“Iblis!” desis Paksi menggeram.
“Ha ha ha...!” Pramurti tertawa terbahak-bahak. “Kau bisa memaki sepuas hatimu, Bocah. Nyawamu akan selamat, jika ayahmu sanggup memenuhi semua permintaanku!”
“Pengecut! Kau tidak berani menghadapi musuh-musuhmu sendiri, dan kau peralat kami!”
“Ha ha ha...!” Pramurti hanya tertawa saja.
“Pengecut! Iblis...! Kubunuh kau...!” maki Paksi habis-habisan.
Tapi caci-maki pemuda itu hanya dibalas dengan tawa saja. Iblis Topeng Mayat kemudian berbalik, dan melangkah meninggalkan ruangan yang seluruh dindingnya terbuat dari batu itu. Sedangkan empat orang muridnya segera mengikuti dari belakang. Sementara Paksi terus berteriak-teriak memaki sepuas hatinya. Tampak satu sisi dinding batu itu bergerak menggeser ke samping, hingga seberkas cahaya terang menerobos masuk. Dan sesaat kemudian, dinding batu itu kembali bergerak menutup, setelah lima orang berpakai
Sementara itu Manggala baru saja tiba di Puncak Bukit Bojong. Tampak dia berdiri tegak di tepi jurang yang tidak begitu dalam, dan tidak lebar. Telinganya yang tajam, langsung bisa mengetahui kalau di sekitarnya ada beberapa orang yang tengah mengawasi.“Keluarlah kalian, jangan bersembunyi seperti tikus!” seru Manggala keras.Sebentar setelah teriakan Manggala itu, dari balik batu dan pepohonan, keluarlah sepuluh orang yang datang ke puncak bukit itu bersama Paksi. Wajah-wajah mereka kelihatan ketakutan.“Siapa kalian?” tanya Manggala.“Kami..., kami bekerja untuk Kepala Desa Batang Hulu,” sahut salah seorang terbata-bata.“Kalian datang bersama Paksi?”“Benar.”“Di mana Paksi?”“Den Paksi sudah menyeberangi jurang, tapi dia hilang digulung angin.”Hm..., sebaiknya kalian cepat tinggalkan tempat ini.”Maka tanpa menunggu per
Pelahan-lahan Si Buta dari Sungai Ular itu melangkah mendekati bibir jurang. Tatapan matanya tajam, menembus langsung keseberang jurang didepannya. Mungkin inilah saatnya dia mengukur tingkat kepandaiannya sendiri. Dia seorang pendekar yang amat disegani, baik oleh kawan maupun lawan. Tapi belum tahu, sampai di mana tingkat kepandaian yang dimilikinya.“Hiyaaa...!”Tiba-tiba saja Si Buta dari Sungai Ular itu melentingkan tubuhnya menyeberangi jurang itu. Nyai Resi Puspita Rani ingin mencegah, tapi terlambat. Manggala sudah berada di udara, melompati jurang yang membelah Puncak Bukit Bojong itu.-o0o-Hanya dengan satu kali salto di udara, Manggala mendarat di seberang jurang dengan manis sekali. Tapi begitu kakinya menapak tanah, beberapa puluh anak panah hitam meluncur deras ke arahnya. Seketika Si Buta dari Sungai Ular itu kembali melentingkan tubuhnya!“Hiya...! Hiya...!”Si Buta dari Sungai Ular itu
Si Buta dari Sungai Ular itu segera menyalurkan Tenaga Inti Geledeknya ke dalam Tulang Ekor Naga Emas yang masih ada ditangan kanannya, dan menggenggamnya erat-erat. Lalu dengan mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, dia memutar tubuhnya dengan cepat.“Aaargh...!”Dari mulutnya terdengar suara raungan yang sangat dahsyat. Disusul kemudian dengan terdengarnya suara ledakan-ledakan keras, disertai gemuruh yang amat sangat. Seketika itu juga, Manggala merasakan tubuhnya bagai terhempas dengan keras. Dan dia meringis ketika sesuatu yang keras menghantam punggungnya. Si Buta dari Sungai Ular itu bergulingan, dan punggungnya membentur sebongkah batu cadas yang sangat besar, hingga batu itu hancur berkeping-keping.“Hup!”Manggala segera bangkit setelah menyadari dirinya kembali berpijak pada tanah. Sebentar dia memandang berkeliling. Hatinya agak tercekat, begitu menyadari bahwa sekelilingnya hanya berupa daerah berbatu dan berpas
“Hiya...!”Manggala mengerahkan tenaga batinnya. Sebuah jurus ghaib yang diajarkan langsung oleh Raja Siluman Ular Putih digelar. Jurus Antaboga. Jurus yang sangat jrang dipergunakannya dalam pertarungan. Tapi kali ini dia terpaksa menggunakannya. Ilmu ini mempunyai kunci pada napas. Dengan menahan napas, timbulkan daya cipta, maka apa yang diciptakan dalam batin akan menjadi kenyataan.“Hiya...!”Dengan cepat Manggala melemparkan Tulang Ekor Naga Emasnya itu ke arah kaki Iblis Topeng Mayat. Namun wanita berbaju hijau itu hanya tertawa, dan bersikap meremehkan. Dia hanya melompat menghindari lontaran senjata tongkat itu, tanpa membalas menyerang. Namun saat tubuh wanita itu berada diudara, dengan cepat Si Buta dari Sungai Ular itu mengibaskan tangan kanannya.Wutt...!Kembali Ilmu ‘Sayap Pedang Malaikat’ dikerahkan. Dua cahaya keemasan berbentuk bulan sabit itu kembali melesat cepat bagaikan kilat. Sedangkan Pram
“Panas matahari akan memanggangmu, dan dinginnya malam akan membekukanmu. Kau akan merasakan bagaimana tersiksanya mati secara pelahan-lahan,” desis Manggala dingin.“Bunuhlah aku, keparat!” bentak gadis itu.“Kau terlalu enak kalau dibunuh, Manis. Lihat, guru dan temanmu sudah mati. Aku akan memenuhi keinginanmu, jika kau mau menunjukkan di mana kau sembunyikan Paksi dan Sariti?”Gadis itu tidak segera menjawab. Rupanya dia sedang mempertimbangkan tawaran Si Buta dari Sungai Ular itu. Matanya tampak beredar memandangi mayat tiga orang temannya, dan mayat gurunya yang terikat di dahan pohon. Dia tidak tahu, apakah gurunya sudah mati atau belum. Gurunya tidak akan mati kalau kembali menyentuh tanah.“Kau tidak sayang dengan kecantikanmu?” kembali Manggala menawarkan.“Baiklah, tapi kau harus membebaskanku?” sahut gadis itu menyerah.“Itu soal mudah, yang penting sekarang tunjuk
GUMPALAN awan tipis berarak di langit nan biru. Siang ini angin berhembus agak kencang. Gumpalan awan yang berarak itu semakin lama semakin menebal. Dan melayang-layang semakin rendah menuju sebuah bukit yang menjulang bagai hendak menggapai langit. Gumpalan awan itu kian bertambah tebal, lalu berhenti pada saat mencapai puncak bukit.Pelahan-lahan gumpalan awan yang kian tebal itu bergerak turun, dan menyelimuti seluruh puncak bukit dengan pepohonan lebat yang sedap dipandang mata. Puncak bukit yang semula tampak hijau subur, kini tampak putih oleh awan yang menyelimuti bagai salju. Secercah kilat menyambar keluar dari gumpalan awan.Sambaran kilat yang hanya sekejap itu membuyarkan awan yang menyelimuti puncak bukit. Pelahan-lahan awan itu menyingkir, tersapu angin yang berhembus keras sambil mempermainkan dedaunan. Tampak secercah cahaya terang kemilau menyemburat saat gumpalan awan lenyap. Cahaya itu berasal dari sebuah batu besar berwana bening, dan dihiasi oleh s
"Boleh aku bertanya?" tanya Prawata.Ki Pancur mengangguk seraya menepuk pundak anaknya. Kaki mereka mulai melangkah beriringan mengikuti para penduduk yang kembali ke desa membawa mayat tanpa kepala itu."Apa yang ingin kau tanyakan?""Apakah kejadian ini ada hubungannya dengan cahaya terang di atas bukit itu, Ayah?" tanya Prawata.Ki Pancur tidak segera menjawab. Mereka memang melihat cahaya terang menyilaukan bagai pelangi, terpancar dari Puncak Bukit Menjangan. Saat itu dia dan anaknya tengah duduk-duduk di beranda depan yang menghadap langsung ke Bukit Menjangan. Ki Pancur tidak tahu, apakah ada orang lain yang juga melihat sinar itu."Semalam seorang pemburu bercerita kalau dia melihat kepala terpancang di puncak bukit...," kata Prawata lagi."Pemburu?! Siapa namanya?" tanya Ki Pancur agak terkejut mendengar omongannya, Prawata."Paman Kabit.""Jangan percaya. Manusia seperti dia tidak bisa dipercaya! Suka membohongi oran
"Tolooong...."Ki Pancur tersentak mendengar suara rintihan lirih dari arah samping kanannya. Begitu kepalanya berpaling, tampak semak belukar dipinggir jalan bergoyang-goyang. Kepala Desa Malapat itu langsung melompat ke arah semak-semak yang bergoyang. Jantungnya serasa akan copot melihat Kabit terluka parah terbujur didalam semak belukar. Bergegas dibantunya laki-laki berewokan itu berdiri dan dibawanya keluar dari semak belukar."Oh..., Ki...," rintih Kabit lirih.Ki Pancur membaringkannya di pinggir jalan yang berumput agak tebal. Kemudian dia memeriksa luka-luka di tubuh dan wajah laki laki pemburu itu. Terdengar tarikan napasnya yang panjang. Ki Pancur merasa lega karena Kabit hanya luka-luka luar saja. Hampir seluruh tubuhnya memar dan banyak goresan yang mengeluarkan darah."Apa yang terjadi, Kabit?" tanya Ki Pancur."Mereka..., mereka merampokku, Ki," jawab Kabit agak tersendat."Mereka siapa?" tanya Ki Pancur lagi."Aku tid
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana