maut, satu hawa panas menderu dari belakang mereka.Wrrrr!Menyusul api besar yang membakar semak berjarak tiga tombak di belakang orang-orang itu. Ranggasan semak belukar langsung terbakar hebat. Seketika, tempat yang gelap itu menjadi terang benderang. Masing-masing orang menolehkan kepala dengan pandangan terkejut. Di lain kejap, terdengar suara gerengan yang sangat keras. Menyusul satu sosok tubuh yang penuh bulu melompat dan berlalu dari sana."Hei..!"Sandang Kutung tersadar dari keterkejutannya dan mencoba mengejar orang penuh bulu yang berkelebat tadi. Kendati hanya sekelebatan, Sandang Kutung bisa melihat kalau orang itu bergerak seperti seekor serigala. Bahkan dilihatnya pula mata orang itu memerah dan deretan gigi yang meruncing.Setelah berkelebatnya orang penuh bulu tadi, mendadak satu gulungan deras menderu di tanah. Menyusur ranggasan semak yang terbakar tadi. Begitu ter
“DIAH... apakah kau tahu tempat ini?" pertanyaan itu keluar dari mulut seorang pemuda yang mengenakan pakaian putih bersih. Pemuda yang tak lain Pendekar Judi adanya, mengedarkan pandangannya ke seantero tempat. Di sekelilingnya dipenuhi dengan jajaran pepohonan tinggi dan ranggasan semak belukar. Jalan setapak nampak tumpang tindih sukar ditentukan arah mana yang bisa dipakai untuk melangkah.Angin yang menggeresek dedaunan, seperti menebarkan rintihan memilukan. Setelah beberapa saat, dialihkan pandangannya pada gadis yang berdiri disisinya. Merasa Pendekar Judi membutuhkan jawaban, Diah Srinti alias Angin Racun Barat menatap sambil menggelengkan kepala."Aku tidak tahu." Lalu diedarkan pula pandangannya. "Hutan ini cukup menyeramkan, Kang Cakra. Aku merasa seperti diintai oleh puluhan pasang mata."Saat ini, hari sebenarnya sudah memasuki siang. Matahari sudah sepenggalah. Karena begitu lebat dan tinggi jajaran pohon di hutan itu, hanya sedikit sekali s
Kali ini Dewi Berlian mengerutkan keningnya, sementara Dewa Pemarah yang sudah melangkah sejauh tiga tombak, menghentikan langkahnya dan mendengus. "Anak gadis! Kalau kau mau meneruskan perjalanan, ayo cepat! Kau tak perlu urusi orang yang sedang bermesraan! Apakah kau tidak berpikir, kalau Si Buta dari Sungai Ular, pemuda yang kau cintai itu barangkali saja sedang berada dalam pelukan seorang janda kembang yang montok?"Si gadis melotot gusar dengan bibir cemberut. "Apa kau tidak dengar kata-kata pemuda konyol ini? Enak saja dia bilang tidak kenal dengan kita Mentang-mentang sudah bersama seorang gadis, dia jadi lupa! Huh! Dipikirnya, kita mau mengganggu dia pacaran apa?"Tanpa menghiraukan kata-kata si gadis yang sebenarnya cukup menyakitkan, pemuda berbaju putih itu mengatupkan kedua tangannya di dada."Maafkan aku. Bukan maksudku untuk membingungkan kalian. Tetapi pada kenyataannya, justru aku yang bingung melihat sikap kalian. Sungguh! Aku tak mengenal kali
"Hhh! Bila saja sebelumnya kita tak pernah berjumpa, ingin rasanya kuhajar kau sampai babak belur!""Jangan berbicara kurang ajar!” terdengar bentakan Angin Racun Barat bersamaan langkahnya yang bergerak satu tindak ke depan. Walaupun sebenarnya dia bermaksud untuk menjernihkan segala kebingungan ini, tetapi mendengar ucapan orang yang bernada melecehkan pemuda yang dicintainya, hatinya tak urung menjadi jengkel.Dewi Berlian yang memang sudah kesal melihat sikap Pendekar Judi, mementangkan kedua matanya ke arah Angin Racun Barat."Urusan yang ada di hadapanku ini tak ada urusannya denganmu!”"Jangan bicara ngaco! Rupanya kau perlu diajar adat!”Mengkelap wajah Dewi Berlian mendengar ancaman orang. Dengan kegusaran yang nyata dia maju selangkah. "Aku tak tahu ada urusan apa kau dengan pemuda yang mendadak menjadi dungu itu! Bila kau..."Bentakan Sri Kedaton alias Dewi Berlian terhempas begitu saja tatkala terdengar suara ke
TATKALA kesimpangsiuran yang melanda orang-orang di bagian utara Hutan Seratus Kematian, di Padang Seratus Dosa yang semula hanya berupa dataran tandus tanpa sebuah pohon pun yang tumbuh dengan pasir-pasir panas yang menyilaukan, kini nampak sebuah gundukan pasir yang cukup tinggi. Mengherankan, karena sebelumnya gundukan pasir itu tidak ada. Akan tetapi, di dalam gundukan pasir itulah saat ini Si Buta dari Sungai Ular tengah meringkuk dengan tubuh yang terasa sakit. Butiran pasir-pasir panas itu seakan melesak masuk ke dalam tubuhnya.Kedua matanya dipejamkan bila tak ingin kemasukan pasir-pasir panas.Bagaimana hal ini bisa terjadi?Tatkala Manggala memutuskan untuk berlalu dari Padang Seratus Dosa karena diyakininya akan semakin banyak jebakan demi jebakan yang ada, mendadak saja pasir sepanjang dua tombak rengkah hingga memperlihatkan tanah liat di dalamnya. Menimbulkan suara yang menggidikkan, pasir yang seolah terangkai menjadi sebuah permadani, bergerak m
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana