Kejap lain dia sudah meneruskan serangannya. Mayang Harum menggeram dengan tatapan tak berkedip. Dia membuang tubuh ke kanan dan merunduk saat Tulang Ekor Naga Emas mengarah pada lehernya. Lalu meloncat ke belakang tatkala Manggala menusukkan tongkat itu, lalu membabat.
Praaak! Prak! Praaak!
Tiga suara keras terdengar. Menyusul suara berdentum yang sangat dahsyat. Rupanya, sambaran Tulang Ekor Naga Emas gagal mengenai sasaran. Dan sebagai gantinya, tiga batang pohon dibabat dan ambruk. Detik lain, tiga batang pohon yang ambruk itu telah menjadi serpihan menghangus.
"Mayang Mengapa kau masih bertindak ayal!” seru si Pembawa Mayat cukup tersentak.
"Jangan sembarangan omong! Tenaga Inti Geledek di tubuh pemuda itu benar-benar luar biasa panasnya! Dan tongkat di tangannya, begitu mengerikan sekali! Sambaran anginnya sudah membuat bulu kudukku berdiri!" sahut kekasihnya sambil berlompatan.
"Hmmm.... Tak heran bila tongkat itu memang hebat! Tetapi,
GERAKAN alam begitu tak terasa sama sekali. Seiring. dengan berlarinya sang waktu yang sedemikian cepatnya. Hari telah memasuki senja kembali. Begitu banyaknya kejadian-kejadian yang telah terlewati dan akan dilewati tanpa pernah terpikirkan kejadian apa yang akan terjadi.Gerumbul semak belukar menguak, menyusul burung-burung beterbangan akibat ku akan yang dilakukan dengan tiba-tiba itu. Satu sosok tubuh muncul dari semak yang terkuak itu. Sepasang matanya yang dalam dan tajam, memperhatikan sekelilingnya dengan pancaran mata yang tak bisa menyembunyikan rasa ngeri. Kengerian itu pun terbayang di wajahnya yang penuh keriput."Gila! Apakah akan ku urungkan saja niatku ini?" gumam sosok tubuh itu sambil menahan napas. Kegelisahannya semakin nyata saja. Dan tiba-tiba orang itu tersedak. Dari mulutnya mengalir darah segar. Rupanya dia sedang dalam keadaan terluka. Segera dialirkan tenaga dalamnya yang nyata-nyata tak membawa arti pada luka yang dideritanya. Di usapnya da
Jubah Setan menarik napas. Wajahnya bertambah tegang. Kali ini memikirkan kemungkinan apakah dia harus mengatakannya atau menghentikannya saat itu juga."Jangan main-main di hadapan ku bila masih sayang nyawa!" bentakan keras itu seperti hendak meledakkan gendang telinga lelaki berjubah hitam itu.Lalu dengan suara tertahan dan penuh kebimbangan, Jubah Setan mengatakan juga tentang Ratu Tengkorak."Dia.... Dia telah tewas.”Sesaat kesunyian merebak. Tetap tak ada desir angin atau suara hewan hutan itu. Yang makin terasa hawa dingin yang mampu merontokkan tulang belulang dan menghentikan jalan darah. Detik berikutnya, tiba-tiba saja sepuluh batang pohon jati besar tercabut dan terlempar ke berbagai tempat dengan menimbulkan suara berdebam dahsyat!Menggigil tubuh si Jubah Setan mendapatkan pohon-pohon itu tercabut dan beterbangan. Belum lagi ketegangannya reda, satu bentakan yang bisa menghancurkan gendang telinga menggebah hutan itu, menggugu
Bila Ayu Wulan berdiri, tinggi sosok buntal itu hanya sepundaknya saja. "Cinta selalu datang tiba-tiba. Terkadang perlahan dan terkadang membabi buta. Rasa cinta sangat dalam dan merupakan satu anugerah bila dijalani dengan rasa gembira. Namun, cinta bisa berubah menjadi petaka bila dijalani dengan rasa duka. Anakku, urusan cinta yang kau pendam tak seharusnya membikin kau merana. Karena....""Tetapi, aku memang mencintainya, Kek...," kata murid si Dewa Pemarah itu tanpa malu-malu. Sungguh, gadis ini merasa beruntung berjumpa dengan lelaki tua aneh yang bertubuh buntal dan berjuluk Dewa Bumi. Bila saja Dewa Bumi tidak muncul, tak mustahil dia akan dipermalukan oleh Jubah Setan dan Jubah Mambang.Ayu Wulan yang saat itu tengah merenungi nasib malangnya karena Si Buta dari Sungai Ular, pemuda yang di cintainya diduga telah mempunyai kekasih, akhirnya memutuskan untuk mengikuti Dewa Bumi yang menuju ke Gunung Siguntang. Sebelumnya, Ayu Wulan melihat Manggala sedang bersam
Ayu Wulan perlahan-lahan menundukkan kepalanya dengan wajah memerah. Lalu katanya lirih tanpa mengangkat kepalanya, "Maafkan aku, Kek.""Simpan rasa cinta mu itu. Karena dia bisa membelenggu dan membutakan mata hatimu. Anakku, keputusan ada di tanganmu. Aku tak memaksa mu untuk ikut ke Gunung Siguntang."Perlahan-lahan pula murid si Dewa Pemarah itu mengangkat kepalanya."Aku ikut, Kek.""Tak ada yang memaksa bila kau menolak. Karena, aku sendiri tidak bermaksud mengajak mu."Kali ini Ayu Wulan menarik napas dalam. Berat dan rasanya penuh beban. Dilakukannya berulangkali sampai kemudian dirasakan dadanya begitu lapang. Kata-kata Dewa Bumi yang bernada berayun-ayun itu mulai meresap di relung hatinya yang terdalam."Akan ku coba untuk melakukan apa yang kau katakan itu, Kek," katanya lembut."Bagus, Anak ku! Berarti, kau telah membuka mata dan hatimu, bahwa perjalanan hidup ini meskipun sering dikatakan sangat singkat, tetapi terlalu p
Nandari menarik napas berulangkali melihat sikap Andini yang sepeninggal Si Buta dari Sungai Ular setelah mengobati luka Ratu Harimau Putih, seolah menguap seluruh keceriwisannya, keceriaannya dan kenakalannya."Hmmm... aku bertambah yakin, kalau Andini mencintai pemuda sakti berjuluk Si Buta dari Sungai Ular itu. Semenjak si pemuda meninggalkan tempat ini, tak ada suaranya sekali pun juga. Bila saja Ratu Harimau Putih sudah pulih benar kondisinya, sudah tentu kami akan meninggalkan tempat ini. Memang Ratu Harimau Putih berulang kali meminta kami untuk segera meninggalkan tempat ini. Tetapi, di saat keadaan berbahaya seperti ini, tak mungkin kami meninggalkannya. Aku sudah membicarakan soal itu pada Kang Wisnu. Tetapi sikap Andini ini?"Nandari menarik napas dalam. Lalu diliriknya Garaga yang nampak sedang tertidur."Baru kali ini aku melihat ular sebesar itu. Ah, beruntung sekali kang Manggala dapat memeliharanya." Setelah memperhatikan Garaga, Nandari kembali
Ratu Harimau Putih yang juga telah berdiri di sana dengan Marbone di sebelah kanannya berkata, "Aku juga menduga demikian. Tak mungkin ular raksasa yang patuh pada majikannya itu meninggalkan kita begitu saja tanpa satu sebab. Lebih baik, meskipun rasanya tidak mungkin, kita mencoba mencari jejak Garaga. Barangkali saja kita bisa bertemu dengan Si Buta dari Sungai Ular. Dan, terutama tekadku untuk mencari saudara seperguruanku yang berjuluk Dewi Samudera Biru."Nandari menoleh pada si nenek berbaju dari kulit harimau tetapi berwarna putih itu."Apakah kondisi mu sudah pulih, Ratu?" tanyanya ikut-ikutan memanggil si nenek dengan sebutan Ratu sama yang seperti dilakukan Marbone.Ratu Harimau Putih tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Ya, kondisi ku sudah pulih. Lebih baik, kita segera melakukannya. Karena, malam sebentar lagi akan datang. Dan kita bisa kehilangan jejak Garaga. Meskipun sekali lagi kukatakan, kalau sebenarnya kita sudah kehilangan jejaknya."
"Garaga... jagalah dia baik-baik. Dia baru akan siuman besok pagi. Setelah itu, bawalah dia pergi dari sini. Kau masih tahu di mana letak Gunung Siguntang?"Seperti tahu perkataan orang, Garaga mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bagus! Bawalah dia ke sana. Karena, tenaganya sangat diperlukan. Perlu ku ingatkan, Garaga. Bila kau bertemu dengan Panembahan Agung, katakan, aku pun telah keluar dari tempat kediaman. Rasanya, bukan hanya musuh lamanya saja yang telah muncul dan hendak menuntut balas. Manusia-manusia yang mempunyai dendam kepadaku pun telah muncul"Si orang tua terdiam. Lalu berkata, "Baiklah, Garaga... aku pergi sekarang. Dan sampaikan padanya, agar dia segera menguasai Kitab Pembangkit Mayat."Seperti datangnya tadi, orang tua bersorban mengenakan baju putih yang dipenuhi sulaman bunga api itu lenyap dari pandangan. Seperti dibawa angin saja. Tinggallah Garaga yang perlahan-lahan mendekam di sisi Manggala yang masih tergeletak.-o0
Kalau tadi sikap si Jubah Setan sedemikian soknya, kali ini dia nampak agak gugup sambil menyingkir sedikit ke belakang dan mengalihkan tatapan pada orang berkain hitam yang tak lain Raja Pocong. Kakak kandung dari Ratu Tengkorak"Yang kau katakan itu benar adanya, Raja Pocong. Dialah orangnya yang telah membunuh Ratu Tengkorak," sahut Jubah Setan terbata.Terdengar suara merandek dingin dari orang berkain hitam itu. Manggala diam-diam merasakan bulu kuduknya meremang. Dan dia dibuat tersentak ketika dilihatnya sepasang mata yang memerah menyala dari balik kain hitam itu tanpa terlihat bagaimana rupa si pemilik mata merah itu."Berita telah sampai ke kedua telingaku. Adikku telah tewas di tanganmu. Hanya ada dua pilihan untuk menentukan cara mati. Pertama, membunuh diri! Kedua, mati di tanganku! Aku tak punya banyak waktu untuk menunggu jawaban. Segera kau pilih keputusan mu, orang buta!""Hmm... Aku tahu sekarang, kalau orang yang disebut oleh Jubah Seta
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana