Manggala berpikir sebentar.
"Eyang Guru Begawan Pasopati pasti gembira jika Tuan Pendekar berkenan mengunjunginya. Dari beliau nanti, Tuan Pendekar dapat mengetahui lebih banyak tentang Siluman Lembah Hantu," kata Pragola tengah membujuk.
"Benarkah?" Tanya Manggala dengan polos tanpa pernah curiga terhadap siapa pun. Dalam hati sebenarnya Manggala senang memenuhi undangan itu yang tentu segalanya terjamin.
"Eyang Begawan Pasopati seorang yang bijak. Beliau pasti senang jika penolong kami berkenan singgah barang sebentar."
"Baiklah, aku pun senang mendapat sahabat."
Betapa gembiranya Pragola karena pendekar yang dikaguminya berkenan menerima undangannya. Segera diperintahkan adik-adik seperguruannya menyiapkan kuda. Sebentar kemudian enam ekor kuda sudah dipacu meninggalkan kedai, menembus kegelapan malam. Manggala yang berpura-pura buta, terpaksa ikut disalah satu penunggang kuda dengan duduk dibelakangnya.
Bibir Manggala tersenyum-senyum. P
Di bangsal rumah yang paling besar di Lembah Hantu, Sakawuni tengah hanyut oleh perasaan malu dan marah. Dia benar-benar kecewa dengan sikap Manggala. Namun rasa cintanya yang menggebu dapat mengalahkan amarah dan rasa malunya. Dalam hati dia bertekad akan memiliki Manggala sepenuhnya.Kegagahan Manggala membuat Sakawuni mabuk kepayang. Dia tidak peduli lagi dengan kedudukannya sebagai orang kedua di Panji Hantu. Pikirannya selalu tertuju pada pendekar muda yang telah menancapkan panah cinta di hatinya."Wuni...."Sakawuni menoleh setelah mendengar suara panggilan dari belakang. Mandrawata sudah berdiri di balik punggungnya. Sakawuni menjauh dan berbalik."Mau apa kau ke sini?" Tanya Sakawuni ketus. Dia tahu kalau Mandrawata selalu berusaha men-dekatinya."Aku ingin bicara padamu," sahut Mandrawata memasang senyum yang menawan."Tentang apa?""Tentang kita."Sakawuni mengerutkan keningnya. Bagi Sakawuni, senyum Mandrawata seper
"Tabahlah, Nini. Semua ini sudah kehendak Sang Hyang Widi. Nini harus menerima kenyataan dengan hati lapang," kata Emban Girika juga tidak kuasa menahan air matanya."Percuma saya hidup, Bi.""Nini jangan berkata begitu. Gusti Gaja Ireng memang telah membunuh orang tua dan saudara-saudaramu. Tapi Gusti Gaja Ireng juga telah merawat mendidik, dan membesarkan Nini sampai menjadi wanita berilmu sekarang ini. Bagaimanapun juga Nini berhutang budi padanya.""Tapi dia membunuh keluargaku, Bi!""Memang kewajiban seorang anak menjunjung tinggi martabat orang tuanya. Hanya masalahnya sekarang, pembunuhnya justru ayah angkat Nini sendiri.""Katakanlah, Bi. Apa yang harus saya lakukan?" Sakawuni kelihatan putus asa.Emban Girika tidak menjawab. Memang serba sulit untuk menjawabnya. Dia bersedia tinggal di lembah ini karena merasa kasihan melihat Sakawuni kecil yang masih memerlukan kasih sayang seorang ibu. Dia juga membenci Gaja Ireng yang telah membu
Tentu saja perbuatan Sakawuni sangat mengejutkan semua anggota Panji Hantu. Mereka tidak mengerti dengan sikap Sakawuni yang tiba-tiba memusuhi mereka. Tapi sikap Sakawuni mendapat sambutan hangat dari tokoh-tokoh golongan putih. Mereka tahu sepak terjang gadis itu liar dan kejam."Minggir semua! Biar kuhabisi mereka!" teriak Sakawuni."Minggir!" perintah Begawan Pasopati memberi kesempatan pada Sakawuni. Dia sudah mengerti duduk persoalannya. Sebab Begawan Pasopati tadi telah mendengar sedikit pembicaraan Sakawuni dengan Gaja Ireng.Mendengar perintah dari Begawan Pasopati, seluruh murid-murid Teratai Putih dengan cepat berlompatan keluar arena. Tidak ketinggalan tokoh-tokoh golongan putih lain bersama murid-muridnya mengikuti petunjuk Begawan Pasopati."Wuni! Sudan gila, kau!" bentak Gaja Ireng."Arwah ayah ibuku akan mengutuk kalau Panji Hantu belum musnah di tanganku!" sahut Wuni keras dan lantang."Wuni, aku ayahmu. Aku yang membesarkan
Namun gadis itu sudah tidak mendengar lagi peringatan ayahnya. Dengan cepat Sakawuni menerjang Si Buta dari Sungai Ular. Gerakan-gerakan Sakawuni segera berubah gemulai setelah berada di depan pendekar muda itu."Hati-hati, Si Buta dari Sungai Ular. Jurus itu sangat berbahaya!" Begawan Pasopati mengingatkan."Ah, indah sekali tarianmu, ayo kita lihat! Apa Tarian Ularmu, lebih hebat dari ‘Tarian Ular Putih’ milikku," sahut Manggala sambil merentangkan kedua tangannya.Tangan Si Buta dari Sungai Ular bergerak-gerak gemulai. Seperti sepasang ular yang sedang menari. Itulah jurus 'Tarian Ular Putih'. Suatu jurus yang sebenarnya bukan jurus andalan. Jurus ini dikeluarkan karena Manggala menganggap jurus yang dikeluarkan Sakawuni tidak berbahaya. Dan lagi Manggala tidak ingin gadis itu celaka. Hanya satu yang ingin dicabut nyawanya yakni, Gaja Ireng!.Semua orang yang menyaksikan, menahan napas ketika gerakan gemulai dari jurus 'Tarian ular' berubah
Sakawuni bertengger pada sebuah cabang pohon, seraya matanya mengawasi bagian hulu sungai. Bibirnya tersenyum ketika sebuah perahu besar dengan layar lebar mulai terlihat. Di ujung tiang layar, berkibar selembar bendera bergamhar bunga melati yang dilingkari rantai. Dari lambang gambar bendera, dapat dipastikan kalau kapal layar itu milik seorang saudagar kaya dari Kadipaten Balungan. Sebuah Kadipaten kecil yang berpenduduk cukup makmur."Suiiit...!" Sakawuni bersiul nyaring yang disertai tenaga dalam. Mendengar siul yang bergema itu, serentak dari rimbunan semak-semak tepi sungai bermunculan empat buah perahu berukuran sedang, dikayuh oleh beberapa orang. Sakawuni segera terjun diiringi gerakan salto beberapa kali, dan hinggap tepat di punggung kudanya.Gadis itu lantas menghentak tali kekang kudanya, lalu memacu ke arah perahu gerombalannya yang makin dekat. Ketika perahunya yang berwarna biru pekat itu telah menepi, Sakawuni menarik tali kekang kuda, dan tanpa berpi
"Hem, siapa dia?" tanya Sakawuni mengerutkan kening.Codet menjentikkan jarinya. Kemudian muncul dua orang laki-laki mengapit seorang wanita muda berusia sekitar tujuh belas tahun. Cantik dan berkulit kuning langsat. Pakaiannya dari sutra halus. Perhiasannya semua dari emas. Wajahnya menyimpan rasa takut yang dalam.Sakawuni memberi isyarat agar anak buahnya keluar. Codet menutup pintunya lagi. Sakawuni kembali mengamati wanita muda itu. Mukanya pucat dan tubuhnya gemetar."Siapa kau?" tanya Sakawuni.Wanita muda itu tidak menjawab. Tapi berusaha mengangkat kepalanya pelan-pelan. Ketika matanya tertumbuk pada Sakawuni, tubuhnya seketika mengejang, Ketakutannya kian sangat."Kau dengar pertanyaanku, kan? Siapa kau?" dengus Sakawuni mulai kesal karena wanita itu diam saja."Aku..., aku Rara Kemuning," jawab wanita muda itu tergagap, "Aku putri patih kerajaan Galung.""Oh, rupanya kau putri seorang patih? Tidak seharusnya putri seorang p
"Masuk!" teriak Sakawuni.Codet muncul. "Ada apa?" tanya Sakawuni."Sebentar lagi kapal sandar, Tuan Putri," lapor Codet."Hm, biar saja. Aku dan Rara tetap di sini Kalian bereskan semua barang-barang.""Hamba laksanakan, Tuan Putri.""Tunggu!" cegah Sakawuni melihat Codet akan berbalik. Codet membungkukkan badannya lagi. "Beritahu pada semua anggota, kalau ada yang berani mengganggu Rara Kemuning, akan berurusan denganku! Dia kini jadi adik angkatku!" ujar Sakawuni keras."Hamba, Tuan Putri," Codet membungkuk hormat. Hatinya sedikit diliputi keraguan."Pergilah! Laksanakan tugasmu!"Codet membungkuk lagi, kemudian berbalik Pintu kamar kembali tertutup rapat. Sakawuni memandang Rara Kemuning yang masih duduk di tepi pembaringan."Kau lihat, laki-laki tadi hanya bentuknya saja yang kasar. Nyalinya kecil," Sakawuni menjentikkan jarinya.Rara Kemuning hanya menelan ludah saja. Dia selalu ngeri jika lihat tampang laki
Patih Giling Wesi bergegas masuk ke kamar pribadinya. Istrinya terheran-heran melihat wajah suaminya yang merah padam. Dan betapa terkejutnya istri Patih Giling Wesi ketika suaminya mengambil pedang pusaka. Telah lama patih itu tidak menyentuhnya lagi."Kang Mas...."Patih Giling Wesi menoleh. Dia baru sadar kalau istrinya, Rara Angken, berada di kamar ini. Pikirannya terpusat penuh pada keselamatan putri mereka, sehingga tak sadar kalau istrinya sejak tadi memperhatikan tingkah lakunya."Untuk apa pedang itu?" tanya Rara Angken. Nada suaranya bergetar penuh kecemasan."Aku akan mencari Rara Kemuning," sahut Patih Giling Wesi."Tapi mengapa harus membawa pedang pusaka?""Beberapa telik sandi melaporkan kalau kapal yang membawa Rara Kemuning dirampok oleh Gerombolan Kembang Lembah Hantu.""Oh...!" Rara Angken menekap mulutnya."Berdoalah pada Hyang Widi untuk keselamatan anak kita," lembut suara Patih Giling Wesi."Rara,
Roh Dewa Petir segera melayang ke atas dengan membawa batu hitam tadi. Kendati sinar-sinar hitam yang mencelat dari batu itu tak putus, namun bahaya mulai mereda karena semakin lama batu itu semakin tinggi dibawa terbang. Mendapati hal itu, Si Buta dari Sungai Ular menghela napas lega. "Rasanya... sudah berakhir ketegangan ini." Tetapi dia keliru! Rupanya bahaya belum berhenti sampai di Sana. Karena mendadak saja terdengar suara berderak yang sangat keras laksana topan hantam pesisir. Menyusul rengkahnya tanah di beberapa penjuru. Si Buta dari Sungai Ular seketika berseru seraya menyambar tangan Dewi Awan Putih, "Menyingkir!" Hantu Caping Baja yang semula tercengang tak percaya melihat Roh Dewa Petir raksasa yang keluar dari dada Manggala, segera bertindak cepat. Kedua kakinya dijejakkan di atas tanah, saat itu pula tubuhnya mumbul ke angkasa! Tanah yang rengkah itu bergerak sangat cepat, membujur dan memburu disertai suara menggemuruh yang mengerikan. Debu-debu beterbangan disert
Bukan hanya Manusia Angin yang palingkan kepala, Dayang Harum pun segera menoleh. Sepasang mata si gadis mendadak terkesiap, tatkala sinar hitam berkilat-kilat menggebah ke arahnya.Mendapati serangan yang ganas itu, salah seorang dari Dayang-dayang Dasar Neraka segera surutkan langkah tiga tindak ke belakang. Kejap itu pula dia siap lepaskan pukulan 'Kabut Gurun Es'!Namun sebelum dilakukan, mendadak saja terdengar suara letupan yang sangat keras dan muncratnya sinar hitam yang dilepaskan oleh Iblis Tanpa Jiwa. Menyusul kemudian tubuh lelaki itu mencelat ke belakang disertai seruan tertahan, "Keparat busuk!"Tatkala kedua kakinya hinggap kembali di atas tanah, kepalanya segera dipalingkan ke kanan dan ke kiri. Makiannya terdengar walau pelan, "Setan keparat! Siapa lagi orangnya yang hendak bikin masalah!"Bukan hanya Iblis Tanpa Jiwa yang heran mendapati putusnya serangan yang dilakukannya, Dayang Harum pun terkesiap kaget dengan mulut menganga. Gadis in
Buang Totang Samudero tak mau tinggal diam. Disertai teriakan keras, mendadak saja terdengar deru angin kencang yang disusul dengan berkelebatnya seberkas sinar kuning dan merah mengarah pada Iblis Tanpa Jiwa!Blaaar! Blaaarr!Terdengar letupan sangat dahsyat bersamaan muncratnya sinar hitam, kuning dan merah ke berbagai tempat! Masing-masing orang surut ke belakang. Sosok Iblis Tanpa Jiwa nampak bergetar. Hanya sekejap karena kejap lain kedua kakinya telah tegak berdiri.Di seberang, sosok Buang Totang Samudero bergetar kendati tubuhnya tetap berada sejengkal di atas tanah. Darah mengalir dari sudut-sudut bibirnya."Celaka! Rasanya aku tak akan mampu menghadapi manusia satu ini!" desisnya tegang. Tetapi di lain kejap sepasang matanya terbuka lebih lebar. "Peduli setan! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap bertahan!"Habis membatin begitu, mendadak saja membersit sinar kuning dan merah dari tubuh Buang Totang Samudero. Menyusul sosoknya telah meles
Berpikir demikian, mendadak saja Manggala melepaskan diri dari rangkulan Dewi Awan Putih disertai dorongan keras. Gadis berbaju jingga itu terkejut. Seraya keluarkan pekikan tertahan, tubuh gadis itu terguling ke depan.Manggala langsung melompat ke udara, berputar dua kali guna hindari sambaran sinar hitam, lalu berdiri tegak di atas tanah dengan wajah tegang dan kesiagaan tinggi. Begitu berdiri tegak, dengan cepat diputar kedua tangannya ke atas, lalu ke bawah dan kembali ke atas. Menyusul diusapnya kedua tangannya satu sama lain. Lalu diusapkan tangan kanannya pada dadanya yang terdapat rajahan petir. Usai dilakukan semua itu, mendadak saja sebuah bayangan raksasa melesat dari rajahan petir yang terdapat pada kanan kiri lengannya. Melayang-layang tanpa mengeluarkan suara sama sekali. Rupanya Si Buta dari Sungai Ular telah mengeluarkan ilmu 'Inti Roh Dewa Petir'.Kejap kemudian, sambil dongakkan kepala, pemuda dari Sungai Ular ini berseru, "Dewa Petir! Angkat dan baw
"Ada satu kekuatan yang nampaknya melingkupi batu ini," Manggala membatin tatkala menyadari Dewi Awan Putih belum berhasil menggeser batu itu. Bahkan dilihatnya gadis itu sudah berkeringat.Hantu Caping Baja berkata, "Menyingkir! Biar aku coba untuk menggulingkannya!"Setelah Dewi Awan Putih menyingkir dengan masih tak mempercayai apa yang lelah dilakukannya, si nenek yang sebagian wajahnya ditutupi caping terbuat dari baja yang sangat berat namun si nenek kelihatan biasa-biasa saja, segera mendorong batu besar hitam itu. Yang terjadi kemudian, sama seperti yang dialami oleh Dewi Awan Putih. Batu itu tetap tak bergeser!Menjadi ngotot Hantu Caping Baja. Tetapi sekian lama mencoba mendorongnya dengan lipat gandakan tenaga dalamnya, batu itu tetap tak bergeser.Manggala membatin, "Benar-benar luar biasa. Kekuatan yang ada pada batu ini seperti mengisyaratkan satu bahaya lain." Lalu katanya, "Sebaiknya... kita bersama-sama mendorong batu ini. Dan bersiap bil
Pemuda dari Sungai Ular itu tak segera menjawab pertanyaan si nenek berpakaian putih gombrang. Pandangannya tertuju lekat ke depan."Menurut Dewi Awan Putih, di tempat yang bernama Bulak Batu Bulan akan terdapat sebuah batu yang disebut Batu Bulan. Di bawah batu itulah terdapat petunjuk di mana Kitab Pamungkas berada. Dan dikatakannya juga, kalau bahaya akan mengancam bila ada yang berhasil menggeser Batu Bulan. Bila memang tak jauh dari dua bukit itu adalah tempat yang disebut Bulak Batu Bulan, apakah Guru sudah berada di sana?" pikir Manggala.Si nenek yang sebagian wajahnya tertutup caping lebar terbuat dari baja namun sedikit pun tak merasa kepayahan mengenakannya, arahkan pandangannya pada Si Buta dari Sungai Ular yang masih terdiam, "Apakah kau memikirkan sesuatu?"Manggala mengangguk."Ya! Aku seperti... ah, sudahlah. Untuk memastikan apakah tempat itu yang disebut Bulak Batu Bulan, kita memang sebaiknya segera ke sana."Habis kata-kata itu
Pemuda berpakaian abu-abu ini terkesiap mendapati serangan perempuan bertopeng perak yang ganas. Segera dia membuang tubuh ke kiri. Bersamaan dengan itu tubuhnya langsung dihempos ke depan seraya mendorong kedua tangannya.Dewi Topeng Perak kertakkan rahangnya. Tubuhnya segera dienjot ke atas menghindari gebrakan Wulung Seta. Masih berada di udara, dia memutar tubuhnya. Kejap lain tubuhnya sudah menderu deras ke arah Wulung Seta.Terburu-buru murid mendiang Ki Alam Gempita ini menghindar dan mengangkat kedua tangannya.Des! Des!Dua pukulan bertenaga dalam tinggi itu berbenturan keras. Sosok Dewi Topeng Perak langsung melenting ke belakang dan tegak kembali di atas tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Dari balik topeng perak yang dikenakannya, sepasang mata perempuan berpakaian kuning cemerlang ini menusuk dalam.Sementara itu, Wulung Seta surut tiga tindak ke belakang. Dadanya terasa nyeri dengan kedua tangan yang terasa remuk."Aku tak bo
"Aku juga belum dapat memastikan ke mana arah yang akan kita tempuh, Rayi. Sayangnya Raja Siluman Ular Putih tidak memberitahukan secara pasti. Rayi... apakah kau pikir Manggala sudah tiba di sana?""Aku tidak tahu. Tetapi mengingat waktu yang diberikan oleh Raja Siluman Ular Putih, seharusnya Kang Manggala sudah tiba di Bulak Batu Bulan. Bagaimana menurutmu sendiri?""Aku tidak tahu pasti."Di tempatnya sepasang mata Dewi Topeng Perak membuka cerah. "Hmmm... kedua remaja ini rupanya juga menuju ke Bulak Batu Bulan. Wajah keduanya nampaknya tak asing dalam ingatanku. Mendengar kata-kata keduanya, rupanya Raja Siluman Ular Putih juga melibatkan diri dalam urusan ini. Setahuku, lelaki itu adalah salah seorang dari guru Si Buta dari Sungai Ular. Peduli setan! Bila aku berhasil memiliki Kitab Pamungkas, semua keinginanku termasuk membunuh Si Buta dari Sungai Ular dan Buang Totang Samudero akan terlaksana dengan mudah."Karena terlalu gembira itulah tanpa seng
Berlutut dan menangis tersedu-sedu Dayang Pandan meratapi nasib sialnya. Beberapa saat kemudian terdengar teriakannya kalap, "Kubunuh kau! Kubunuh kau!"Tanpa membetulkan pakaiannya, gadis yang baru saja mengalami nasib sial ini berkelebat ke arah perginya Iblis Tanpa Jiwa dengan teriakan-teriakan keras.-o0o-DUA hari berlalu lagi dalam kehidupan manusia. Sesungguhnya, waktu kerap datang bertubi-tubi. Meluruk dan terkadang menikam dalam, hingga manusia yang lupa, khilaf ataupun mencoba tak perduli akan tergilas oleh waktu. Tetapi yang kerap menghargai waktu, maka dia akan berjalan lurus dan dapat mengendalikan waktu.Dalam hamparan malam yang pekat, tiga sosok tubuh menghentikan kelebatan masing-masing di sebuah jalan setapak yang dipenuhi semak belukar. Bintang gemintang yang biasanya bertaburan malam ini entah pergi ke mana. Sejenak sunyi mengerjap disertai suara binatang-binatang malam."Dua hari sudah kita mencoba melacak di mana